Mengapa Banjir Terjadi Lagi?
Oleh: Aulia Manda, S.Pd
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatra Barat, menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir bandang selama 14 hari. Melansir Antara, tanggap darurat banjir Pesisir Selatan ini ditetapkan mulai 8 Maret 2024.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pesisir Selatan mengatakan masa tanggap darurat selama 14 hari ditetapkan karena banjir bandang yang melanda Pessel terdampak terhadap puluhan ribu warga di 11 kecamatan.
"Ada 46 ribu jiwa warga dengan 10 ribu KK yang menjadi korban banjir bandang. Saat ini beberapa korban banjir bandang sudah ada yang kembali ke rumah. Sebelumnya mereka bertahan di lokasi-lokasi aman untuk mengungsi," katanya, (cnn Indonesia, Minggu, 10/3/2024).
Tak hanya itu, ada 10 warga Kabupaten Pesisir Barat, Sumatera Barat (Sumbar), yang menjadi korban bencana banjir dan tanah longsor ditemukan meninggal dunia oleh petugas gabungan.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, pagi tadi Sabtu, 9 Maret 2024, 10 korban tersebut ditemukan di bawah material longsor di tiga titik lokasi yang berbeda. (Tempo, Sabtu, 09/03/2024).
Dari beberepa informasi mengatakan bahwa, akibat banjir yang terjadi ini akibat curah hujan yang tinggi. Dan ketika curah hujan tinggi harusnya pemerintah mengantisipasi lebih awal. Bahkan seharusnya upaya mitigasi berjalan dengan baik dan dapat mengantisipasi dampak yang besar.
Tetapi banjir yang terjadi pastinya, erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Model pembangunan yang dibangun atas asas kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap di lingkungan termasuk tata kota secara keseluruhan dalam berbagai bentuk, seperti alih fungsi lahan, pembangunan wilayah perkotaan, daerah tujuan pariwisata dan sebagainya.
Kebijakan pembangunan yang tidak tepat akan mengakibatkan berbagai kerusakan dalam tata kelola tanah dan lingkungan serta penataan ruang hidup yang tepat.
Keuntungan materi seringkali mengabaikan resiko dan bahaya yang terjadi pada rakyat dan lingkungan yang memberikan dampak besar.
Bahkan ketika melakukan mitigasi hanya seadanya saja. Padahal hal ini sudah menjadi kewajiban negara. Tetapi, faktanya beberapa kasus pemerintah kalah cepat dengan LSM, ormas, atau masyarakat biasa. Hal ini menjadi bukti kurang sigapnya pemerintah terhadap tiap bencana yang terjadi.
Sehingga, jika banjir terus berulang terjadi, tentu sistem kapitalisme tak akan mampu memberikan perubahan dan tak kunjung selesai. Maka sebagai negeri dengan muslim terbesar sudah seharusnya kembali pada perubahan menuju ideologi Islam.
*Solusi Islam*
Islam memiliki mekanisme Pembangunan yang berorientasi pada keselamatan rakyat dan juga lingkungan.
Islam juga menjadikan negara sebagai rain yang bertanggungjawab atas kondisi rakyat, dan menjamin pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan berbagai kebijakan, termasuk melakukan mitigaasi yang cermat dan menyeluruh.
Dalam Islam, mitigasi tentu menjadi tanggung jawab penuh penguasa karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai junnah, yang pertanggungjawabannya sangat berat di akhirat.
Adapun aktivitas menolong yang bisa dan biasa dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, maka itu merupakan kebaikan yang dianjurkan oleh agama dan tetap didorong oleh penguasa.
Dalam hal ini, pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan orang per orang. Juga sistem keuangan, pertanahan hingga sanksi untuk mencegah pelanggaran.
Adapun di tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakan yang lebih khusus lagi. Tentu tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan. Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, pembangunan infrastruktur, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan.
Semua ini sangat niscaya dilakukan karena ditopang dengan sistem keuangan Islam yang sangat kuat. Sumber-sumber pemasukan negara begitu besar, terutama dari kepemilikan umum seperti hasil pengelolaan SDA yang secara syar’i wajib masuk ke kas negara.
Dengan demikian, persoalan dana tidak akan menjadi penghambat yang serius bagi mitigasi bencana. Atau bahkan menjadi alasan bagi aktor negara asing maupun lembaga non negara untuk membangun pengaruh politik melalui tawaran utang dan bantuan.
Kondisi ideal seperti ini memang akan sulit diwujudkan dalam sistem sekarang. Paradigma kapitalisme sekuler neoliberal telah menjadikan kepemimpinan tegak di atas kepentingan pemilik modal, bukan tuntunan agama (Islam).
Alih-alih maksimal menjauhkan dan atau membantu rakyat dari kebinasaan, kekuasaan oligarki justru menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana berkepanjangan. Kalaupun ada yang dilakukan bagi rakyatnya, pasti tidak lepas dari rumus hitung-hitungan.
Hanya sistem kepemimpinan Islam yang bisa diharapkan mampu menyelesaikan problem kebencanaan dengan solusi yang mendasar dan tuntas. Dimulai dari fondasi negara dan kepemimpinan yang lurus, yakni berlandas tauhidullah, lalu ditopang oleh penerapan syariat Islam secara kafah. Inilah yang akan menjadi pintu pembuka bagi datangnya keridaan Allah Swt. sekaligus kebaikan hidup yang dirasakan oleh semua.
Oleh karenanya, sudah saatnya umat bersegera mewujudkan kepemimpinan Islam. Tentu dimulai dengan aktivitas dakwah pemikiran yang bertarget memahamkan umat dengan akidah dan hukum-hukum Islam dengan pemahaman yang benar dan komprehensif.
Harapannya, tergambar pada diri umat bahwa Islam adalah solusi seluruh problem kehidupan, sekaligus jalan keselamatan. Tidak hanya menyelamatkan mereka dari bencana di dunia saja, tetapi juga bencana yang lebih berat di akhirat.
Wallahu Alam Bish-Shawab
Komentar
Posting Komentar