Mampukah Sekolah Ramah Anak (SRA) Menghentikan Kekerasan Terhadap Anak?


 

Oleh. Ririn Arinalhaq

(Muslimah Kaltim)


Pemerintah dari dulu menyadari betul banyaknya kasus kekerasan yang terjadi menimpa anak-anak, sehingga tahun 2015 pemerintah meluncurkan program Sekolah Ramah Anak (SRA). Program tersebut bertujuan untuk menciptakan rasa aman dari tindakan diskriminasi sampai dengan segala bentuk kekerasan bagi anak-anak di lingkungan sekolah. Namun pertanyaannya mampukah SRA menghentikan kekerasan terhadap anak?


Jawabannya harus kita lihat dari fakta yang sedang terjadi saat ini. Ternyata faktanya sangat mengerikan yaitu bahwa kasus kekerasan terhadap anak ini dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Contohnya saja apa yang sedang dihadapi pemerintah Paser Kalimantan timur di mana ternyata kasus kekerasan terhadap anak meningkat yang tadinya 22 kasus di tahun 2022 menjadi 25 kasus di tahun 2023. (Mediacenter, 14/03/2024)


Bahkan selain SRA upaya yang dilakukan oleh Pemda Paser dalam menekan kasus kekerasan pada anak yaitu dengan membentuk tim satgas Perindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Padahal upaya-upaya tersebut tidaklah cukup untuk menekan kasus kekerasan seksual terhadap anak, karena akar penyebab kekerasannya  tidak tersentuh sama sekali. 


Padahal kalau kita cermati semua berasal dari akidah umat yang rusak. Hal itu disebabkan oleh penerapan sistem sekuler liberalisme yaitu agama harus dipisahkan dari kehidupan sehingga masyarakat bebas melakukan apa saja walaupun perbuatannya itu bertentangan dengan norma agama. 


Kebebasan itu pun didukung oleh pendidikannya yang juga sekuler dimana orientasi pendidikannya hanya berfokus pada pencapaian materi saja, sehingga output yang dihasilkannya manusia yang tidak bertakwa dan bermoral. Walhasil kita banyak menyaksikan anak-anak yang senang melakukan diskriminasi, Bulyying sampai anak-anak yang hobi menganiaya temannya.


Tidak dengan Islam, Islam adalah agama yang terdiri dari akidah dan seperangkat aturan. Di dalam Islam pemimpin sangatlah bertanggung jawab terhadap rakyatnya, sehingga pemimpin dalam Islam akan sangat memperhatikan akidah rakyatnya karena ia tahu bahwa dirinya adalah pengurus rakyat sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR  Bukhari)


Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh pemimpin untuk meningkatkan kualitas keimanan rakyatnya adalah melalui pendidikannya. Dengan menerapkan sistem pendidikan Islam dimana kurikulumnya adalah akidah Islam serta sumber pengetahuannya adalah Al-Qur'an dan hadits. Sehingga output yang dihasilkannya adalah siswa yang berakidah kuat, bertaqwa serta memiliki akhlaqul karimah bahkan mereka akan senantiasa tolong menolong dalam kebaikan sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Swt. Allah Swt berfirman dalam Qs Al Maidah ayat 2 yang artinya: 

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”


Dengan ketaqwaan kepada Allah-lah tidak akan ada masyarakat yang akan berbuat dzolim kepada sesama dan kasus kekerasan kepada anak pun tidak akan tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, jika pemerintah serius ingin menyelesaikan kasus kekerasan pada anak maka yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan mengganti sistem yang mengatur kehidupan saat ini, yaitu mengganti sistem sekuler liberalisme dengan sistem yang datangnya langsung dari Allah Swt nyaitu sistem Islam. Wallahu'alam bishowwab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak