Fenomena Pemanasan Global, Bahaya Mengintai Dunia!
Oleh : Ayu Ummu Umar
Perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini makin mengkhawatirkan. Hal ini dikemukakan oleh Dwikorita Karnawati selaku Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika bahwa perubahan iklim bukanlah persoalan sepele karena menyangkut keadaan penduduk di muka bumi yang mencapai miliaran jiwa. (CNBC Indonesia, 10/2/2024)
Dikutip dari Badan Meteorologi Dunia (WMO), sepanjang pengamatan instrumental pada 2023, telah terjadi peningkatan suhu rata-rata global hingga mencapai 1,40 derajat Celsius yang melebihi zaman praindustri. Artinya, tahun 2023 merupakan tahun terpanas dengan suhu yang cukup ekstrem sepanjang masa yang melanda wilayah Asia dan Eropa.
Terjadinya perubahan iklim yang cukup ekstrem bukanlah suatu kebetulan. Fenomena ini terjadi tidak lepas dari pengaruh efek gas rumah kaca, deforestasi, dan adanya praktik industri yang tidak berkelanjutan, serta efek dari pembakaran bahan bakar fosil. Semua itu terbukti memengaruhi percepatan perubahan iklim yang lebih pesat dari sebelumnya. Oleh karena itu, dunia perlu menahan peningkatan pemanasan global di angka 1,5 derajat Celsius.
Tentu saja, perubahan iklim yang tidak menentu menyebabkan terjadinya musibah yang akan melanda beberapa wilayah di berbagai belahan dunia. Hal ini dipicu akibat suhu ekstrem, di mana terjadi peningkatan suhu, kemarau, dan adanya fenomena cuaca El Nino. Lantas, apakah yang menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global?
Awas, Bahaya Mengintai Dunia!
Fenomena pemanasan global bukanlah suatu hal yang terjadi begitu saja tanpa adanya pencetus. Banyak aktivitas penduduk bumi yang terbukti memicu rusaknya lapisan ozon akibat efek gas rumah kaca, seperti penggundulan hutan, penggunaan Cloro Fluoro Carbon (CFC) yang tidak terkendali, dan adanya praktik perindustrian yang semakin meluas.
Adanya emisi gas rumah kaca yang dihasilkan, seperti karbon dioksida (CO2), Nitrogen Oksida (NOx), serta Metana (CH4 sangat berdampak buruk terhadap lingkungan hidup. Pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi juga menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap banyaknya bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia, salah satunya di Indonesia.
Dilansir dari Databoks (25/1/2024), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 137 bencana alam yang terjadi di Indonesia selama 1-23 Januari pada 2023. Diketahui yang paling marak terjadi adalah bencana banjir, yakni sebanyak 93 kejadian. Selain Indonesia, bencana alam berupa kebakaran hutan juga melanda kawasan Amerika Selatan, tepatnya di Kolombia. Hal ini dipicu karena fenomena cuaca El Nino yang cukup ekstrem hingga berimbas pada keberlangsungan hidup ekosistem di sana.
Kehidupan Suram di Bawah Aturan Kapitalisme
Melansir dari UMY (8/3/2010), penebangan hutan mencapai luas 24 juta hektare di Indonesia pada skala tahun 2000-2007. Kasus penggundulan hutan meningkat akibat pengalihan fungsi lahan, penebangan, hingga pembakaran hutan. Padahal, aktivitas penggundulan hutan akan membawa dampak buruk bagi lingkungan dan memicu terjadinya perubahan iklim, pemanasan global dan terjadinya banjir. Besarnya andil para kapitalis terhadap bahaya yang mengancam dunia saat ini merupakan salah satu bukti bahwa sistem yang diterapkan dunia saat ini tidak ramah terhadap lingkungan hidup.
Salah satu program dari industri kapitalis yang paling menonjol untuk melindungi bumi adalah "Green Marketing". Dilansir dari Balairungpress (19/9/2023), salah satu bentuk dari "Green Marketing" yang paling sering dijumpai adalah kampanye terkait kesadaran publik sebagai dedikasi suatu perusahaan terhadap isu lingkungan. Diketahui, terdapat ecolabelling atau label yang dikeluarkan oleh PBB pada tahun 1994, yakni Forest Stewardship Council sebagai penanda bahwa bahan material berbahan dasar kayu dari hutan yang dikelola secara baik dari pihak pemerintah dan label Energy Star yang merupakan inovasi dari pemerintah Amerika Serikat mengenai penggunaan energi yang efisien.
Namun kenyataannya, adanya label-label tersebut terbukti makin meningkatkan penjualan pada perangkat elektronik, seperti AC, kulkas, televisi dan mesin cuci. Dengan kata lain, program usaha tersebut merupakan tipu daya untuk memperluas wilayah pemasaran dan pada akhirnya kata "hijau" hanya merupakan kedok dari sistem kapitalisme yang memprioritaskan keuntungan di atas segalanya.
Mereka kerap kali menggaungkan upaya melindungi bumi serta menyelamatkan lingkungan dengan inovasi produk aman terhadap lingkungan. Padahal usaha tersebut merupakan tipu daya untuk memperluas wilayah pemasaran dan pada akhirnya kata "hijau" hanyalah kedok dari sistem kapitalisme yang memprioritaskan keuntungan di atas segalanya. Oleh karena itu, kerusakan alam yang terjadi tentu saja berpotensi mengancam keberlangsungan hidup di muka bumi.
Sudah sepatutnya, negara memprioritaskan penjagaan terhadap lingkungan dengan menjaga alam, seperti hutan sebagai upaya memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan. Keberadaan hutan sangatlah penting sebab hutan merupakan paru-paru dunia.
Islam Sebagai Solusi
Jauh sebelumnya, Allah telah menciptakan kehidupan alam semesta yang teratur dan seimbang. Salah satunya dengan penciptaan hutan yang memiliki banyak manfaat bagi makhluk hidup di muka bumi. Dalam perspektif Islam, keberadaan hutan tentunya haruslah senantiasa dijaga oleh manusia sebagai khalifah di bumi. Sebagaimana firman Allah Swt.:
"Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman." (QS. Al-A'raf [7]: 85)
Negara memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola hasil alam demi kemaslahatan umat. Sebab, hutan memiliki peranan penting terhadap keseimbangan alam di muka bumi. Akan tetapi, hal tersebut dapat terwujud jika alam tetap terjaga kelestariannya. Pada dasarnya, manusia dan alam memiliki interaksi yang kuat satu sama lain. Oleh sebab itu, secara umum, manusia diamanatkan untuk mengelola alam dan lingkungan hidup secara baik dan penuh dengan penjagaan.
Pertama, al-intifa', yaitu umat manusia diberikan fasilitas dari Allah di bumi berupa hutan guna diambil manfaatnya dan hasilnya dikelola sesuai kebutuhan demi tercapainya kemaslahatan umat.
Kedua, al-i'tibar, kondisi di mana manusia dianjurkan untuk memikirkan dan mempelajari secara seksama suatu kejadian atau proses terjadinya fenomena alam. Di era modern, hal ini disebut penelitian untuk mengetahui setiap rahasia di balik ciptaan Allah, sebagai bahan pelajaran agar manusia senantiasa mensyukuri setiap pemberian Allah.
Ketiga, al-islah, yakni setiap insan di muka bumi wajib menjaga dan melestarikan alam, seperti melakukan reboisasi agar keberlangsungan hidup vegetasi bertahan lama.
Sejatinya, syariat yang berasal dari Allah tidak lain hanya untuk menjaga manusia dari kerusakan dan kezaliman. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan secara komprehensif pada seluruh tatanan kehidupan ke arah yang lebih baik dengan berpayungkan hukum yang sesuai dengan syariat Islam. Wallahu a'lam bisshowab.[]
Komentar
Posting Komentar