Dengan Islam, Ketahanan Pangan Bukanlah Angan
Oleh Hartatik
Pemerhati Sosial
Sektor pertanian dalam arti luas tengah menjadi fokus pembangunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) di bawah kepemimpinan Edi Damansyah dan Rendi Solihin. Melalui RPJMD 2021-2026 Kukar Idaman. Yakni untuk meningkatkan produktivitas pertanian, serta mewujudkan impian dalam menjadikan Kukar sebagai lumbung pangan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur.
Banyak upaya yang telah dilakukan Pemkab Kukar untuk mewujudkan impian ini. Mulai dengan mengoptimalkan lahan pertanian, peternakan serta perikanan. Hingga menyalurkan bantuan seperti sarana prasarana untuk menunjang produktivitas kepada petani, peternak dan nelayan. Kini, Pemkab Kukar tengah mempertimbangkan rencana untuk menanamkan ilmu pertanian di bangku sekolah.
Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Edi Damansyah, menyampaikan keinginannya menjadikan ilmu pertanian sebagai muatan lokal (mulok) di Sekolah. Bahkan, kabarnya keinginan ini juga sudah mendapat restu dari Pejabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Akmal Malik.
Edi mengatakan, rencana ini sebenarnya sudah ada sejak dua tahun lalu. Namun sampai saat ini rencana ini masih belum mendapat tindak lanjut secara serius. Padahal, ia merasa sektor pertanian memiliki potensi yang sangat besar di Kukar. Mengingat dalam jangka panjang, sektor Sumber Daya Alam (SDA) mineral yang selama ini menjadi andalan pasti akan habis (radarkukar.com, 19/02/24)
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, karena pertanian adalah pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, sumber energi, dan untuk mengelola lingkungan hidup. Salah satu hasil terbesar dari pertanian adalah padi, padi bisa ditanam dalam area persawahan atau biasa dibilang lahan sawah.
Lahan sawah memiliki banyak fungsi untuk kehidupan manusia maupun lingkungan. Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain sebagai penghasil bahan pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan, tempat bekerja, tempat rekreasi, tempat mencari ilmu, dan lain sebagainya.
Tetapi fakta saat ini banyak lahan sawah beralih fungsi menjadi lahan pembangunan. Hal itu sangat mengkhawatirkan, karena jika lahan sawah beralih fungsi apalagi tanah yang masih produktif tentu akan memberikan banyak dampak.
Alih fungsi lahan dapat terjadi karena petani yang hidup kurang Sejahtera dari hasil lahan mreka sehingga menjual lahan produktifnya. Menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), alih fungsi lahan pertanian mencapai 90.000 hingga 100.000 hektar setiap tahun. Saat ini diketahui, luas lahan baku sawah (LBS) telah mengalami penyusutan, termasuk 8 provinsi sentra beras nasional,yakni Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Darah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Terlihat pada 2019, total LBS di 8 provinsi itu mencapai 3,97 hektare (ha), sedangkan pada 2021 susut menjadi 3,84 juta ha.
Faktor dominan penyebab alih fungsi lahan sangat komplek dan dinamis, serta bervariasi antar ruang dan waktu. Selain itu mindset (pola pikir) petani bahwa profesi petani diidentikkan dengan kemiskinan kurang pendidikan dan profesi orang tua. Faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah faktor alam dari faktor konversi lahan yang disebabkan kebijakan Pembangunan.
Usaha pemerintah dalam bidang pertanian tidak sinkron dengan bidang lain/pertambangan. Padahal, pertambangan batubara dan kegiatan pertanian merupakan dua kegiatan ekonomi yang tidak dapat dilakukan secara berdampingan. Kegiatan pertanian membutuhkan ekosistem yang baik dengan ketercukupan air yang baik pula.
Sebaliknya kegiatan pertambangan adalah untuk mengeksploitasi dengan menghancurkan ekosistem yang ada. Dengan kata lain, kegiatan pertambangan batubara justru penyebab hancurnya kegiatan pertanian. Hal itu disebabkan pertambangan batubara terutama yang dilakukan secara terbuka telah merusak lingkungan. Aktivitas pertambangan membutuhkan lahan dengan bentangan yang cukup luas. Untuk mengambil potensi sumberdaya alam yang ada, permukaan tanah harus dibuka dan dipindahkan ke tempat lain. Maka dibutuhkan aturan yang jelas dan tegas agar
Penguasa dalam sistem kapitalisme saat ini gagal dalam mengantisipasi dan mewujudkan ketahanan pangan. Kapitalisme hanya menekankan kepada keuntungan minim kepengurusan. Menjadikan negara, hitung-hitungan dengan rakyat. Maka tidak akan maksimal memenuhi kepentingan rakyat termasuk petani.
Kapitalisme hanya berpihak kepada para pemilik modal. Walaupun alih fungsi lahan pertanian yang tak terkendali membahayakan bagi keberlangsungan pertanian, nyatanya pembangunan terus melaju menggerus lahan subur dan mengurangi daerah resapan air. Tidak ada yang gratis dalam sistem kapitalis. Pupuk bersubsidi disediakan terbatas. Kadang dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Kesulitan petani tidak berhenti pada hal di atas. Setelah panen dipermainkan oleh para spekulan. Kalaupun harga beras tinggi, kesejahteraan tidak pernah berpihak kepada petani.
Dalam hal ini seharusnya negara bersikap tegas, dengan memiliki konsep yang jelas bagaimana menciptakan kemandirian dan ketahanan pangan. Tetapi sayang hal ini tidak terwujud justru negara menjadi fasilitator bagi investor, developer, dan bagi pemilik modal lain yang ingin mengembangkan usahanya.
Dalam Islam, negara akan mempertahankan lahan pertanian yang sudah ada dan akan melakukan perluasan dalam rangka mewujudkan ketahanan dan keamanan pangan, Sektor pertanian akan betul-betul diperhatikan penguasa dengan jaminan pengelolaan SDAE milik umat, misalnya tanah yang tidak dikelola silakan dikelola. Sektor ini pun akan menjadi sumber pendapatan tetap negara.
Islam mewujudkan ketahanan pangan dan memiliki paradigma yang berbeda dalam mengatur pangan sehingga mampu mewujudkan pemenuhan pangan bagi seluruh rakyatnya, termasuk didalamnya jaminan stabilitas harga. Adanya jaminan di dalam Islam ini disebabkan politik ekonomi Islam memang menegaskan bahwa tujuannya adalah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat, pelaksanaannya wajib berada di puncak negara.
Secara terperinci pengaturan Islam tegak pada dua pilar sistemnya yaitu politik dan ekonomi yang keduanya sangat berbeda dengan kapitalisme neoliberal. Dalam Islam tanggung jawab pengaturan pangan berada sepenuhnya dipundak negara.
Rasulullah SAW,telah menegaskan dalam sabdanya "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya "(HR Muslim dan Ahmad).
Politik pangan Islam untuk menstabilkan harga juga sangat terkait dengan penerapan pada aspek produksi,kemampuan negara dalam mengendalikan harga ditentukan penguasaannya terkait pasokan oleh karena itu negara wajib hadir mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi.
Sejalan dengan itu sistem ekonomi Islam pun diberlakukan, diantaranya mengatur kepemilikan harta sesuai syariat Islam,sistem pengembangan harta yang syar'i, sistem mata uang berbasis emas dan perak dan sebagainya. Buah penerapan sistem ekonomi ini akan menghilangkan akumulasi harta pada segelintir orang dan perekonomian akan tumbuh karena modal benar-benar diberdayakan pada sektor riil termasuk pertanian.
Dengan begini, maka kemandirian pangan bukanlah hal utopis untuk diwujudkan dalam negara dengan cara pandang Islam. Wallahu alam
Komentar
Posting Komentar