Pemilu Menelan Korban, Rakyat Tumbal Demokrasi



Oleh : Nurhalisa, S.Pd (Aktivis Dakwah Kampus

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan mencatat peningkatan signifikan petugas Pemilu 2024 yang mengalami sakit sejak hari pencoblosan 14 Februari. Sebanyak 3.021 orang sakit dan empat orang meninggal dunia. Berdasarkan data Dinkes Sulsel per 18 Februari 2024 ini tercatat sebanyak 163 orang dari Bawaslu yang sakit. Kemudian 1.397 orang dari KPPS, 167 orang dari Linmas, 592 orang dari pemilih, 139 orang dari petugas keamanan, 68 orang dari PPK, 287 orang dari PPS dan 208 orang dari saksi. Salah satu korban yang meninggal ialah Azis Dzulfiyansyah yang merupakan anggota KPPS di Desa Jenne Maeja, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu. Lukman selaku kepala desa Jenne Maeja menyampaikan bahwa Setelah dua hari pasca pemungutan suara, kesehatannya menurun kemungkinan disebabkan karena kelelahan, dan akhirnya meninggal dunia.

Hingga Rabu (21/02) petang, tercatat terjadi peningkatan jumlah petugas pemungutan suara yang meninggal berdasarkan data laporan harian kesehatan petugas pemilihan umum 2024 dari Kementerian Kesehatan yakni sebanyak 94 petugas yang meninggal. KPU Sebut Faktor Kematian Anggota KPPS karena Kelelahan di Pemilu 2024. Pernyataan KPU ini tentu sama saja dengan pernyataan ketua KPU 5 tahun lalu. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkap jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 lalu 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit. Menurut dia, beban kerja di Pemilu 2019 cukup besar sehingga menjadi salah satu faktor banyak petugas yang sakit atau meninggal dunia. Hal ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemilu dalam demokrasi masih mengulang kesalahan yang sama. Bahkan meskipun mengalami perubahan laporan ke bentuk digital yang tentunya mengeluarkan dana yang cukup besar.
Imbas dari proses pemilihan umum merupakan bukti nyata buah demokrasi yang rusak. Terlebih lagi jika alasan kesehatan yang menurun akibat kelelahan masih menjadi faktor penyebabnya. Padahal jika kita teliti lebih jauh, gaji petugas KPPS tidak sebanding dengan nyawa yang dipertaruhkan.
Hal ini tentu berbeda dalam Sistem Islam. Islam sebagai agama yang komprehensif telah mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, tidak hanya dalam masalah individual namun juga masalah kenegaraan. Dalam Islam juga telah terdapat tuntunan mekanisme pemilihan kepala negara. Walaupun Al-Quran dan Al-Hadits tidak memberikan secara tekstual mekanisme pemilihan tersebut, namun secara implisit ia telah diatur dalam aturan fiqh Islam. Dari praktek yang telah disepakati oleh umat Islam maka bisa ditarik satu kesimpulan bahwa mekanisme pemilihan kepala negara didasarkan kepada bimbingan wahyu dan kesepakatan ijma para shahabat Nabi.
Pada dasarnya dalam konsep pemerintahan Islam, semua anggota masyarakat harus ikut berperan serta dalam memilih khalifah. Tetapi dalam perkembangan sejarah, seiring dengan meluasnya wilayah Islam, mengumpulkan semua orang dalam satu waktu dan dalam satu tempat untuk bermusyawarah menjadi hal yang tidak mungkin. Oleh karena itu, seluruh anggota masyarakat diwajibkan untuk memilih wakil mereka dalam memilih khalifah sebagai pemimpin, wakil dari umat ini dinamakan dengan Ahlul Hal wal Aqd. Wakil-wakil rakyat ini terdiri dari utusan dari berbagai golongan masyarakat dan harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut antara lain adil, mengenal dengan baik para calon khalifah yang akan dipilih, dan kemampuan serta kebijaksanaan mereka dalam mengambil keputusan dan menentukan siapa yang pantas untuk menjadi pemimpin umat. Proses pemilihan tersebut dapat dipastikan tidak menelan korban dan akan mendapatkan pemimpin yang adil dan bertanggung jawab. Khalifah akan menjalankan kepemimpinannya demi kepentingan umat yang dipimpinnya.

Wallahu'alam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak