Kejahatan Meningkat di bulan Ramadhan, Kok Bisa?



Oleh : Heni Kusma

Tak terasa, saat ini kita berada di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Bulan yang penuh dengan keberkahan, rahmat serta ampunan dari Sang Pencipta Allah SWT. Di bulan Ramadhan ini semestinya ketaatan kita kepada-Nya terus ditingkatkan, namun yang terjadi justru sebaliknya kejahatan yang meningkat.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai bahwa meningkatnya tren kejahatan pada bulan Ramadan hingga jelang lebaran disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan di masyarakat yang tinggi. Menurut Bambang, dengan adanya peningkatan kebutuhan, maka pengeluaran dari masyarakat juga pasti akan meningkat. Sementara, bagi sebagian masyarakat peningkatan pengeluaran biaya tersebut tak diiringi dengan peningkatan penghasilan (mediaindonesia.com, 27/03/2024).

Meningkatnya kejahatan di bulan Ramadhan seakan jadi tren. Sebab bukan hanya ramadhan tahun ini, akan tetapi hal yang sama terjadi di  tahun-tahun sebelumnya. Bahkan menjelang ramadhan, pihak berwajib telah menghimbau masyarakat agar mewaspadai maraknya kejahatan di bulan ramadhan hingga lebaran.

Dilihat dari motifnya, kejahatan terjadi karena alasan ekonomi. Terlebih, menjelang ramadhan dan lebaran harga semua kebutuhan  rakyat melonjak seperti harga sembako, gas dan lain-lain. Sementara penghasilan mereka tidak seberapa. Akibatnya wajar, tindak kejahatan menjadi pilihan bagi pelaku. Ditambah lagi tidak adanya ketakwaan dalam diri pelaku memicunya untuk melakukan kejahatan. Meskipun ini bukan faktor satu-satunya. Karena lingkungan tetangga, masyarakat juga negara pun menjadi penyebab meningkatnya kasus kejahatan.

Sikap individualis masyarakat terus dipertontonkan di negeri ini. Mereka merasa tenang dan bahagia karena kebutuhan terpenuhi. Padahal banyak di sekeliling mereka yang membutuhkan uluran tangan. Selain itu, gaya hidup hedonis juga kerap dipertontonkan di khalayak ramai, padahal mereka kumpulkan duit dari hasil korupsi, yang tentunya menimbukan kerugian negara.

Negara juga sedikit banyak berkontribusi atas maraknya kejahatan. Bagaimana tidak, seandainya negara mengatur bagaimana pengelolaan distribusi kebutuhan masyarakat, maka tidak akan ada kelangkaan barang yang berefek pada melonjaknya harga. Seandainya negara menyiapkan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki, maka tidak akan ada ibu-ibu yang banting tulang bekerja hingga meninggalkan kewajiban mendidik anak dan mengatur rumah tangga. Seandainya negara mengatur pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), maka semua kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan akan terpenuhi.

Sayangnya, semua itu tidak bisa terwujud dalam negara yang mencampakkan aturan Allah, dan menerapkan aturan buatan manusia yakni sistem kapitalisme  sekuler. Sistem ini telah menciptakan kemiskinan yang seolah tak berujung.  Sehingga tidak sedikit dari rakyat yang menghalalkan segala cara demi memenuhi kebutuhannya. Artinya, jika negara masih mempertahankan sistem kapitalisme untuk mengatur kehidupan, maka, mustahil bisa mencegah menghilangkan kasus kejahatan. Yang ada, justru semakin meningkat.

Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Sebab sistem tersebut bersumber dari Allah SWT. Di dalamnya ada 3 pilar penting dalam mencegah maraknya kejahatan. Pertama, adanya ketakwaan individu dalam lingkup keluarga. Ketakwaan akan mendorong seseorang termasuk anggota keluarga senantiasa terikat dengan syariat Islam. Allah SWT telah mengingatkan melalui firman-Nya :

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api neraka.” (TQS At-Tahrim [66]: 6).

Kedua, adanya kontrol masyarakat dengan senantiasa mengajak pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran. Dengan begitu, peluang untuk melakukan kejahatan kemungkinannya sangat kecil.

Ketiga, adanya peran negara. Yakni dengan memberlakukan aturan yang sesuai Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Termasuk negara menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, baik sandang, pangan maupun papan. Ketika semua kebutuhan terpenuhi, maka rakyat tidak akan mau melakukan kejahatan. Jika pun didapati ada yang melanggar aturan Islam dengan melakukan kejahatan, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku. Apalagi negara bertanggung jawab untuk semua itu. Rasulullah bersabda :

“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Muslim dan Ahmad).

Wallahu'alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak