Trend Eks Tambang Menjadi Lokasi Wisata, Siapa Untung?
Oleh: Hartatik
(Pemerhati Sosial)
Pariwisata menjadi salah satu sektor bisnis yang menjanjikan. Di tengah pembangunan IKN di Provinsi Kaltim, sebuah perusahaan swasta lokal bernama PT Laju Lahan Digital (Lajuland) tidak mau tertinggal membangun destinasi wisata di atas lahan bekas tambang batu bara. Pembangunan destinasi wisata bertajuk Lakeview itu terletak di Kelurahan Sungai Seluang, Samboja. Lakeview digadang-gadang menjadi tempat wisata milenial IKN.
Miris, lagi -lagi IKN yang dijadikan alasan para kapitalis untuk mengeruk keuntungan tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan. Dengan keuntungan yang menjanjikan di era kapitalis saat ini, tetapi melupakan aspek kesehatan dan aspek keamanan.
Dari berbagai hasil kajian membuktikan air di void (bekas lubang tambang) berbahaya dan tidak disarankan dimanfaatkan apalagi untuk konsumsi. Kondisi air di void yang kadang terlihat jernih, bahkan beberapa kali terlihat ikan hidup di dalamnya kerap dianggap sebagai penanda bahwa air itu layak dimanfaatkan. Namun kajian membuktikan sebaliknya. Tingginya kandungan logam berat seperti mangan (Mn) dan besi (Fe), hingga tingkat keasaman (pH) air yang rendah, justru menunjukkan air berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi.
Pada tahun 2017, Jatam mengambil 17 sampel air dari delapan situs tambang batu bara di Kalimantan Timur beserta jalur-jalur air di sekelilingnya. Seluruh sampel air tersebut diambil menggunakan US EPA Method 1669. Sampel dianalisis di laboratorium bersertifikasi di Indonesia dan di tes untuk logam berat menggunakan ICPMS (Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry). Hasilnya, 15 dari 17 sampel yang dites mengandung konsentrasi aluminium, besi, mangan dan atau pH yang kemungkinan besar berdaya rusak terhadap pertanian dan peternakan ikan
Jatam Kaltim juga mencatat sudah ada 42 kematian di lubang tambang batu bara di Kaltim. Kabupaten Kutai Kartanegara sendiri memiliki IUP batu bara, dengan total IUP 625 dari total 1.404 IUP di Kaltim. Foto-foto berbagai lokasi lubang tambang yang diperoleh Jatam Kaltim, terlihat tidak ada pos jaga, penjaga maupun papan peringatan di setiap lubang tambang
Lokasi bekas tambang dijadikan tempat wisata, padahal sudah sering ditemui banyak korban tenggelam akibat bekas lubang tambang. Seharusnya negara tegas terhadap penambang untuk menutup bekas tambang bukan malah bekerja sama dengan dalih memberdayakan ekonomi warga sekitar. Akibat sistem kapitalisme sehingga asas yang diraih terpenting materi tidak peduli dampak negatifnya. SDAE diserahkan ke swasta atau asing untuk pertambangan pascanya pun dikelola untuk keuntungan mereka.
Dikarenakan hanya keuntungan saja yang akan dicapai maka masalah yang merugikan mereka diabaikan seperti penutupan kembali lubang bekas tambang kemudian direklamasi atau penghijauan kembali biar kesuburan dan fungsinya kembali seperti sediakala.
Itu semua dampak dari kawasan tambang dekat dengan pemukiman, salah satunya mengakibatkan lubang-lubang eks tambang yang tidak dilakukan reklamasi dan mengakibatkan korban jiwa akibat tenggelam di lubang tersebut Peristiwa -peristiwa tersebut terus terjadi dan tidak terselesaikan secara tuntas.
Lemahnya pembelaan dan penuntasan kasus demi kasus yang ada berkaitan dengan lubang tambang tersebut dikarenakan oleh kerja banyak pihak yang tidak pernah selesai diduga terjadi akibat kurang seriusnya mulai dari pemerintah pusat, kepolisian, pengusaha, dan pemerintah kota /kabupaten.
Pemprov punya komitmen untuk melakukan pencegahan tetapi dengan dalih terkendala alokasi anggaran karena reklamasi tidak murah dan dari mana sumber anggaranya,sumber dananya tidak boleh sembarangan (dari pemerintah ) dengan alasan bisa jadi temuan BPK dan KPK.
Sudah sejak lama pariwisata menjadi primadona dalam dunia bisnis. Terlebih, pola hidup masyarakat yang menyukai liburan sehingga menjadikan sektor pariwisata sebagai kesempatan emas meraup untung besar.
Indonesia dianugerahkan Allah SWT dengan kekayaan alam yang melimpah, namun pengelolaannya masih saja diserahkan oleh pihak asing, sehingga terjadi eksploitasi besar-besaran dimana-mana.
Dengan kekayaan alam yang melimpang ini harus dikelola oleh negara secara mandiri, yang mana kekayaan tidak akan berpusat pada segelintir orang. Hasil pengelolaan SDA secara mandiri bisa menjadi sumber pendapatan negara yang jauh lebih besar daripada pengelolaan sektor pariwisata. Sehingga negara tidak perlu mengorbankan area konservasi untuk dikomersilkan. Namun, kondisi tersebut hanya akan terwujud jika urusan umat diatur dengan Islam.
Dalam Islam, objek wisata bertujuan sebagai sarana dakwah dan di’ayah (propaganda). Objek wisata bisa berupa keindahan alam dan peninggalan bersejarah. Objek wisata ini bisa dipertahankan sebagai sarana memahamkan Islam kepada wisatawan. Yang mana objek wisata ini digunakan untuk mengukuhkan keimanan dan keyakinan mereka kepada Allah, Islam beserta peradabannya. Objek wisata menjadi sarana propaganda, dengan menelusuri jejak dan peninggalan bersejarah, siapa pun yang melihat akan takjub dan yakin dengan keagungan Islam.
Negara tidak akan mengeksploitasi pariwisata untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Sumber tetap perekonomian negara di dalam Islam terdiri atas empat bidang, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Selain itu, terdapat sumber dana lainnya, yaitu harta fai’, kharaj, jizyah, ghanimah, zakat, dan dharibah.
Negara sangat memperhatikan lingkungan dan makhluk hidup di dalamnya. Karena Islam melarang segala bentuk jenis kegiatan yang merusak lingkungan, makhluk hidup, dan alam. Perlindungan Islam terhadap hewan ditunjukkan dengan adanya larangan membunuh hewan tanpa tujuan dan alasan yang jelas.
Betapa indahnya tatkala Islam diterapkan dalam aturan kehidupan. Dengan penerapan Islam, harmonisasi alam, makhluk hidup, dan kehidupan di dalamnya akan tercipta. Alam ramah, manusia sejahtera, dan lingkungan terjaga. Insya Allah berkah untuk semua. Wallahua’lam.
Komentar
Posting Komentar