Miris!. Politik dijadikan Ajang Untuk Memperkaya Diri
Oleh: Masriana
Pergelaran pemilu yang telah usai diiringi dengan berbagai fenomena miris di kalangan para caleg dan tim sukses ketika mereka kalah dalam pemungutan suara.
Di Kutib dari Surabaya.kompas Diantaranya yang dialami oleh warga Desa Jambewangi Kecamatan Sempu Banyuwangi Jawa Timur. Mereka dihebohkan dengan penarikan materai paving oleh salah satu anggota legislatif atau caleg.
Kemudian disusul dari media www.detik Ada juga calon anggota legislatif Dprd Kabupaten Subang Jawa Barat membongkar jalan yang sebelumnya ia bangun dan meneror warga dengan petasan. Akibat teror ini seorang warga meninggal dunia terkena serangan jantung. Sementara di daerah Jawa Barat, terdapat dua orang tim sukses salah satu caleg depresi usai gagal mengantarkan caleg jagoanya meraih suara. Padahal caleg yang dimaksud digadang-gadang meraih suara tinggi untuk duduk di kursi legislatif tingkat Kabupaten. Bahkan yang lebih miris dan menyedihkan, ada anggota tim sukses caleg yang nekat bunuh diri.
Berbagai fenomena ini menggambarkan lemahnya kondisi mental para caleg atau tim suksesnya, yakni mereka hanya siap menang dan tidak siap kalah. Fenomena ini juga menggambarkan betapa jabatan menjadi sesuatu yang sangat diharapkan mengingat berbagai keuntungan dan fasilitas yang akan di dapatkan. Demi mengejar itu semua mereka relah membeli suara rakyat dengan modal yang besar dengan pamrih mendapat suara rakyat. Inilah hasil penerapan sistem politik Demokrasi Kapitalisme. Sistem politik yang menegasikan aturan Allah, membuat politik begitu kotor dan keji. Manusia berebut kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan sementara legalitas kekuasaan politik Demokrasi Kapitalisme dilihat dari suara mayoritas.
Akhirnya model pemilu politik Demokrasi Kapitalisme meniscayakan pemilu berbiaya tinggi. Umat harus sadar dan tidak membiarkan fenomena yang rusak itu sebagai suatu hal yang normal. Karena kondisi tersebut akibat dari sistem yang kufur bernama Demokrasi Kapitalisme. Sebenarnya politik tidak kotor dan hina seperti ini, jika sistem kehidupan yang menaungi kaum muslimin itu shahih, yakni sistem Islam.
Dalam Islam kekuasaan dipandang sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Ta'ala. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw kepada Abu Dzar " Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhiraakhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik"(HR.Muslim)
Kekuasaan dalam Islam digunakan untuk menerapkan syariat Islam bukan untuk memperkaya diri dan golongan. Konsep ini dapat dipahami dari penjelasan ulama mufassir. Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, 5/111 dalam menafsirkan surah Al-Isra' ayat 80. Dikatakan bahwa "Sungguh nabi Muhammad Saw menyadari bahwa beliau tidak punya daya atau kekuatan untuk menegakkan agama ini (Islam), kecuali dengan kekuasaan. Oleh karena itulah, beliau memohon kepada Allah kekuasaan yang bisa menolong kitabullah (sulthanan nashira), melaksanakan hudud Allah, menunaikan berbagai kewajiban dari Allah, dan menegakkan agama Allah yaitu Islam. Sungguh kekuasaan adalah rahmat yang Allah berikan kepada para hamba-Nya. Andai bukan karena kekuasaan tersebut, Orang-orang bisa saling menyerang (menzalimi) satu sama lain sehingga pihak yang kuat bisa memangsa pihak yang lemah ".
Hal yang sama juga diungkapkan oleh imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitabnya mafatih al-Ghayb, 3/424 bahwa" Berkat agama Islam yang bersanding dengan kekuasaan, Allah Swt menghilangkan berbagai keburukan dunia dari manusia". Imam al-Ghazali pun demikian dalam kitabnya Al-Iqtishad fi al-I'tiqdal-I'tiqd, 1/78 mengatakan "Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Agama adalah fondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancurhancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap".
Konsep kekuasaan seperti inilah yang shahih, dan harus dipahami oleh kaum muslimin. Selain itu Islam juga menetapkan cara-cara yang ditempuh untuk meraih kekuasaan harus sesuai dengan hukum syariat. Dalam kitab Ajhizah ad Daulah dijelaskan bahwa metode baku untuk mengangkat seorang Khalifah adalah bai'at. Tanpa bai'at kekuasaan seorang Khalifah tidak sah. Sementara pemilu (intikhabat) hanya sebatas uslub (cara) saja untuk memilih calon Khalifah. Adapun batas kekosongan kepemimpinan hanya berlangsung 3 hari dengan malamnya. Dengan batas waktu ini, Majelis Umat dan Mahkamah Madzalim akan bekerja siang dan malam untuk menyeleksi para calon Khalifah sesuai dengan syarat in'iqad Khalifah. Setelah para calon Khalifah terseleksi, umat boleh melakukan pemilu untuk memilih Khalifah. Mekanisme ini pernah dijalankan ketika pemilihan Utsman Bin Affan atau Ali Bin Abi Thalib untuk menjadi seorang Khalifah. Hasil dari pemilu itu menghasilkan Utsman Bin Affan menjadi Khalifah. Setelah itu Utsman di ba'iat kaum muslimin untuk mengemban amanah pemerintahan. Demikianlah pemilihan dalam sistem Islam, pemilu hanyalah uslub atau cara untuk mencari pemimpin. Mekanisme pun sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi, tanpa tipuan atau janji-janjijanji-janji karena penuh kejujuran. Adapun para calon memiliki kepribadian Islam, dan hanya mengharap ridha Allah semata. Seperti inilah hasil politik shahih, individu yang terpilih adalah orang-orang yang bermental kuat dan amanah terhadap kekuasaan. Semua ini bisa dijalankan asal kaum muslimin mengambil kembali Islam sebagai ideologi secara praktis diterapkan dalam negara Khilafah.
Komentar
Posting Komentar