Pajak Kendaraan Bermotor Meningkat, Hidup Rakyat Makin Berat
Oleh : Wa Ode Vivin (aktivis muslimah)
Sangat memperhatikan dan menyakiti hati rakyat. Di tengah kondisi yang sudah sulit, rakyat harus menerima kenyataan getir yang kian memperberat beban kehidupan. Pemerintah telah menyusun wacana kenaikan pajak motor bensin.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan kenaikan pajak kendaraan motor dengan bahan bakar bensin sebagai upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas udara di Jabodetabek. Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sendiri juga mengungkapkan rencana pajak kendaraan motor sebagai upaya peralihan dana subsidi ke transportasi publik.
Lagi-lagi dikemas dengan alasan yang bagus. Solusi ini tidaklah tepat mengingat banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya polusi udara. Wacana tersebut justru mengundang pertanyaan terkait adanya program konversi energi menuju penggunaan Listrik. Apalagi dengan industri kendaraan Listrik mulai resmi beroperasi di Indonesia.
Kebijakan ini jelas menambah beban rakyat yang sebelumnya telah berat dengan pungutan di sana-sini. Rakyat harus mulai bangkit menata kembali kehidupan ditengah kenaikan biaya hidup yang semakin mencekik. Seluruh elemen kebutuhan hidup rakyat mengalami pembengkakan harga yang sangat drastis. Namun, harus dihadapkan pada kebijakan terkait penarikan pajak.
Inilah watak asli negara yang menganut demokrasi kapitalisme. Menjadikan pajak sebagai sumber utama penghasilan negara. Dengan berbagai cara, negara akan terus menambah jumlah pajak yang diambil dari rakyat. Bermacam pungutan dibebankan kepada rakyat di tengah kondisi yang berat.
Kekayaan alam yang dianugerahkan dengan begitu tumpah ruah tak mampu dikelola dengan baik untuk kesejahteraan rakyat. Sumber daya alam tersebut malah digadaikan untuk kepentingan perorangan. Atas nama liberalisasi kepemilikan, swasta bisa menguasai harta milik rakyat ini. Bahkan, asing pun bisa leluasa mengambil kekayaan alam negeri ini dengan dalih investasi. Liberalisasi kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme memang membolehkan penguasaan asing atas aset-aset negara.
Pajak akhirnya menjadi tumpuan negara untuk membiayai seluruh kegiatannya. Padahal, seharusnya dengan SDA yang melimpah dan dikelola sendiri dengan baik, negara tak perlu memungut pajak dari rakyatnya. Hasil pengelolaan kekayaan alam sudah cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat.
Sangat berbeda jauh jika diatur dengan kacamata islam. Islam adalah sistem hidup sempurna dalam menyelesaikan persoalan secara tuntas dan mendasar. Termasuk dalam menyelesaikan problem polusi di ibukota. Islam menjadikan negara sebagai rain dan junnah yang akan memudahkan hidup umat.
Jika dalam kapitalisme, pajak dijadikan sebagai sumber utama pendapatan negara. Berbeda dengan Islam di mana Anggaran Pendapatan Negara tersimpan dalam Baitul Mal yang mendapat pemasukan dari fai’ (anfal, ghanimah, khumus), jizyah, kharaj, usyur. Juga hasil pengelolaan dari harta milik umum yang memiliki deposit yang besar (seperti tambang).
Negara boleh menarik pajak kepada kaum muslim sampai dalam kondisi kas negara benar-benar kosong, dengan syarat penarikan hanya kepada kaum muslim saja, tidak dari kaum non-muslim dan diambil dari muslim yang kelebihan harta (kaya).
Begitulah kedudukan pajak dalam pengaturan Islam, tidak diperuntukkan untuk pertumbuhan ekonomi tapi karena ada kondisi tertentu. Negara tidak lagi menjadi pemalak tapi sebagai pengatur urusan umat. Sungguh luar biasa ketika Islam diterapkan.
Wallahu’alam bishowab
Komentar
Posting Komentar