KORUPTOR MENGGILA, DAN MERUGIKAN NEGARA HINGGA 271 TRILIUN

Oleh : Yuli Atmonegoro

Penggiat Literasi, Serdang Bedagai


Tengah hangat diperbincangkan, tentang kasus Mega Korupsi yang dilakukan oleh jajaran kejaksaan, dimana kasus ini mencuri perhatian dengan pengusutan perkara korupsi. Masih hangat dalam ingatan soal Jiwasraya dan ASABRI, kini perkara pertambangan menjadi sorotan.

Kasusnya sendiri bertajuk dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 atau bolehlah disingkat kasus korupsi timah. Sampai detik ini sudah ada 16 orang tersangka yang dijerat kejaksaan yang mana nama tersangka terakhir menjadi buah bibir yaitu Harvey Moeis yang merupakan suami dari aktris Sandra Dewi.

Mengutip dari detiknews, sebenarnya kasus ini tidak serta merta muncul begitu saja. Berbeda dari kasus-kasus yang biasa diusut oleh KPK melalui operasi tangkap tangan atau OTT, perkara yang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ini biasa disebut menggunakan metode case building atau mengembangkan kasus. Biasanya dalam perkara yang diusut melalui case building, pasal yang dikenakan memiliki ancaman hukuman yang lebih ngeri dibanding perkara-perkara yang sifatnya suap-menyuap. Ancaman hukumannya seumur hidup penjara atau bahkan mati dengan syarat kondisi tertentu.

Sungguh berita yang menyakitkan hati bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, ditengah semakin sulitnya kondisi ekonomi rakyat, biaya hidup semakin tinggi, lapangan pekerjaan tak memadai. Upah yang diterima tidak mampu mencukupi kebutuhan, bahkan para petani pun ikut menjerit dengan kondisi saat ini, dimana pupuk mahal dan langka, harga beras naik etapi harga gabah tak sebanding, dan banyak lagi penderitaan demi penderitaan yang terjadi. Tapi, orang-orang yang tidak punya akal sehat dan tidak bertanggung jawab ini, tak sedikit pun menghiraukan penderitaan rakyat. Dengan rakusnya mereka mengeruk harta rakyat demi kepentingan pribadi. Mereka pamer kekayaan dengan segala kemewahan, tetapi semua adalah hasil dari merampok uang yang seharusnya milik rakyat.

Di Sistem Demokrasi yang menjadi anak emas dari Sistem Kapitalis ini, hal seperti ini akan tetap terjadi. Para maling-maling berdasi, penipu dan penindas rakyat secara materi, akan tetap menjamur. Bagaimana tidak, mereka pasti dengan mudah dapat mengeruk harta milik Negara karena mereka hidup dan berdampingan serta bekerja sama dengan orang-orang yang harus akan materi dan kekuasaan. Oleh sebab itu, mereka tidak perlu bersusah payah untuk memanipulasi situasi, kondisi dan orang-orang disekitar mereka untuk melakukan hal tercela ini.

Ditambah lagi, sistem penegakan hukum di Negara ini yang ternyata tak membuat jera para maling-maling elit ini. Alih-alih takut dengan hukum, mereka malah bekerja sama dan menyuap para penegak hukum untuk melanggar hukum.

Bobroknya sistem saat ini sungguh menyengsarakan rakyat. Tidak ada yang berpihak kepada rakyat, apalagi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal ini akat terus terjadi selama negara ini masih menjadikan sistem Demokrasi sebagai landasan hukum dan Negara. Dimana hukum-hukum sebagai sarana mengatur kehidupan rakyat, dibuat oleh manusia yang notabene merupakan makhluk lemah, terbatas dan dari segala hal. Seharusnya, hukum yang berlaku adalah hukum buatan Sang Maha Adil, yakni Allah SWT.


Sistem Kapitalis telah memimpin dunia kurang lebih selama 100 tahun terakhir ini. Sepanjang kurun waktu itu, dapat kita lihat dengan jelas kemunduran taraf berfikir umat. Sangat gamblang dapat kita rasakan dari kondisi ekonomi, kehancuran moral, akhlak, dan lemahnya penegakan hukum.


Dengan mudah saat ini kita menemukan berita-berita yang mencerminkan kehancuran generasi akibat dari penerapan Sistem kehidupan yang sudah cacat dari lahir. 


Dengan terbongkarnya kasus demi kasus korupsi di Negeri ini, semakin menambah daftar panjang bukti rusaknya sistem Kapitalis ini.


Wallaahu a'laam bishshowaab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak