Banjir Dimana-mana, Akibat Pembangunan Kapitalistik?


Oleh : Heni Kusma

Musim hujan kebanjiran, musim panas kekeringan. Kalimat tersebut sudah cukup menggambarkan kondisi negeri saat ini. Di musim hujan, banyak daerah terdampak banjir. Seperti beberapa waktu lalu, banjir bandang terjadi di kabupaten Demak, Jawa Tengah, merendam 25 desa. Akibatnya 25.518 jiwa mengungsi (semarang.inews.id, 16/02/2024).

Tak hanya itu, empat kecamatan di Bandarlampung, kabupaten Sumbawa NTB juga terdampak banjir. Penyebabnya pun beragam. Seperti banjir yang terjadi di Demak, intensitas hujan yang cukup tinggi di hulu menyebabkan jebolnya tanggul-tanggul sungai besar yang melewati Demak.

Penyebab lainnya menurut Pakar Tata Ruang dan Lingkungan, Mila Karmila adalah semakin banyaknya aktivitas alih fungsi lahan di hulu, baik untuk aktivitas industri maupun untuk properti. Ditambah lagi, pemerintah terlesan tidak tegas menerapkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Permasalahan banjir di kabupaten Demak terus berulang tiap tahunnya. Jika tidak segera ditangani, maka bukan tidak mungkin daerah tersebut tenggelam. Apalagi ada prediksi bahwa tahun 2050 kabupaten tersebut akan tenggelam. Demikian halnya di daerah-daerah lain.

Bencana banjir ini semestinya membuat manusia menyadari akan keMahakuasaan Allah serta mengevaluasi perilaku individu dan sistem kehidupan yang mengatur pengelolaan alam. Namun, sayangnya sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme sekulerisme. Dimana pengelolaan alam ala bisinis kapitalisme justru menghasilkan kerusakan dan bencana. Sebab sistem ini hanya peduli terhadap manfaat dan keuntungan materi meskipun mengorbankan lingkungan.

Sebut saja bagaimana eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang terus terjadi, hal itu pun didukung dengan adanya kebebasan kepemilikan. Adapun negara hanya sebagai fasilitator bukan sebagai pengurus rakyat. 

Konsep fasilitator sendiri adalah memfasilitasi jalannya pembangunan ala kapitalistik. Akibatnya ketika ada bencana penguasa hanya menghimbau masyarakat untuk menjaga alam atau melakukan sesuatu yang tidak menyentuh akar permasalahan.

Hal ini tentu berbeda dengan negara yang bertindak sebagai periayah atau pengurus rakyat. Negara tersebut adalah negara khilafah, di dalamnya sistem Islam diterapkan secara keseluruhan.

Penanganan bencana akibat faktor alam atau ulah tangan manusia dilakukan secara fundamental yakni dengan tindakan prefentif, kuratif dan rehabilitatif. Tindakan prefentif yang dilakukan negara meliputi menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, pemanfaatan SDA untuk kepentingan umat manusia serta diterapkan sistem ekonomi berdasarakan syariat Islam.

Negara khilafah juga melakukan pembangunan infrastruktur untuk mencegah bencana, seperti pembangunan bendungan, kanal, tanggul, pemecah ombak, reboisasi, pengaturan tata kota serta lingkungan dan lainnya. Negara juga akan menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam, hutan lindung yang tidak boleh dimanfaakan oleh siapapun kecuali izin negara. Termasuk menghimbau masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan dari segala kerusakan. Sebaliknya, jika ada yang melakukan kerusakan, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku.

Dari aspek kuratif, negara akan melakukan beberapa hal seperti, segera mengevakuasi korban bencana dengan cepat, membuka akses jalan atau komunikasi dengan korban, mengalihkan material bencana seperti banjir, lahar dan lain-lain ke tempat yang tidak dihuni oleh masyarakat. Demikian juga untuk tempat pengungsian disediakan negara.

Untuk aspek rehabilitatif, negara melakukan recovery yakni manajemen setelah terjadinya bencana. Yakni dengan memberikan pelayanan terbaik kepada korban selama berada di pengungsian. Memulihkan psikis mereka agar senantiasa bersabar atas bencana yang menimpanya. Serta memenuhi seluruh kebutuhan pokok mereka seperti makanan, obat-obatan dan pelayanan kesehatan terbaik. Tidak lupa penguatan aqidah dan nafsiyah para korban dilakukan negara.

Wallahu'alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak