KDRT Marak, Di mana Fungsi Keluarga?
*KDRT Marak, Di mana Fungsi Keluarga?*
Oleh : Sitti Hidayah
Kembali kita dikejutkan dengan maraknya kekerasan yang menimpa keluarga. Salah satu yang diberitakan adalah seorang istri di Depok, dianiaya oleh mantan perwira Brimob sejak 2020. Korban diketahui mengalami luka fisik hingga psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami. Luka-luka yang diderita korban meliputi memar pada wajah, dada, dan punggung, serta lecet pada kepala. Bahkan, diketahui korban mengalami pendarahan dan keguguran (kompas.com 22/3/2024).
Tak hanya itu, kejadian memilukan terjadi di Tapanuli Utara, seorang kakek tega mencabuli keponakan perempuannya yang berusia 11 tahun. Diketahui korban tak berani mengadu lantaran diancam akan dibunuh oleh pelaku (kumparan.com 22/3/2024)
Mirisnya, KDRT makin kerap terjadi. Patut dipertanyakan, mengapa KDRT begitu mudah terjadi? Apakah fungsi keluarga sebagai pelindung anggota keluarga telah hilang? Padahal keluarga adalah benteng dari segala ancaman?
Pengaruh Sekularisme
Maraknya KDRT tak lepas dari pengaruh pandangan yang ada dalam masyarakat.
Saat ini, sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan semakin tampak di segala lini kehidupan, termasuk dalam hubungan individu dalam keluarga.
Kebebasan berprilaku dan berpendapat, tak dituntun agama menyebabkan ikatan keluarga menjadi rapuh. Keluarga tak lagi menjadi pelindung. Sosok suami, ayah, kakek sebagai penanggung nafkah, penuh kasih-sayang dan melindungi keluarga menjadi sirna.
Banyak hal yang memicu KDRT terjadi, di antaranya: perselingkuhan, budaya patriarki , masalah ekonomii, campur tangan pihak ketiga, bermain judi, dan perbedaan prinsip.
Dalam kondisi pelaku tak bisa menahan emosi dengan beberapa pemicu di atas, terjadilah KDRT yang korbannya adalah orang terdekat di dalam rumah. Hukuman yang diberikan tak jarang malah tak memberi efek jera kepada pelaku.
Rapuhnya keluarga nampak dari jumlah kasus KDRT di Indonesia sepanjang 2022 mencapai 5.526 kasus. Sayangnya, UU PKDRT yang telah disahkan tahun 2024 lalu tak menyelesaikan masalah KDRT.
Sekularisme menjadikan keluarga yang seharusnya diliputi ketenangan, cinta dan kasih-sayang menjadi malah mengancam anggota keluarga. Tak ada perlindungan lagi dari sosok pelindung.
Oleh karenanya kita butuh solusi yang bisa mengembalikan fungsi keluarga sebagai pelindung dan sebagai institusi strategis, tempat bersemainya kebaikan dan pencetak generasi cemerlang.
Islam Menjaga Fungsi Keluarga
Islam sebagai addien yang sempurna telah merinci bagaimana hubungan keluarga terbentuk. Diawali ikatan suci pernikahan dan segala implikasinya. Hak dan kewajiban tiap anggota keluarga pun dijelaskan secara gamblang dan rinci, serta penjelasan keharusan berbuat ma'ruf satu sama lain, semata karena taqwa kepada Allah SWT.
Keterikatan seseorang dengan aturan-aturan dari Islam tersebut menjadikan fungsi perlindungan keluarga terwujud, semua paham posisi mereka, hak dan kewajiban mereka terikat dengan aturan syariat dari Allah SWT. Baik sebagai suami, ayah, kakek, anak, menantu, ibu, istri, mertua, dan posisi lainnya dalam keluarga.
Contohnya, seperti: seorang suami wajib memberi nafkah kepada istri dengan cara yang ma'ruf. Demikian pula seorang istri melaksanakan kewajibannya sebagai istri dan berlaku ma'ruf pula kepada suaminya. Islam melarang menyakiti, melukai, menzolimi siapapun. Dan banyak lagi aturan lainnya.
Ini disempurnakan dengan suasana taqwa yang dijaga oleh negara dengan memberlakukan sistem pendidikan Islam, menjadikan rakyat bertaqwa, takut kepada Allah SWT, cinta kebaikan dan memiliki kepribadian Islam.
Negara dalam Islam menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyatnya, berupa: pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Bahkan, negara menjadikan rakyatnya sejahtera dengan pemberlakuan sistem ekonominya. Ini akan menjadikan keluarga tidak terbebani ekonomi yang bisa menjadi pemicu KDRT.
Dengan pemberlakuan sistem sanksi Islam, setiap pelaku kejahatan termasuk KDRT akan ditindak tegas sesuai syariat, ini akan mencegah kejahatan berulang dan menyebar, sekaligus memberi efek jera kepada pelaku dan menghapus dosa pelaku.
Penyimpangan interaksi laki-laki dan perempuan akan dicegah dengan penerapan sistem pergaulan yang sesuai syariat, seperti: perselingkuhan akan dicegah.
Keluarga dalam Islam akan diurus, diperhatikan segala kebutuhan-kebutuhannya oleh pemimpin yang amanah dan memiliki syarat-syarat sesuai syariat, yaitu kepala negara yang akan memimpin negara sesuai tuntunan dari Allah Swt.
Inilah mekanisme Islam yang akan menjaga fungsi perlindungan keluarga, menjaga ketahanan keluarga tetap kokoh. Bahkan peradaban Islam telah mempraktekkannya selama kurang lebih 13 abad. Dimulai dari Rasulullah Saw di Madinah, dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan Khalifah setelahnya. Lalu, masihkah kita sangsi dengan solusi ini? Mengapa kita tidak bersegera mengambilnya?
Komentar
Posting Komentar