SENJATA TEMPUR TERBAIK ITU TAKLUK SYARIAH
Oleh: Ibnu Rusdi (Pengamat Sosial dan Politik)
Kemenangan pertempuran ditentukan oleh banyak faktor. Di antaranya adalah: besarnya jumlah personil, soliditas pasukan, perlengkapan perang dan kadar kecanggihan senjatanya, keahlian mengatur strategi, pengenalan detail medan pertempuran, dan pengalaman tempur kesatuan pasukannya.
Siapa yang lebih sempurna menyiagakan piranti yang menjadi asbab keunggulan sebagaimana unsur-unsur di atas, maka secara hitungan logika pasukannya 'pasti' keluar sebagai pemenang. Sehingga berbagai upaya penemuan senjata pemusnah supercepat, latihan perang dengan frekwensi tinggi, penguasaan teknologi informasi dan sebagainya-sebagainya, dilakukan oleh terutama negara-negara pengemban ideologi dan negara-negara para raksasa ekonomi agar bangsanya senantiasa menjadi jawara jika perang harus terjadi.
Semua faktor kausalitas "menang perang" itu diakui sepenuhnya dalam semua peradaban, termasuk Islam. Akan tetapi, kaum Muslimin memiliki kekuatan puncak pengantar kemenangan yang tidak dimiliki oleh pasukan bangsa lain, baik bangsa-bangsa itu maju sendiri-sendiri maupun berkomplot untuk melakukan agresi berjamaah.
Dalam tebaran kisah peradaban, jelas bagi seluruh penghuni bumi, bahwa sepanjang kekuasaan Islam semenjak tegak Daulah Madinah hingga Turki Utsmani 13 abad berikutnya, sungguh-sungguh telah menuliskan catatan perang paling tebal manakala seluruh lawan yang mencoba menghadang dakwah Islam ke segenap penjuru dunia dilumpuhkan satu demi satu.
Kaum Muslimin melakukan persiapan terbaiknya dalam kapasitas yang bisa disanggupi. Keterbatasan alamiah sebagai 'Negara Belia" tidak menggentarkan mereka menjadi bernyali kelinci menghadapi banteng dan singa. Faktor puncak kemenangan melapisi akal, jiwa dan perilaku harian mereka. Deskripsi pasukan elit ini digambarkan salah satunya oleh Khalifah Umar bin Khattab saat memberikan tausiyah pemberangkatan kepada para tentara kaum Muslimin.
Menduplikasi permakluman dari beliau, "Bertakwalah kepada Allah dan jangan sekali-sekali mendurhakaiNya. Kalian akan menghadapi pasukan yang jumlahnya jauh lebih besar. Mereka memiliki persenjatan lebih baik dari kita. Strategi dan pengalaman tempur mereka jauh melebihi kita. Mereka mengenali dengan baik seluk-beluk medan, sementara kalian akan mendatangi wilayah mereka. Sungguh, jika tidak karena dosa-dosa mereka mendurhakai Allah, kalian tidak pernah memiliki harapan memenangkan pertempuran. Jika kalian juga berbuat maksiat sebagaimana yang mereka lakukan, maka kalian akan mudah dihancurkan."
Militer kaum Muslimin memang mencatatkan kesejarahannya yang gemilang. Dakwah dan jihad di jalan Allah sebagai prinsip politik luar negerinya menyumbangkan terwujudnya pemerintahan adidaya dengan wilayah kekuasaan yang teramat luas. Satu demi satu imperium besar pada masanya ditaklukkan di bawah peristiwa pertempuran yang agung dan santun. Persia, Romawi, Shan'a, secara bergiliran bertekuk lutut menyerahkan inci demi inci wilayahnya.
Formasi dan profil pasukan yang dideskripsikan Amirul Mukminin Umar bin Khattab di atas, tentunya bukan imajinasi belaka. Kemenangan yang berhasil direnggut oleh pasukan jihad dengan jumlah personil jauh lebih sedikit daripada lawannya, dimulai dari peristiwa Badar ketika 313 tentara Madinah mampu melumpuhkan 1000 orang tentara Quraisy.
Keunggulan "pasukan kecil" Islam berlanjut masa ke masa. Dari satu khalifah ke lain khalifah. Perang Tabuk, perang Buwaib, pembebasan Andalusia oleh 30 ribu pasukan kaum Muslimin atas 200 ribu pasukan Spanyol, perang Ain Jalut yang memaksa pasukan Tatar terjungkal, penaklukan konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih dan keperkasaan Shalahuddin Al Ayubi yang menjadi sebagian legenda perang Salib.
Satu di antara luka paling dalam yang ditorehkan pasukan Muslimin agaknya dirasakan persekutuan Eropa di lembah Mohacs. Koalisi besar Eropa yang terdiri atas Hongaria, Rumania, Kroasia, Buhemia, Kekaisaran Romawi, negara kepausan dan Polandia, berhadapan dengan pasukan Turki Utsmani yang dipimpin langsung oleh Sultan Sulaiman Al Qanuni.
Sultan Sulaiman membagi 100 ribu prajuritnya menjadi tiga barisan. Pasukan Inkisyariah pada garda terdepan, mereka adalah prajurit pilihan. Barisan kedua diisi pasukan berkuda dengan senjata ringan dan pasukan infanteri. Lapis ketiga adalah dirinya bersama pasukan meriam.
Koalisi Eropa menyerang setelah waktu Ashar. Sultan memerintahkan pasukan Inkisyariah bertahan selama satu jam, kemudian mereka dikomando untuk lari. Beliau perintahkan pasukan lapis kedua agar membuka jalan pelarian ke kiri dan ke kanan, bukan ke belakang.
Benar. Pasukan Inkisyariah bertahan dengan gagah berani. Mereka berhasil sempurna menghancurkan kekuatan Eropa pada dua penyerangan bertubi-tubi. Dalam satu serangan saja, 20 ribu prajurit Eropa terjungkal.
Kemudian kekuatan inti pasukan Eropa serempak menyerang. Tibalah saat melarikan diri dan dibukalah jalan lari ke kiri dan ke kanan. Pasukan Inkisyariah mundur diikuti pasukan infanteri, sehingga jantung Utsmani benar-benar terbuka. Masuklah sekaligus 100 ribu pasukan Eropa menuju jebakan kaum Muslimin.
Dan inilah awal 'pembantaian' itu. Mereka langsung berhadapan dengan meriam-meriam pasukan Utsmaniyah tanpa mereka sadari. Meriam-meriam itu langsung menyalak menyambut 100 ribu pasukan Eropa yang tanpa sadar telah masuk perangkap. Tidak sampai satu jam musnahlah pasukan Eropa, dihantam meriam dari segala arah.
Demikianlah kiranya. Kisah keperkasaan militer kaum Muslimin yang luarbiasa. Aroma jihad yang berurat berakar di dalam dada menjelmakan masing-masing mereka seekor kuda tangguh di medan laga. Menjadi banteng yang pemberani sekaligus seekor rusa yang bergerak lincah. Sulit terbayangkan kecamuk di dada para prajurit penghalang dakwah ketika harus berhadapan dengan mereka.
Dunia menyadari sepenuhnya bahwa para pengikut Muhammad saw itu adalah suatu kaum yang begitu mencintai "mati bertempur" sebagaimana musuh-musuhnya begitu mencintai dunianya. Siapakah yang akan sanggup bertahan dari gempuran segolongan ksatria yang merangsek ke tengah-tengah musuh sambil mengharapkan dirinya dijemput ajal?
Perasaan gentar bangsa-bangsa penentang Islam itu digambarkan dalam mafhum Sang Nabi saw: "Aku ditolong Allah dengan rasa takut di dada musuh sejauh jarak satu bulan perjalanan." Allahu Akbar!@
•••••••••••
Komentar
Posting Komentar