Islam Berantas Industri Pornografi Anak

 


Oleh : Ully Hidayati (Pemerhati Pendidikan)

Fakta mengejutkan baru saja diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto dalam konferensi persnya menyatakan jumlah kasus pornografi anak di Indonesia telah mencapai 5,5 juta kasus selama empat tahun terakhir. Didampingi Menkominfo Budi Arie Setiadi, Menteri Sosial Tri Rismaharini, serta perwakilan kementerian dan lembaga, Hadi menuturkan adanya temuan konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun sebanyak 5.566.015 kasus dan Indonesia masuk peringkat empat secara internasional dan peringkat dua dalam regional ASEAN (Kominfo). Pornografi anak mengacu kepada representasi apapuntentang seorang anak yang terlibat dalam aktivitas seksual eksplisit yang nyata atau disimulasikan atau representasi dari bagian seksual anak untuk tujuan seksual semata (Jurnal Advokasi).

Data yang telah terungkap ini menurut Wakil Ketua KPAI Jasra Putra sebenarnya adalah fenomena puncak gunung es, masih banyak kasus yang belum terungkap (Antara). Tentu saja ini bukan prestasi yang membanggakan, sebaliknya menimbulkan keresahan. Pasalnya, pornografi memiliki dampak berbahaya bagi masa depan generasi. Berbagai upaya telah dilakukan negara, mulai dari take down jutaan konten pornografi anak hingga membentuk satuan tugas khusus yang akan memberikan edukasi dan sosialisasi tentang bahayanya. Diharapkan ini akan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat. 

Harapan Semu

Melihat solusi yang ditawarkan, sepertinya masyarakat harus menurunkan ekspektasi. Karena lagi-lagi pemilik kebijakan hanya mendaur ulang upaya-upaya usang dan belum menyentuh penyebab utamanya. Dalam kaca mata kapitalisme yang masih di tabbani negeri ini, segala hal yang punya demand pasti ada supply-nya. Tanpa melihat halal haram, selama ada permintaan tinggi konsumen, maka beragam konten pornografi termasuk yang mengekploitasi anak akan terus diproduksi. Layaknya skema pasar, ini sudah menjadi industri bisnis yang menguntungkan bahkan mampu menopang perekonomian negara.

Industri pornografi adalah satu bagian dari shadow economy. Mengutip dari CNBC Indonesia, PPATK melaporkan pada akhir tahun 2022 lalu bahwa nilai transaksi keuangan ekonomi bawah tanah Indonesia mencapai Rp 183,8 triliun. Khusus untuk nilai transaksi video porno dan seksual melibatkan anak di bawah umur mencapai Rp 114,26 miliar. Ini jelas angka yang fantastis. Bisa jadi angkanya akan berkali lipat pada tahun-tahun setelahnya seiring dengan kemajuan teknologi di era digital. Di sosial media X (dulu Twitter) misalnya, gampang sekali mendapatkan akun-akun penjual konten eksplisit hanya dengan mengetik satu kata kunci di bilah pencarian. Banyak juga yangmenawarkan jasa prostitusi dengan orientasi dan fantasi seksual aneh termasuk yang melibatkan anak bagi para pedophilia. Sering kali tanpa dicaripun jualan mereka nangkring dengan sendirinya dengan menyalahgunakan trending topic. Meskipun sudah banyak akun yang ditangguhkan dan diblokir, tetap bermunculan akun-akun baru dengan aktivitas serupa. Ibarat jamur di musim hujan, tumbuh subur. Ini baru satu platform, belum sosmed lain seperti Facebook dan Instagram atau aplikasi kencan online seperti MiChat. 

Sudah bisa dipastikan banyak pengguna aktif sosmed pernah terpapar konten tidak senonoh baik sengaja ataupun tidak. Dampaknya, bisa berakibat kecanduan hingga mendorong tindakan kriminal. Betapa banyak diberitakan kasus pemerkosaan dipicu rangsangan video porno. Yang menambah miris adalah tidak hanya korban, pelakunya juga banyak yang masih anak-anak.Sosialisasi dan edukasi pencegahan jelas tidak cukup membendung konten amoral yang terus membanjir.

Solusi Islam

Sebenarnya, syahwat adalah fitrah manusia yang membutuhkan pemenuhan. Hanya saja, pandangan hidup sekuler liberal yang tidak membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan telah menstimulus munculnya syahwat ini dengan pemenuhan yang keliru. Dari sinilah bermula konsumsi pornografi. Oleh karenanya, jika negara serius ingin menangani masalah ini harus dimulai dari perubahan sistem tata sosial menurut syariat Islam. Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan hanya pada urusan muamalah, pendidikan dan kesehatan. Ada larangan khalwat/berdua-duaan antara lawan jenis tanpa mahram. Perempuan lalu diperintahkan unutk menutup auratnya dengan syari dan laki-laki diperintahkan untuk menjaga pandangannya. Semua ini dimaksudkan agar terwujud kehidupan sosial yangminim resiko munculnya godaan syahwat.

Dalam Islam banyak anjuran untuk menyederhanakan proses pernikahan terutama bagi mereka yang sudah membutuhkankarena ini satu-satunya cara shahih pemenuhan naluri seksual. Berbeda dengan saat ini, pernikahan menjadi ajang keren-kerenan sehingga harus menyiapkan budget yang besar. Jelas di tengah himpitan ekonomi neolib kapitalisme, ini sangat memberatkan. Banyak yang memilih untuk menunda pernikahan, namun disaat yang sama tren aktivitas seksual pranikah justru meningkat. 

Tidak berhenti pada tataran pembentukan ketakwaan individu, perlu juga ada peran negara yang melindungi masyarakat dari paparan pornografi dalam berbagai bentuk dan konteks. Negara harus mendefinisikan pornografi menurut standar Islam bukan sekuler agar tidak kebingungan menentukan kriterianya. Diperlukan juga adanya sanksi tegas dari negara agar memberikan efek jera pada pelaku. Pornografi adalah tindakan kriminal yang tergolong kasus takzir dalam Syariat Islam. Hukumannya dapat berupa pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Jika ada perzinaan, maka akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Bagi ghayru muhsan 100 kali cambuk, sedangkan muhsan akan disanksi dengan hukuman rajam. 

Dengan ekosistem inilah masyarakat dapat dilindungi dan pornografi anak bisa diselesaikan. Mustahil mengharapkan sistem sekuler untuk memberantas masalah ini. Hanya Islam yang memiliki konsep ideal mengatur sistem sosial dari akar hingga daunnya. Wallahu a’lam. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak