Mustahilnya Kesejahteraan di Era Kapitalisme
Oleh : Dian Safitri
Pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja dengan mengadakan pelatihan vokasi agar bisa berdaya saing. Kementerian ketenagakerjaan menghadirkan pelatihan Vokasi yang berkualitas sebagai bentuk komitmen mereka dalam meningkatkan kompetensi dan daya saing angkatan kerja RI, baik yang sudah lama maupun yang baru.
Sekretaris jenderal kementerian ketenagakerjaan Anwar Sanusi, membuka pelatihan berbasis kompetensi (PBK) tahap III karena pelatihan vokasi yang berkualitas adalah pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang mengutamakan link dan match ketenagakerjaan. Ini menjadi salah satu strategi dalam melakukan transformasi balai latihan kerja. Dimana balai-balai yang ada dan dikelola kemnaker harus mampu menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan industri agar terjadi kesesuaian pelatihan vokasi
(antaranews.com, 23/03/2024).
Negara melakukan berbagai upaya dengan dalih meningkatkan kesejahteraan, tapi nyatanya upaya seperti pelatihan itu tidak mengubah nasib pekerja menjadi lebih baik atau pun sejahtera. Karena nyatanya tetap menjadi budak korporasi yang hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri. Tidak bisa dipungkiri, bahwa penerapan dari sistem ekonomi kapitalisme ini menjadi biang kehancuran bagi para pekerja lokal dengan upah minimum dan hanya menganggap pekerja sebagai salah satu faktor produksi. Sistem bathil ini, tidak memandang mereka sebagai manusia yang memiliki hak upah yang sesuai atas keringat mereka.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitulah nasib para pekerja di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini. Alih-alih mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan upah yang sesuai oleh pemerintah, tapi sebaliknya pemerintah yang diharapkan perannya justru menjadikan para pengusaha untuk menguasai kekayaan alam yang ada. Kemudian menjadikan pekerja pribumi sebagai pekerja yang mendapat upah yang sedikit, dan lapangan pekerjaan yang didambakan juga tidak mampu disediakan oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, padahal dengan adanya lapangan pekerjaan, masyarakat ditolong untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Watak sebuah sistem yang bathil sebagaimana hari ini, akan selalu menyengsarakan rakyat kecil dan memperkaya segelintir manusia. Dari sisi pengurusan, negara akan berlepas tangan dari mengurusi urusan rakyat, tugasnya hanya sebagai regulator untuk kepentingan para pemilik modal.
Berbeda jauh dengan Islam yang menjadikan negara sebagai pengurus rakyat termasuk dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Karena hakikatnya pemimpin adalah penanggung jawab urusan rakyat yang dipimpinnya. Sebagaimana hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam yang artinya:
" Imam atau khalifah adalah raa'in (pengurus), maka dia bertanggungjawab atas kepengurusan rakyat yang dipimpinnya".(HR al-Bukhari).
Dengan demikian, maka tugasnya sebagai pemimpin, akan dilakukan dengan maksimal sebagai ketundukannya terhadap amanah Allah. Rakyat yang telah memilihnya sebagai perwakilan urusan mereka. Maka menjamin kesejahteraan bagi mereka adalah mutlak. Salah satunya dengan menyiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Dan tenaga kerja akan disediakan sesuai dengan kebutuhan negara dan rakyat bukan untuk kepentingan oligarki.
Sistem Islam yakni khilafah, memiliki mekanisme dalam menentukan upah pekerja sehingga pekerja tidak didzalimi oleh perusahaan pemberi kerja. Setiap peluh keringat yang jatuh akan dibalas dengan hak yang sesuai dan adil. Begitulah sistem Islam mengaturnya memberikan kesejahteraan. Tidak seperti hari ini rakyat harus menahan penderitaan karena kedzaliman yang mereka rasakan.
Maka sudah saatnya jika ingin sejahtera maka hempaskan sistem bathil kapitalisme karena jika sistem bathil ini terus diemban maka sistem itu akan terus ada di kehidupan masyarakat.
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar