Harga Tiket Meroket, Rakyat Menjerit



Oleh : Asma Dzatin Nithaqoin

Hari lebaran merupakan hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk umat Islam di indonesia. Sebab hari raya merupakan momen untuk saling bersilaturahmi baik dengan tetangga maupun dengan keluarga yang berada jauh dengan tempat tinggal.

Oleh sebab itu, tentu rakyat membutuhkan yang namanya transportasi untuk menuju tempat tujuan. Namun apa mau dikata, kini harga tiket sangatlah mahal dan menguras isi dompet.

Dilansir dari media ekonomi.bisnis.com (16-03-24), Sebanyak 7 maskapai RI mendapatkan imbauan untuk tidak membuat harga tiket pesawat 'meledak' pada periode mudik Lebaran 2024.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut secara spesifik maskapai tersebut antara lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Nam Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi. Ketua KPPU, Franshurullah Asa meminta maskapai untuk melapor terlebih dulu sebelum memutuskan untuk menaikkan harga tiket kepada konsumen. Maskapai diminta untuk tidak membuat harga tiket pesawat mahal tanpa alasan rasional.

Perilaku menurunkan pasokan secara bersama-sama merupakan cara yang efektif untuk menjaga penawaran tiket subclass dengan harga tinggi yang diterapkan bersama-sama pada saat low season terjadi. Kesamaan perilaku para terlapor ini sangat efisien dalam mendistorsi kinerja pasar mengingat penguasaan pasar melebihi 95% dari para Terlapor secara keseluruhan. (CNBCIndonesia.com, 15-03-24).

Transportasi pada saat mudik sangat dibutuhkan rakyat. Tentu seharusnya negara menyediakan sarana transportasi aman, nyaman,  berkualitas, dan murah sepanjang masa sebagai bentuk tanggung jawabnya. Namun yang diharapkan tinggal harapan, sebab telah menjadi bukti nyata bahwa setiap hari raya lebaran harga tiket selalu melonjak.

Tentu saja hal ini menjadi beban tersendiri bagi rakyat negeri ini, apalagi bagi yang memiliki penghasilan pas-pasan. Bahkan tidak sedikit rakyat yang memilih tidak mudik disebabkan oleh ketidakmampuannya  menjangkau harga tiket. Sudah capek memikirkan lapangan kerja yang sempit, gaji yang sedikit, harga pangan yang mencekik, ditambah lagi dengan harga tiket yang meroket, membuat isi dompet menjerit.

Sistem yang diterapkan hari ini membuat Perusahaan penerbangan menjadikan layanannya sebagai bisnis bahkan atas rakyatnya sendiri. Hal ini selaras dengan prinsip reinverting government. Di mana pemerintah berperan ibarat pedagang terhadap rakyatnya.

Begitulah kalau kita hidup di negara yang menanamkan ideologi kapitalisme sekuler. Sehingga apa yang mereka kerjakan mengandung asas manfaat. Bahkan dengan rakyatnya sendiri pun mereka jadikan sebagai ladang bisnis. Rakyat semakin tercekik. Padahal kekayaan alam negeri ini sangatlah melimpah. Namun rakyatnya tetap miskin. Terus kemana perginya hasil alam di negeri ini?

Berbeda dengan Islam.
Sebagai raa'in, Islam menjamin pemenuhan kebutuhan publik semua rakyatnya sepanjang hayat termasuk sarana transportasi. Negara mampu mewujudkannya karena memiliki sumber pemasukan negara yang sangat beragam, sehingga mampu memenuhi kebutuhan rakyat.

Negara akan berusaha untuk meminimalisir harga pangan, termasuk tiket untuk tidak melonjak naik, baik di hari biasa maupun di hari-hari tertentu. Bahkan negara Islam akan menggratiskan biaya tiket ataupun lainnya, jika pemasukan di baitul mal memadai. Sebab SDA di negara Islam dikelola demi menjamin kebutuhan rakyat terpenuhi, bukan untuk kepentingan korporat.

Wallahu'alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak