Masifnya Penambangan Perusak Lingkungan

 


Oleh: Mufiidah Amiirotur Rosyiidah

(Pemerhati Sosial)


Aksi unjuk rasa penolakan tambang ilegal telah terjadi di Dusun Sukodadi, Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (31/1/2024). Peserta aksi  sebagian besar dari kalangan perempuan,  Berjuang untuk memberantas tambang ilegal yang dianggap telah merugikan masyarakat. Di situ, ditemukan galian tambang ilegal yang bersampingan langsung dengan lahan pertanian warga. https://kaltim.tribunnews.com/2024/02/01/6-fakta-warga-tolak-tambang-ilegal-di-tenggarong-kukar-sumber-air-kering-hingga-enggan-mediasi?page=all


Warga ingin agar pemerintah dapat menutup paksa tambang ilegal tersebut, karena sudah berdampak langsung kepada masyarakat. Aktivitas tambang yang mengganggu, serta galian yang sudah mendekati pemukiman warga, dan ternyata bukan hanya satu lubang galian ilegal. Data Jatam Kaltim sejak 2018 terdapat 168 titik tambang ilegal dengan sekitar 12 juta hektare operasinya, 11 titik telah dilaporkan hingga November 2022 namun minim tindakan APH. 


Padahal lokasi tambang ilegal terletak di atas perbukitan yang di bawahnya terdapat lahan-lahan pertanian warga. Galian tambang tersebut menyebabkan hilangnya resapan air dan akan menyebabkan banjir apabila hujan deras, dimana dampaknya pastilah akan  menghambat produksi pertanian warga, hal ini dikarenakan masyarakat hanya mengandalkan dari curah hujan untuk perairan pertanian. 


Aksi ini menunjukkan kurangnya perhatian dari pemerintah. Masyarakat harus turun tangan dahulu agar ada tanggapan langsung. Seharusnya pemerintah setempat dan aparat penegak hukum bisa mengambil langkah tegas terhadap tambang batu bara tanpa izin. Karena itu jelas melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerbal). 


Namun sikap yang di ambil pemerintah melalui  jalur mediasi dirasa tidak cukup, karena ini artinya sama  dengan menyetujui terjadinya tindakan penambangan batu bara tanpa izin. Sehingga jika kita lihat kerusakan lingkungan bukan hanya soal legal atau ilegalnya penambangan akan tetapi persoalan yang mendasar adalah terjadinya eksploitasi secara masif dan tersistematis oleh negara.


Dimana negara terkesan lemah dan tak berdaya di hadapan para kapitalis,  bahkan sengaja memberikan ruang kepada pihak korporat untuk terus bisa menguasai SDA kita. Karena begitulah watak dasar dalam sistem ekonomi kapitalis negara hanya berperan sebagai regulator antara penguasa dan pengusaha.


Akibatnya eksploitasi secara besar besaran pun tak bisa dihindarkan ini dikarenakan  pengelolaan SDA milik kita diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta kususnya kepada asing,  lagi dan lagi nasib rakyatlah yang dikorbankan.


Tambang jelas merusak lingkungan, namun pelaksanaannya tidak di perhatikan. Disisi lain, Pemerintah terus menggelorakan untuk mewujudkan lumbung pangan. Akan tetapi  aktivitas penambangan malah justru mengobrak-abrik lingkungan, imbasnya dampak lingkungan dan limbahnya akan mematikan sektor pertanian.


Bukankah Allah SWT telah berfirman “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia  Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Qs :Ar Rum :41 


Ya kerusakan alam dan lingkungan saat ini adalah akibat dari pada perbuatan tangan-tangan kita sendiri, sifat rakus dan ketamakan telah menggelapkan mata sehingga rasa kepedulian terhadap lingkungan pun semakin jauh dari kehidupan kita. Ini semua akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang ditopang dengan aqidah sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan maka tak heran jika banyak sekali terjadi kerusakan disana sini.


 

Oleh karenanya  hal ini butuh peran negara dalam melaksanakan perbaikan, dimana negaralah yang seharusnya  bertanggung jawab serta memperhatikan kesejahteraan rakyat dengan  memberikan kemudahan dan daya dukung terbaik melalui sistem pertanian agar rakyat bisa bekerja menghidupi dirinya  dan orang-orang yang ditanggungnya. Pembangunan yang dilakukan negara wajib memberikan penghidupan dan ruang hidup yang aman. Bukan malah memberatkan rakyat dalam memenuhi kebutuhannya. 


Mimpi Hidup sejahtera dalam sistem hari ini bagaikan panggang jauh dari pada api, sebab dalam sistem ekonomi kapitalisme menjadikan SDA  sebagai komoditas perdagangan bebas. Tentunya hal ini sangat berbanding terbalik dalam pandangan Islam, dimana sumber daya alam yang terkandung di dalamnya adalah milik umum, tidak boleh ada seorang pun yang menguasai. 


Negaralah yang berkewajiban mengelolah yang nanti hasilnya akan dikembalikan kembali kepada rakyat melalui sistem pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lain-lain yang didapatkan masyarakat secara gratis. Negara tidak akan menyerahkan pengelolaan SDA kita kepada para swasta apalagi asing.


Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “ Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud). Oleh karena itu, Kepemilikan dan pengelolaan SDA seharusnya sesuai syariat Islam, atas asas iman dan takwa para penguasa dan para aparatur negara. Andai pun terjadi penambangan maka akan disesuaikan dengan kebutuhan, bukan berdasarkan hawa nafsu dan kerakusan. 


Sehingga kerusakan lingkungan pun bisa diminimalisir sedemikian rupa, negara tidak akan membiarkan rakyat hidup dalam kesengsaraan ditengah tengah SDA yang melimpah.  Sebab dalam negara Islam berfungsi sebagai periayah atau pelayan bagi rakyat. Alhasil dilimpahkannya keberkahan oleh Allah Taala. Rakyat pun akan hidup sejahtera.  Wallahu A’lam Bishawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak