HARGA BERAS NAIK, RAKYAT MENJERIT
Penulis: Reski Amalya Samad S,Pt
Setahun terakhir harga beras terus mengalami kenaikan tinggi, bahkan kenaikan harga beras di tahun 2023 nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Mahalnya beras menyusahkan setiap orang karena beras adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat.
Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat inflasi beras terjadi di bulan September 2023 sebesar 5,61%. Inflasi ini merupakan inflasi beras tertinggi selama 5 tahun terakhir. Peningkatan harga beras membuat pedagang makanan harus memutar otak agar tetap memperoleh keuntungan, antara lain mengecilkan porsi nasi yang dijual. (www.bbc.com).
Disisi lain kenaikan harga beras justru membuahkan keuntungan petani yang menyebut “harga beras lagi bagus”. Kebijakan impor selalu dijadikan solusi untuk memenuhi stok pangan. Kebijakan ini dipilih karena negeri ini sedang mengalami fenomena alam seperti El nino atau dikatakan petani tidak mampu memenuhi stok pangan. Padahal kenyataan di lapangan para petani sering merugi dikarenakan biaya produksi seperti bibit, pupuk dan peralatan pertanian yang mahal.
Namun ketika musim panen, pemerintah sering mengeluarkan kebijakan impor beras yang membuat petani merugi. Belum lagi ketika terjadi wabah wereng, El nino yang membuat produksi menurun.
Seperti inilah keburukan pengaturan dari negara yang berideologi kapitalisme. Negara lebih menguntungkan para importir pemilik modal. Mereka meraup keuntungan dengan memonopoli hajat kebutuhan rakyat, maka wajar tidak ada keadilan bagi rakyat baik produsen maupun konsumen.
Sangat berbeda dengan sistem islam dalam mengatur urusan pangan. Negara dengan paradigma sistem islam benar-benar berfungsi sebagai periayah (pengurus) rakyat, bukan sebagai regulator sebagaimana pengaturan pangan oleh negara dalam sistem kapitalisme.
Ketika negara sebagai periayah maka orientasi kebijakannya akan mengutamakan kepentingan rakyat, baik untuk kepentingan konsumen ataupun kepentingan petani sebagai produsen pangan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus) rakyat dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya" (Hadits riwayat Ahmad dan Bukhari).
Khilafah akan menerapkan kebijakan pangan agar petani tidak merugi dan konsumen mampu menjangkau harga pangan yakni beras. Langkah awal adalah dengan menghitung kebutuhan pangan dalam negeri, selanjutnya menghitung kemampuan luasan area pertanian untuk memproduksi bahan pangan. Jika bahan pangan mampu dipenuhi oleh produksi para petani dalam negeri, Khilafah tidak akan melakukan kebijakan impor. Namun, jika ternyata produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri Khilafah boleh mengeluarkan kebijakan impor yang langsung bisa dilakukan oleh produsen dalam negeri tanpa melalui kartel.
Adapun untuk mendukung para petani dalam menyediakan bahan pangan, Khilafah akan melakukan mekanisme intensifikasi dan ekstensifikasi. intensifikasi adalah kebijakan Khilafah memberi subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian, hal ini dibutuhkan dengan pembelian modal ataupun subsidi peralatan, pupuk, obat-obatan dan benih. Tak hanya itu, khilafah juga akan mendorong para ahli Untuk melakukan riset sehingga ditemukan teknologi terkini pertanian. Teknologi budidaya, pemasaran, informasi untuk menunjang peningkatan produksi.
Selain itu Khilafah juga akan membangun infrastruktur pertanian seperti Jalan, komunikasi dan sebagainya sehingga arus distribusi lancar. Tugas ini akan dijalankan oleh diwan 'atha (biro subsidi) dari Baitul Mal, kebijakan ini akan membantu petani menekan biaya produksi. Saat ini Petani sering rugi karena biaya produksi mahal dari pada harga jual. Belum lagi jika faktor alam yang bisa menjadi ancaman penurunan produksi.
Tak hanya intensifikasi, Khilafah juga akan melakukan ekstensifikasi berupa perluasan lahan untuk mengoptimalkan produksi dalam negeri. Ekstensifikasi adalah kebijakan perluasan lahan pertanian. Langkah ini dapat dilakukan dengan menghidupkan tanah-tanah mati (Ihya'ul mawat), pemagaran (tahjir) bila para petani tidak menggarapnya selama 3 tahun. Memberikan tanah pertanian (iqtha') yang dimiliki negara kepada siapa saja yang mampu mengolahnya.
Khilafah juga bisa melakukan alih fungsi lahan pertanian yang sudah melalui proses kajian AMDAL seperti alih fungsi rawa dan merekayasanya menjadi lahan pertanian lalu dibagikan kepada rakyat yang mampu mengolahnya. Kebijakan ini pernah dilakukan di masa Khalifah Umar Bin Khattab di Irak dan agar harga pangan dapat terjangkau oleh konsumen, Khilafah akan menghilangkan semua hal yang mendistorsi mekanisme pasar seperti penimbunan, intervensi harga dari para importir dan asosiasi pedagang, monopoli para kartel dan mafia pangan.
Harga barang akan dibiarkan mengikuti hukum pasar, artinya sebuah harga barang ditentukan oleh harga supply and demand (penawaran dan permintaan). Harga akan turun jika stok barang melimpah sedangkan permintaan sedikit dan sebaliknya harga akan naik jika stok barang sedikit sedangkan permintaannya banyak. Sehingga untuk menjaga stabilitas harga Khilafah boleh melakukan intervensi supply and demand, sebagaimana yang pernah dilakukan Khalifah Umar ketika kota Madinah diserang paceklik, beliau mengirim surat kepada para gubernurnya untuk mendatangkan makanan dari daerahnya ke Madinah. Alhasil dengan mekanisme seperti ini produsen tetap mendapatkan keuntungan dan Konsumen juga tetap bisa menjangkau harganya.
Wallahu'alam.
Komentar
Posting Komentar