Bansos Solusi Tambal Sulam, Ekonomi Kapitalisme Kelam

 


Oleh: Devi Ramaddani

(Pemerhati Sosial)

Sebanyak 7.363 KK masuk dalam data rentan terdampak inflasi dan ditetapkan sebagai penerima bantuan sosial (bansos) inflasi. Bansos ini diserahkan oleh Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas'ud didampingi Kepala Dinas Sosial Kota Balikpapan dan seluruh Camat se Kota Balikpapan, Kamis (8/2/2024) di Aula Kecamatan Balikpapan Barat.


Wali Kota Rahmad Mas'ud mengatakan, inflasi Kota Balikpapan adalah yang tertinggi di Kalimantan Timur. Yaitu mencapai 3,46. Angka ini juga lebih tinggi daripada nasional, yaitu 2,6. Sehingga Balikpapan menempati peringkat ke-9 nasional.


"Sehingga Pemerintah Kota Balikpapan mengambil dua langkah cepat dalam intervensi kebijakan pengendalian inflasi. Yaitu operasi pasar, guna menjaga stabilitas harga dan pasokan bahan pokok. Kemudian memberikan bansos pengendalian inflasi yang bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat," katanya. (https://bsw.balikpapan.go.id/news/9471-wali-kota-bagikan-bansos-pada-7363-kk-rentan-inflasi).


Bansos merupakan program pemerintah yang sudah lama berjalan. Penyalurannya pun memunculkan banyak masalah mulai dari tidak meratanya penyaluran, tak tepat sasaran, adanya pemotongan dana bantuan, belum lagi terdapat dugaan manipulasi data yang sangat rawan dengan korupsi.


Pemberian bansos merupakan upaya tambal sulam untuk mengatasi problem ekonomi seperti inflasi. Karena pemberian bansos hanya solusi pragmatis bukan sistemis. Lihat saja, secara data kemiskinan terus bertambah. Standar pemberian bansos pun dinilai tidak manusiawi.


Disuguhkan solusi bansos tidaklah cukup, karena hanya sementara sedangkan kebijakan pemerintah  jangka waktu lama berefek menambah  beban ekonomi rakyat. Meskipun ratusan triliun digelontorkan untuk bansos tidak akan menyelesaikan masalah kemiskinan sebab tidak menyentuh akar permasalahannya.


Sistem kapitalisme yang berlandaskan asas manfaat yang menjadi biang keladinya. Karena sistem ini menerapkan sistem politik dan ekonomi kapitalisme yang hanya memihak kepada oligarki (penguasa dan para pemilik modal). Mau  dengan model strategi dan kebijakan apa pun, jika paradigma kepemimpinan dan pengurusan urusan rakyat tetap berkiblat pada kapitalisme, posisi rakyat akan selalu dikesampingkan. Kesehatan, kesejahteraan, pengangguran, kemiskinan, dan segudang problem sosial lainnya akan terus membayangi negeri ini selama kapitalisme berdiri.


Berbeda halnya dengan ekonomi Islam, kebijakan dibuat untuk kesejahteraan rakyat. Negara sebagai pengatur urusan umat. Dalam hal ini, negara menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok atau dasar rakyat serta kesempatan terpenuhinya kebutuhan seconders seluruh rakyat, orang per orang (tanpa memandang ras, suku, dan agama) secara menyeluruh. 


Jaminan pemenuhan kebutuhan dasar diberikan oleh negara dengan mekanisme tidak langsung. Sesuai ketentuan syariat Islam, yaitu dengan 3 strategi kebijakan:


Pertama, Islam menetapkan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan primer individu berupa sandang, pangan, dan papan kepada individu dengan cara mewajibkan setiap pria yang balig, berakal, dan mampu, untuk bekerja. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, melainkan berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya.


Kedua, jika individu tersebut tidak mampu dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka beban tersebut dibebankan kepada ahli waris dan kerabat dekatnya.


Ketiga, jika dengan strategi kedua kebutuhan pokok tersebut belum terpenuhi, maka beban beralih ke negara. Negara wajib menanggung pemenuhan kebutuhan orang tersebut menggunakan harta yang ada di kas baitulmal, termasuk harta zakat.


Sistem Islam mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya alam secara mandiri. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga bagian, yaitu kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu. Kepemilikan umum mencakup segala hal seperti sungai, laut, hutan, dan.lain-lain.


Juga termasuk fasilitas yang menjadi hajat hidup orang banyak seperti jalan, masjid, barang tambang, dan sebagainya. Untuk harta kepemilikan umum, negara wajib mengelolanya dan mengembalikan hasilnya untuk pemenuhan kebutuhan rakyat. Rasulullah saw. bersabda : "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).


Adapun dalam pendistribusian kekayaan akan dibagikan secara merata. Negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Contohnya, negara memberikan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu untuk mengelolanya. 


Bahkan, setiap individu berhak menghidupkan tanah mati dengan menggarapnya yang dengan cara itu ia berhak memilikinya. Sebaliknya, negara berhak mengambil tanah pertanian yang ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut oleh pemiliknya. Pengaturan ini akan mewujudkan distribusi kekayaan, sekaligus menciptakan produktivitas SDA dan SDM yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan.


Islam telah mengatur secara terperinci upaya mengatasi kemiskinan struktural dengan pemenuhan kebutuhan dasar bagi rakyat. Jika semua mekanisme ini berlaku, tidak perlu ada bansos. Kalaulah ada, sifatnya temporal dan diberikan kepada mereka yang benar-benar terkategori miskin atau fakir menurut pandangan Islam. 

Wallahu a'lam bishawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak