Generasi Sadis Produk Sekularisme
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung menyampaikan, peristiwa ini berawal ketika pelaku yang berinisial MAS mengambil pisau di dapur lalu masuk ke kamar orang tuanya. Kemudian, MAS langsung menusuk sang ayah yang sedang tertidur, dan saat ibunya terbangun, pelaku melakukan hal yang sama tetapi tidak mengenai tempat yang mematikan. Setelah melakukan penusukan pada kedua orang tuanya, pelaku juga menusuk sang nenek yang terbangun akibat peristiwa tersebut. Hal ini diperkuat dari hasil olah TKP yang dilakukan oleh pihak kepolisian, ditemukan beberapa tempat yang bersimbah darah di antaranya di ruang tamu, tangga rumah, depan kamar nenek, serta kamar kedua orang tua pelaku.
Kasus-kasus kekerasan yang melibatkan remaja sebagai tersangka utamanya bukanlah hal baru. Bahkan seperti fenomena gunung es. Tidak menutup kemungkinan kasus yang terungkap oleh media hanyalah sebagian kecil dari fakta yang terjadi di lapangan.
Bukan tanpa sebab, terjadinya kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak dipicu oleh beberapa faktor, seperti adanya niat dan kesempatan, kurangnya pendidikan orang tua, kondisi ekonomi, tontonan negatif, faktor fisik, faktor psikis, dan faktor sosiologi. (Kurniawansyah dan Dahlan, 2021)
Kapitalisme Membuka Ruang Terjadinya Kriminalitas
Banyaknya faktor yang memicu terjadinya tindakan kriminalitas. Semua ini merupakan imbas dari penerapan sistem sekuler kapitalis. Sistem buatan manusia yang memisahkan aturan agama dari kehidupan ini telah membuka ruang terjadinya kekerasan di segala kelompok umur, tanpa terkecuali dari kalangan anak atau remaja.
Sering kali kesalahan pola asuh orang tua menjadi sorotan atas terjadinya tindakan kekerasan dan kriminalitas yang dilakukan oleh anak. Hal ini sangat wajar, mengingat perkembangan dan pembentukan kepribadian seorang anak tidak terlepas dari hasil didikan orang tuanya. Kurangnya komunikasi akibat perselisihan antara anak dan orang tua dapat menimbulkan perilaku negatif pada anak. Ditambah lagi, tekanan yang diberikan oleh sebagian orang tua yang mampu memfasilitasi anaknya untuk mewujudkan ambisinya sendiri.
Masuk ke sekolah atau universitas favorit, mendapatkan nilai tertinggi, mengikuti berbagai macam lomba bergengsi adalah standar matrerialistik yang kerap kali diterapkan oleh orang tua tanpa melihat kemampuan dan kesehatan mental anak. Padahal hal ini dapat menjadikan anak mengalami depresi atau mengalami gangguan kesehatan mental.
Disisi lain, ada orang tua memiliki kondisi perekonomian yang kurang baik, dan adanya fakta terhadap mahalnya kebutuhan hidup. Seperti biaya pendidikan dapat membuat sebagian para orang tua harus menghabiskan waktunya untuk bekerja demi memenuhi segala kebutuhan keluarganya. Kesibukan para orang tua untuk mengumpulkan materi terkadang membuat keduanya lupa bahwa keluarga terutama ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Alhasil, tanpa sadar orang tua sibuk berusaha untuk memenuhi kebutuhan fisik sang anak, tetapi tidak diimbangi dengan menanamkan pemahaman Islam yang akan berpengaruh pada kepribadian anak.
Selain itu, penerapan sistem sekuler juga membawa pengaruh pada gaya hidup masyarakat. Standar baik dan buruk seakan menjadi buram, sehingga banyak perbuatan yang menyalahi aturan Islam. Akibatnya, pergaulan bebas, budaya hedonis, pacaran, hingga perzinaan menjadi hal yang sudah dinormalisasi oleh masyarakat. Padahal tanpa sadar hal ini justru membuka ruang terjadinya tindakan kriminal. Hal ini diperparah lagi dengan bebasnya masyarakat di segala usia dalam mengakses konten-konten negatif, terutama yang konten yang mengandung unsur kekerasan.
Islam Mencetak Generasi Pembangun Peradaban
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Dengan membangun ketakwaan kepada setiap anggota keluarga, maka akan lahir generasi yang taat terhadap aturan Allah Swt. Mereka akan menjadikan standar halal dan haram ketika melakukan suatu perbuatan. Memberikan pemahaman Islam juga akan mendorong manusia untuk menjauhi perbuatan yang menyimpang.
Islam juga tidak membiarkan manusia untuk bersikap apatis atau masa bodoh dengan kejadian yang terjadi di sekitarnya. Hal ini dikarenakan dalam Islam, masyarakat diberi tanggung jawab untuk melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar. Hal ini membuat terciptanya lingkungan yang positif. Sebagaimana dalam firman Allah Swt.:
“Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) munkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:71)
Selain itu, dalam Islam, negara juga memiliki kewajiban untuk menerapkan aturan berlandaskan akidah Islam, yang diberlaku di semua bidang, baik pendidikan, ekonomi, politik, budaya, kesehatan, keamanan dan lainnya. Hal ini tentunya akan melahirkan aturan atau kebijakan yang mendorong tercapainya kepribadian Islami di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Wallahua’alam Bishawab.[]
Komentar
Posting Komentar