PINJOL MERAJALELA SAAT RAMADAN, SISTEM AKUT MENJERAT


                        Oleh : Wiwik Afrah 

                        (Aktivis Muslimah)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi pertumbuhan utang pada perusahaan P2P lending atau pinjaman online (pinjol) akan meningkat pada saat Ramadan sampai Lebaran 2024. Hal ini diproyeksi lantaran adanya demand atau permintaan terhadap kebutuhan masyarakat yang juga naik saat bulan suci tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Lainnya (PMVL), OJK, Agusman, menjelaskan bahwa masyarakat juga kerap membeli tiket transportasi karena dorongan untuk mudik, sehingga perlu pembiayaan yang lebih.

"OJK memperkirakan peningkatan penyaluran pembiayaan melalui buy now pay later. Ini karena meningkatnya kebutuhan masyarakat pada saat ramadan dan lebaran, seperti pembelian barang-barang untuk puasa dan lebaran, serta pembelian tiket transportasi untuk mudik lebaran,” ucap Agusman dalam acara Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari, dikutip Selasa (5/3/2024). 

Meningkatnya aktivitas utang ke pinjol saat Ramadan merupakan hal yang kontradiktif dengan kesucian bulan puasa. Semestinya, momen Ramadan diisi ketaatan pada Allah, bukan justru melakukan aktivitas ribawi yang Allah Swt. haramkan. Ramadan mendapatkan gelar syahrun mubarak (bulan yang diberkahi) karena banyaknya berkah yang Allah turunkan pada bulan ini, sedangkan berkah dimaknai sebagai ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan).

Lantas, bagaimana keberkahan tersebut bisa terwujud jika riba merajalela? Selain untuk kebutuhan Ramadan dan Lebaran, layanan pinjol juga banyak digunakan oleh pelaku UMKM untuk menambah modal secara mudah. Data OJK menunjukkan bahwa 38,39% dari transaksi pinjol merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM. Adapun penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.

Pinjaman UMKM pada pinjol digunakan untuk keperluan menambah modal demi memenuhi permintaan pasar. Pinjol lebih disukai oleh konsumen karena prosedurnya lebih mudah daripada bank atau lembaga pembiayaan lainnya. Namun, sebenarnya pinjol menetapkan bunga yang sangat tinggi melebihi bank. Belum lagi perilaku para penagih pinjol yang kerap mengintimidasi nasabah jika terjadi keterlambatan pembayaran. Akibatnya, nasabah merasa tertekan hingga tidak sedikit yang stres dan bunuh diri. 

Terlepas dari jenis lembaga keuangannya, baik bank, fintech, maupun lainnya, semuanya berbasis riba yang diharamkan dalam Islam. Saat ini, riba merajalela karena sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia menjadikan riba sebagai pilarnya. Mayoritas transaksi di dalam sistem akut ini menjerat riba.

Akibatnya, terjadi kerusakan yang luar biasa, baik yang menimpa individu maupun masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat maupun pelaku UMKM hendaknya menjauhi praktik riba tersebut. Harta yang diperoleh dari jalan riba tidak akan berkah karena riba digambarkan sebagai pernyataaan perang terhadap Allah Taala.

Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba jika kalian beriman. Apabila kalian tidak melakukannya maka yakinlah dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Apabila kalian bertobat, kalian berhak mendapatkan pokok harta kalian. Kalian tidak menzalimi dan juga tidak dizalimi.” (QS Al-Baqarah [2]: 279).

Bagaimana harta kita bisa berkah jika masih terlibat riba? Oleh karenanya, kita butuh solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Ketika Islam melarang riba, Islam juga memberi solusi bagi masyarakat yang membutuhkan.

Haramnya riba telah Allah Swt. firmankan di dalam QS Al-Baqarah: 275, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Sistem Islam memberikan solusi bagi masyarakat yang butuh membeli kebutuhan sehari-hari dengan mewujudkan perekonomian yang menyejahterakan. Level “menyejahterakan” tersebut adalah terpenuhinya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi tiap-tiap orang, serta terwujudsamanya kemampuan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.

Selain itu, masyarakat di dalam sistem Islam, mendapatkan edukasi melalui sistem pendidikan dan dakwah yang diselenggarakan oleh negara sehingga bergaya hidup zuhud, tidak berlebih-lebihan. Momen Ramadan akan disambut dengan memperbanyak amal saleh, bukan justru konsumtif sehingga pengeluaran rumah tangga meningkat.

Adapun tradisi mudik akan difasilitasi dengan transportasi publik yang terintegrasi antara satu moda dengan yang lainnya sehingga memudahkan masyarakat untuk silaturahmi tanpa harus membeli kendaraan baru menjelang mudik. Sedangkan kebutuhan modal usaha untuk UMKM akan dipenuhi dengan sistem pinjaman nonribawi atau bahkan hibah dari baitulmal.

Dengan demikian solusi tersebut, masyarakat akan terjauhkan dari praktik riba. Hasilnya, keberkahan akan Allah Swt. curahkan bagi umat Islam. Kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dengan baik dan para pengusaha bisa berbisnis dengan tenang. Inilah indahnya kehidupan di bawah sistem Islam.

Wallahu alam bish-showab 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak