Ketahanan Pangan dan Regenerasi Petani, Mampukah Terwujud?

Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I.

(Pemerhati Masalah Sosial)


Sektor pertanian dalam arti luas tengah menjadi fokus pembangunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) di bawah kepemimpinan Edi Damansyah dan Rendi Solihin. Melalui RPJMD 2021-2026 Kukar Idaman. Yakni untuk meningkatkan produktivitas pertanian, serta mewujudkan impian dalam menjadikan Kukar sebagai lumbung pangan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) (Prokal.co, 20/02/2024).


Banyak upaya yang telah dilakukan Pemkab Kukar untuk mewujudkan impian ini. Mulai dengan mengoptimalkan lahan pertanian, peternakan serta perikanan. Hingga menyalurkan bantuan seperti sarana prasarana untuk menunjang produktivitas kepada petani, peternak dan nelayan. Kini, Pemkab Kukar tengah mempertimbangkan rencana untuk menanamkan ilmu pertanian di bangku sekolah. Rencana ini diungkapkan langsung oleh Bupati Kukar Edi Damansyah yang mendapat dukungan langsung dari Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik. 


Dengan adanya rencana tersebut diharapkan bukan hanya mengoptimalkan petani tradisional menjadi petani modern. Namun juga bagaimana regenerasi dari kelompok pemuda tani hingga petani milenial terwujudkan. Yakni dengan terus memberikan edukasi, pemahaman bahwa pertanian tidak identik dengan lumpur. Tetapi sekarang telah beralih ke manajemen dan teknologi.


Petani Terancam Punah


Sektor pertanian memiliki potensi yang sangat tinggi dan menjanjikan di Kukar. Terlebih, Kukar yang kaya akan sumber daya mineral pastinya suatu saat akan habis. Maka, pertanian sangat diharapkan menjadi solusi pengganti sekaligus penopang perekonomian kedepannya. Namun nampaknya, harapan tersebut akan sulit diwujudkan. Pasalnya, keberadaan petani terancam punah. Bahkan, regenerasi petani masih menjadi salah satu tantangan besar yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah agar mampu mewujudkan ketahanan pangan.  


Di Kukar pun kini di ambang krisis petani karena mayoritas petani berusia di atas 40 tahun. Kondisi ini turut menjadi akumulasi penurunan lahan produksi padi sawah di Kukar. Diketahui sebenarnya Kukar memiliki 68.384 petani yang tersebar di 18 kecamatan. Sebagaimana dicatat Badan Statistik (BPS) Kaltim 2019. Sebanyak 6.432 orang atau 9 persen berusia lebih dari 65 tahun. Lalu 12.736 orang atau 18,6 persen, berusia 55-64 tahun. 


Selanjutnya 20.650 orang atau 30,2 persen berusia 45-54 tahun. Kelompok umur petani di Kukar selanjutnya adalah 19.879 orang atau 29 persen berusia 35-44 tahun dan 8.158 orang 11,9 persen berusia 25-34 tahun. Dan hanya ada 529 orang 0,77 persen petani Kukar yang berusia di bawah 25 tahun (Penakaltim.id, 12/02/2023).


Profesi petani memang kurang diminati oleh generasi muda yang seharusnya menjadi penerus berkelanjutan. Mereka lebih cenderung memilih untuk bekerja di industri, perkantoran dan perusahaan retail dibanding bercocok tanam. Menurut mereka, pertanian membutuhkan modal yang besar dengan hasil usaha tani yang bisa dibilang 'tebak-tebakan'. Mereka pun beranggapan bertani kurang mampu menyejahterakan. 


Alasan yang dikemukan tersebut sebenarnya menggambarkan realitas keadaan para petani saat ini yang mana kesejahteraan bagi mereka masih menjadi tanda tanya. Harga komoditas yang cenderung tidak stabil dan infrastruktur pertanian yang kurang memadai kerap membuat pendapatan petani sangat rendah. Sehingga keluarga petani sering kali tidak sejahtera dan hidup dalam lubang kemiskinan. Apalagi adanya kebijakan impor membanjiri negeri, walhasil para petani tinggal gigit jari. Maka tidak heran, tak sedikit petani beralih profesi menjadi buruh sawit atau membuka usaha lainnya.


Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rendahnya pendapatan petani adalah kepemilikan lahan. Lahan pertanian semakin sempit akibat alih fungsi lahan tuk pertambangan batu bara. Bahkan dibeberapa kawasan pertanian lahannya telah dikuasai oleh tambang baik legal ataupun ilegal. Akibatnya, mengancam lingkungan dan merusak lahan pertanian hingga berdampak pada kurangnya produksi padi hingga gagal panen. 


Jika problem kepemilikan lahan ini dibiarkan, maka upaya  regenerasi petani pun sia-sia. Sebab, meskipun ada petani milenial tapi selama sistem kepemilikan lahan tidak berubah, maka tidak akan menyolusi krisis sektor pertanian.


Untuk itu, seberapa pun usaha pemerintah dalam regenerasi petani demi mewujudkan lumbung pangan, jika support sistem dan kebijakan selalu berpihak pada oligarki serta para kapital, maka akan sulit diwujudkan. Sebab, sistem kapitalis hari ini menjadikan siapa pun bebas menguasai lahan. Bebas memiliki lahan pertanian, bebas pula memanfaatkan dan mengembangkannya. Alhasil, lahan pertanian pun dijajah habis-habisan untuk pertambangan batu bara, perumahan, infrastruktur, dan sebaginya. Pada akhirnya semua itu turut mengancam lahan pertanian dan menyebabkan kepunahan para petani. 


Islam Menyejahterakan Petani


Ada beberapa paradigma dan konsep penting dalam mengatur lahan pertanian dan menanggulangi alih fungsi lahan pertanian. Pertama, Islam memandang tanah memiliki tiga status kepemilikan. Tanah yang boleh dimiliki individu seperti lahan pertanian; tanah milik umum yaitu yang di dalamnya terkandung harta milik umum seperti tanah hutan, tanah yang mengandung tambang dengan jumlah yang sangat besar, tanah yang di atasnya terdapat fasilitas umum seperti jalan, rel kereta; dan tanah milik negara, di antaranya tanah yang tidak berpemilik (tanah mati), tanah yang ditelantarkan, tanah di sekitar fasilitas umum, dll. Berdasarkan konsep kepemilikan ini, maka tidak diperbolehkan tanah hutan diberikan izin konsesi kepada swasta/individu baik untuk perkebunan, pertambangan, maupun kawasan pertanian.


Kedua, terkait lahan pertanian, Islam memandang kepemilikan lahan sejalan dengan pengelolaannya. Ketika seseorang memiliki lahan namun tidak dikelola, maka hak kepemilikannya bisa dicabut. Hal ini berdasarkan nas ijmak Sahabat: “Orang yang memagari tanah tidak berhak lagi (atas tanah tersebut) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.” Karena itu pula, Islam melarang menyewakan lahan pertanian berdasarkan hadis: “Rasulullah SAW. telah melarang pengambilan sewa atau bagian atas tanah.” (HR Muslim).


Ketiga, untuk menjamin terkelolanya seluruh lahan pertanian secara maksimal dan kontinu, negara Islam akan menjamin secara penuh. Caranya dengan memberi bantuan bagi petani hal apa saja yang diperlukan baik modal, saprodi, hingga infrastruktur pendukung. Semua disediakan dengan murah bahkan gratis. Negara juga melakukan pemberdayaan penelitian melalui ilmuwan-ilmuwan yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas panen, pengaturan distribusi panen agar harga stabil, hingga kebijakan impor pangan yang tak merugikan petani. Maka, dengan jaminan seperti ini, tidak akan terjadi penjualan atau alih fungsi lahan oleh petani.


Demikianlah kebijakan Islam dalam tata kelola pertanian. Seluruh pengaturan tersebut dilakukan oleh negara semata-mata untuk meriayah kebutuhan rakyat, sehingga kesejahteraan akan dirasakan oleh masyarakat dan para petani. Wallahua'lam bishshawab




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak