Skor Pola Pangan Harapan Naik, Rakyat Tak Bisa Mengakses, Apa Artinya?
Oleh : Hartati, S.Pd
Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengatakan bahwa skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang merupakan indikator tingkat kualitas konsumsi pangan masyarakat mengalami peningkatan pada tahun 2023.
PPH ini dijelaskan oleh Plt Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy adalah sebuah tolak ukur dalam melihat situasi keberagaman konsumsi pangan yang merupakan salah satu titik masuk (entry point) untuk memantapkan ketahanan pangan nasional yang kokoh, mandiri dan berdaulat.
Skor PPH tahun 2023 sebesar 94,1. Capaian ini lebih tinggi dari skor PPH Tahun 2022 yang tercatat di angka 92,9. Dengan capaian tersebut Bapanas menetapkan target capaian skor PPH untuk tahun 2024 sebesar 95,2 dari skor ideal 100. Menurut Edy peningkatan ini merupakan usaha dalam mendorong pola konsumsi masyarakat Indonesia yang Beragam, Bergizi seimbang dan Aman (B2SA) yang berdasarkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2023 mencapai PPH 94. (antaranews.com, 16/02/2023).
Adalah keanehan skor PPH naik namun akses rakyat terhadap makanan tidak terwujud dengan baik. Apalagi saat ini masyarakat sedang terhimpit dengan naiknya harga-harga sembako terutama beras. Pengaturan urusan pangan oleh Bapanas terkait kualitas ketersediaan pangan di negeri ini, sejatinya tidak menyelesaikan secara tuntas persoalan pangan di negeri ini. Pasalnya, persoalan sesungguhnya adalah sulitnya akses pangan oleh seluruh komponen masyarakat. Bayangkan hampir 26 juta penduduk negeri ini hidup di bawah garis kemiskinan.
Menurut data BPS per maret 2023 dengan penghasilan di bawah rp535.547 per kapita per bulan atau kurang dari Rp17.851 per hari. Dalam kondisi yang demikian, alih-alih menyediakan pangan dengan gizi seimbang bagi keluarganya, untuk bisa makan sehari-hari saja masyarakat tidak mampu. Tak heran, angka kelaparan di negeri ini masih cukup tinggi.
Angka kelaparan diukur berdasarkan data prevalence of undernourishment yakni data prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan dari setiap negara yang diukur oleh FAO. Pada tahun 2022 indonesia tercatat memiliki prevalence of undernourishment 5,9% artinya sekitar 5,9% dari total populasi Indonesia sekitar 16,2 juta orang diperkirakan mengalami kelaparan. Di sisi lain angka stunting di negeri ini juga tergolong tinggi, statistik PBB pada tahun 2020 mencatat 6,3 juta balita Indonesia mengalami stunting.
Oleh karena itu, tak ayal dikatakan bahwa naiknya skor PPH di tengah tingginya angka stunting dan kemiskinan hanya pencitraan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini hanya memperhatikan aspek penyediaan pangan tanpa memperdulikan aspek distribusi pangan yakni terpenuhinya kebutuhan pangan rakyat individu per individu. Ketidakseriusan pemerintah dalam mengatasi masalah pangan adalah sebuah keniscayaan dalam penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Selama ini distribusi pangan selalu menjadi kendala dalam urusan pangan, namun negara membiarkan rantai distribusi yang panjang dan dikuasai oleh pihak swasta atau korporasi. Hal ini berdampak pada melonjaknya harga pangan ditambah lagi masalah kecurangan yang tidak mampu ditumpas negara seperti praktek penimbunan makin menambah persoalan pangan.
Teraksesnya kebutuhan pangan yang bergizi oleh seluruh rakyat sejatinya hanya terwujud di bawah penerapan aturan Islam kaffah dalam bingkai khilafah. Dalam Islam, sistem pemerintahan Islam berasaskan aqidah Islam, sehingga kebijakan-kebijakan yang dilahirkan tidak menyimpang dari ajaran Islam. Islam menetapkan negara sebagai penanggung jawab urusan rakyatnya termasuk menjamin kebutuhan pangan seluruh rakyatnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“ Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya"
(HR.al-Bukhari).
Sistem ekonomi Islam akan mengatur masalah produksi pangan hingga ketersediaan pangan dapat dipenuhi negara dengan tidak terjadi kelangkaan pangan. Hal ini ditempuh negara dengan melakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian. Tidak berhenti sampai disitu, negara juga memperhatikan aspek distribusi pangan artinya negara memastikan tidak terjadi fluktuasi harga pangan yang memberatkan masyarakat untuk mengaksesnya. Sehingga negara memastikan setiap individu rakyat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau. Penjagaan kestabilan harga pangan ditempuh negara dengan menghapuskan praktik kecurangan praktek ritel hingga penguasaan rantai distribusi oleh pihak-pihak tertentu yang berpotensi memonopoli pasar.
Dalam aspek produksi, Islam akan mengatur masalah lahan pertanian sesuai syariat untuk mendorong produktivitas lahan. Negara harus menjamin ketersediaan lahan pertanian dan tidak boleh mengizinkan lahan subur mengalami alih fungsi. Negara juga tidak akan membiarkan lahan pertanian mati atau tidak digarap pemiliknya, jika terjadi demikian negara akan mengambilnya dan memberikannya kepada orang yang mampu mengelolanya. Selain itu negara akan membangun industri berbasis industri berat. Politik industri yang diterapkan akan mengarah pada kemandirian industri dengan membangun alat-alat produksi, sehingga dapat menopang teknologi untuk pertanian secara mandiri.
Negara juga akan melakukan riset pangan dan teknologi untuk meningkatkan produksi pangan dan kualitas pangan atau pangan yang bergizi. Anggaran yang digunakan negara dalam mewujudkan ketahanan pangan berasal dari Baitul Maal yang telah diatur sesuai dengan syariat Islam. Mekanisme pemenuhan kebutuhan pangan rakyat ini hanya akan terwujud dalam institusi Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam.
Komentar
Posting Komentar