Mimpi Menuntut Keadilan di Sistem Sekuler Kapitalis
Oleh: Devi Ramaddani
(Pemerhati Sosial)
Begitu bengisnya seseorang menghilangkan nyawa orang lain. Nyawa seolah tidak ada harganya. Lebih mirisnya ini semua dilakukan oleh anak dibawah umur. Dikutip dari prokal.com Sidang pembacaan vonis terhadap J, anak bawah umur yang didakwa membunuh lima orang dalam satu keluarga di Dusun Lima, RT 018, Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara (PPU) sekira pukul 01.30 Wita, Selasa (6/2) dinihari, dijadwalkan digelar sekira pukul 09.00 Wita, Rabu (13/3), hari ini. Keluarga korban berencana mengerahkan massa dalam jumlah lebih besar dibandingkan hari biasanya untuk mengawal sidang kali ini.
Zaenuri, juru bicara keluarga korban, Selasa (12/3) mengatakan, keluarga korban berencana membawa massa dalam jumlah besar untuk mengawal sidang ke delapan di PN Penajam, hari ini. Selain itu, kata dia, keluarga korban juga membuat surat terbuka ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Mahkamah Agung (MA), Komnas HAM, Polri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dewan Perancang dan Pembuat UU, Dewan Adat, media, dan seluruh rakyat Indonesia, agar turut mengawal kasus ini. “Kami keluarga korban menuntut keadilan. Jika tersangka dilindungi oleh UU perlindungan anak, maka korban pun harus dilindungi, karena yang menjadi korban ada tiga nyawa yang hilang masih di bawah umur,” katanya.
Dengan berlandaskan berperikemanusiaan yang adil dan beradab, katanya, jika terdakwa dilindungi UU perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara, ia mempertanyakan, apakah itu adil dengan menghilangkan lima nyawa termasuk anak di bawah umur. (https://www.prokal.co/kriminal/1774435135/si-pembunuh-satu-keluarga-di-babulu-hari-ini-hadapi-vonis-keluarga-korban-surati-presiden#google_vignette).
Benar-benar mengiris hati, seorang anak dibawah umur tega melakukan pembunuhan tanpa memikirkan dampak perbuatannya. Begitulah jadinya jika hawa nafsu yang berbicara, akal pun tidak bisa berfikir jernih sehingga tidak bisa mempertimbangkan lagi apa yang dilakukan.
Disisi lain, pihak keluarga korban pun resah, mereka juga meminta dukungan dan mengawal putusan karena usia pelaku masih dibawah 18 tahun terkategorikan anak, putusan vonis hanya 10 tahun. Keluarga korban tidak terima dengan putusan tersebut karena dinilai kurang adil terhadap apa yang pelaku perbuat.
Beginilah hidup dalam naungan Kapitalisme sekuler saat ini, untuk mendapatkan keadilan bagaikan mimpi. Sebab berdalih melindungi HAM dan anak di bawah umur sanksi pun terkesan tidak adil.
Peristiwa tersebut harusnya menjadi alarm keras terutama untuk generasi. Kerusakan terjadi juga disebabkan karena pendidikan agama dalam sistem sekuler hanya sebatas pelajaran formal yang diajarkan di sekolah dengan jam pelajaran yang minim. Pendidikan agama Islam tidak menjadi dasar dan acuan dalam pendidikan guna membentuk kepribadian individu. Oleh karena itu, sistem pendidikan saat ini yang jauh dari aturan Islam juga menghasilkan generasi amoral, bersifat parasit, dan daya rusaknya sangat dahsyat.
Sementara itu pelaku kriminal yang masih di bawah umur akan merasa terlindungi dengan berdalih atas nama HAM dan anak. Padahal dalam Islam usia mereka sudah cukup umur untuk memahami perbuatan benar dan salah serta menanggung konsekuensi jika melakukan perbuatan yang melanggar.
Belum lagi sanksi hukum yang diberikan untuk pelaku kriminal di Indonesia masih sangat lemah. Penerapan hukum dan undang-undang yang ada pun nyatanya tidak mampu mengatasi peningkatan angka kejahatan. Hal tersebut karena berbagai regulasi yang telah dibuat untuk mencegah kejahatan tidak berefek jera bagi pelaku. Wajarlah kejahatan semakin subur dalam sistem hari ini.
Berbeda dengan Islam, Islam adalah sistem paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia karena berlandaskan syariat yang berasal dari Sang Pencipta. Terkait dengan pendidikan dalam sistem Islam menggunakan paradigma dengan landasan akidah Islam.
Sistem pendidikan berbasis akidah Islam mampu membentuk karakter individu beriman dan bertakwa dengan kuat sehingga dapat mencegah generasi berbuat kejahatan. Individu juga diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan sehingga terbentuk generasi yang siap bersikap benar serta menjadikan halal dan haram sebagai asas setiap perbuatan. Dengan begitu, saat individu sudah mencapai usia balig mereka siap terikat dengan hukum dan peraturan Islam serta siap menjadi mukalaf atau orang yang terbebani hukum atas setiap amal perbuatannya termasuk menerima sanksi jika terbukti berbuat kejahatan.
Islam juga membentuk masyarakat yang sigap dan terbiasa beramar makruf nahi munkar sehingga tidak berdiam diri atas kejahatan yang terjadi. Dari situ kemudian terbentuk kontrol sosial yang mampu mencegah individu melakukan tindakan tersebut. Negara dalam sistem Islam pun tidak dibiarkan untuk mengabaikan setiap permasalahan. Sistem Islam harus diterapkan oleh negara secara keseluruhan sehingga kebutuhan asasi warga negara terpenuhi dengan rasa aman dan sejahtera. Dengan ini tindakan kejahatan mampu diatasi sampai tuntas dan generasi sadis pun dapat dihindari.
Sementara itu pemberian sanksi pidana dalam Islam berfungsi sebagai pencegah dan penebus dosa. Disebut sebagai pencegah karena sebuah sanksi akan mencegah setiap individu untuk melakukan tindakan dosa atau kriminal. Dikatakan sebagai penebus karena sanksi yang dijatuhkan akan menggugurkan sanksi di akhirat. Karena itu hukum pidana Islam akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Dalam kisas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal, supaya kalian bertakwa.“ (TQS Al-Baqarah ayat 179).
Dengan demikian penerapan sistem sanksi yang adil dan tegas tersebut menjadikan kriminalitas bisa terselesaikan serta terwujud rasa aman bagi setiap warga negara. Keseimbangan itu terjadi sebab umat menjadikan Islam sebagai asas dan sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Wallahu a’lam bishawab.
Komentar
Posting Komentar