Kasus Bullying Tak Terkendali, Islam Solusi Pasti

Kasus Bullying Tak Terkendali, Islam Solusi Pasti 


Oleh : Risnawati (Pegiat Literasi) 

Sebuah ironi, terjadi lagi kasus bullying. Kali ini pelaku adalah anak perempuan. Seperti dilansir dalam laman Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polresta Barelang, Kepulauan Riau menangkap empat orang wanita terduga pelaku tindakan perundungan atau bullying dengan kekerasan terhadap anak di Batam. Kapolresta Barelang, Kombes Nugroho Tri mengatakan, empat pelaku tersebut, yaitu saudari N (18), RRS (14), M (15), dan AK (14).  Mereka diduga terlibat kasus perundungan anak di Batam yang videonya viral di media sosial. 

"Tim dari Reskrim Polresta Barelang maupun Polsek Lubuk Baja bertindak cepat dengan laporan adanya dua korban yang mengalami penganiayaan berinisial SR, 17 tahun dan EF, 14 tahun," kata Nugroho dilansir dari Antara, Minggu (3/3/2024). 

Telaah Akar Masalah 

Miris, anak perempuan di bawah umur menjadi pelaku bullying terhadap sesama perempuan. Karena pelaku anak-anak, maka diterapkan hukum peradilan anak, dan anak sebagai anak berhadapan hukum, dengan sanksi yang lebih rendah. Model sistem peradilan seperti ini, yang merujuk pada definisi anak adalah di bawah usia 18 tahun menjadi celah banyaknya kasus bullying yang tak membuat jera pelaku. Anak menjadi pelaku kekerasan menggambarkan lemahnya pengasuhan dan gagalnya sistem Pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. 

Maraknya bullying anak bukan hanya disebabkan karena pola pendidikan dikeluarga, tapi juga karena iman yang lemah, bahkan sudah tidak lagi memiliki adab dan akhlak yang baik, ditambah dengan kondisi lingkungan yang tidak kondusif tidak bisa terkendali. Mereka juga dipengaruhi oleh gaya hidup di tempat tinggalnya atau di sekolah mereka. Seperti, menampakkan eksistensi diri di lingkungan mereka. Mereka dengan mudahnya melakukan kekerasan karena telah hilang nilai-nilai moral dan kehilangan rasa perikemanusiaan. Akhirnya begitu saja melakukan kekerasan yang melukai orang lain, bahkan hingga ada yang merenggut nyawa. 

Disisi lain, kasus-kasus bullying terkesan diselesaikan dengan cara mudah dan tidak memberi efek jera. Hukuman yang sifatnya hanya nasehat, tidak akan memperbaiki kondisi bullying anak yang terjadi di negeri ini. Sehingga para pelaku perundungan tersebut, tidak lagi takut untuk mengulang hal yang sama. Lebih disayangkan lagi, para pelaku aksi bullying masih dianggap sebagai anak-anak. Itu disebabkan undang-undang yang berlaku usia 18 tahun masih dikategorikan anak-anak, sehingga tidak terkena hukuman. Hanya dianggap sebagai kenakalan remaja biasa.

Maka, benar bahwa keluarga dan lingkungan masyarakat berpengaruh besar bagi maraknya kasus bullying yang dilakukan anak. Karena, orang tua sibuk bekerja sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna, juga mudahnya anak mengakses informasi lewat internet, berperan atas terjadinya kasus bullying. 

Akan tetapi, sesungguhnya ini semua hanyalah dampak. Akar masalahnya adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Asas sekularisme telah mencabut nilai-nilai moral dan agama. Asas ini akhirnya melahirkan liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku sehingga aturan agama makin terpinggirkan. Begitu juga sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak peserta didik yang berkualitas, kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan tanpa memperhatikan aspek agama, justru melahirkan generasi yang banyak masalah. Belum lagi aturan dan kebijakan penguasa yang kental dengan liberalisme, tidak memperhatikan nilai-nilai agama memberi andil besar makin maraknya kasus ini. Jelaslah bahwa persoalan mendasar penyebab perundungan atau bullying adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan. 

Dengan demikian, semua ini menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalisme liberal tidak lagi bisa lagi dipertahankan. Faktanya, sistem ini telah menjadikan generasi menjadi generasi yang rusak, tak memiliki adab dan akhlak yang baik serta mulia. Padahal mereka adalah generasi yang diharapkan menjadi generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkepribadian berkualitas. Menjadi generasi yang mengemban peradaban mulia. Karena itu, kasus perundungan ini harus segera dituntaskan agar tidak berlanjut hingga lebih parah. Dan hanya Islamlah solusi yang bisa menuntaskan hingga mencabut akar persoalannya. 

Islam Solusi Tuntas 

Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme, sistem Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai asas, memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna. Islam telah menetapkan bahwa selamatnya anak dari segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Negara juga memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak-anak tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, termasuk bullying. 

Benar bahwa Islam telah memberikan kewajiban pengasuhan anak kepada ibu hingga anak tamyiz, juga kewajiban pendidikan anak kepada ayah ibunya. Akan tetapi, hal ini tidak cukup. Terwujudnya lingkungan kondusif di tengah masyarakat menjadi hal penting bagi keberlangsungan kehidupan anak. Lingkungan masyarakat yang baik akan menentukan corak anak untuk kehidupan selanjutnya. Tidak kalah penting adalah adanya peran negara. Negara Islam bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat. Umat pun mendapat jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan menyeluruh.

Islam juga memiliki sistem sanksi yang shahih yang mampu membuat jera termasuk dalam menetapkan pertanggungjawaban pelaku dalam batas balighnya seseorang atau usia 15 tahun Islam memiliki sistem yang sempurna yang menjamin terbentuknya kepribadian yang mulia baik di keluarga, sekolah maupun Masyarakat. 

Walhasil, Islam memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orang tua, namun juga perlu adanya peran dari negara dan juga masyarakat. Karena derasnya arus informasi yang sangat mudah diakses melalui media, membuat anak mudah mencontoh apa yang dilihatnya, terutama pada masa-masa pencarian jati dirinya. Semestinya, negara perlu mengambil peran dalam menyeleksi segala macam pengaruh media.  Begitu juga dengan peran orang tua pun sangat penting. Ketika anak mencari jati dirinya,maka orang tua selayaknya membantu anak dalam mencari jati dirinya.  Jangan sampai anak bingung dalam menentukan jati diri yang notabenenya mereka adalah seorang muslim, sehingga akhirnya melakukan tindakan yang tidak patut. Ibu, sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya harus mampu membentuk pondasi aqidah yang kuat dan pemahaman yang benar tentang jalan hidup mereka yang telah Allah tentukan. Begitu pun ayah, semestinya dapat ikut serta dalam melakukan pengasuhan di dalam rumah. 

Maka, dengan adanya kontrol dari negara, masyarakat dan juga keluarga, maka akan tercipta kondisi lingkungan yang kondusif bagi anak dalam mencari jati dirinya. Mereka akan tumbuh menjadi generasi sholeh/sholehah yang gemilang. Tentunya, kasus perundungan ini akan mampu dituntaskan ketika adanya pengaturan Islam secara sempurna di seluruh aspek kehidupan. Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak