MOU Kemenag-Unicef, Benarkah Menjamin Perlindungan Hak Anak?



Oleh : Dian Safitri

Kasus demi kasus menimpa anak di negeri ini. Mulia dari stunting, kekerasan, diskriminasi dan sebagainya. Menanggapi masalah ini kementerian Agama RI dan Dana anak-anak perserikatan bangsa-bangsa (UNICEF) resmi menandatangani nota kesepahaman untuk perlindungan hak anak, yang dilakukan dalam acara Interfaith iftar and Networking Dinner 2024 di masjid Istiqlal Jakarta. Usaha itu dilakukan untuk memperkuat perlindungan hak anak. MOU tersebut mencakup tiga aspek penting, diantaranya: advokasi,  pengembangan kapasitas, dan berbagai sumberdaya sebagai langkah konkret untuk meningkatkan kesadaran akan hak-hak anak (antaranews.com, 28/03/2024).

Anak adalah anugerah dari yang Maha Kuasa untuk dijaga. Dengannya kita bisa meraih pahala dan mendatangkan dosa. Jika anak dididik dengan tuntunan agama maka dia bisa menjadi ladang pahala buat orangtuanya dan sebaliknya jika dididik tanpa tuntunan maka dia akan menjadi cobaan dan fitnah bagi orang tuanya. Tidak hanya dari orang tua, peran masyarakat juga negara sangat mendukung untuk kebaikan anak tersebut. Sinergitas dari ketiga pihak tersebut sangat urgen, lebih-lebih negara karena harus menunjang dengan memberikan layanan terbaik untuk mendukung tumbuh kembang anak.

Persoalan anak hari ini sangat kompleks. Tidak heran negara pun kebingungan untuk mengatasinya. Solusi tambal sulam-pun menjadi alternatif, seperti MOU antara Kemenag dan Unicef ditujukan untuk memenuhi hak anak, khususnya kesejahteraan dan pendidikan. Dalam kerjasama itu diharapkan bisa memberikan solusi untuk kesejahteraan anak. Tapi faktanya anak-anak masih jauh dari kesejahteraan. Mulai dari perlindungan keamanan hingga pendidikan.

Tidak bisa dipungkiri, anak-anak hari ini mengalami permasalahan kompleks. Masih banyak anak yang hidup dalam kesusahan juga kemiskinan, tidak dapat mengakses layanan pendidikan juga kesehatan terbaik hingga anak rentan terhadap kekerasan. Seluruh problem tersebut hanya bisa terselesaikan dengan memahami penyebab utama persoalan tersebut.

Adanya MOU antara Unicef dan Kementerian Agama sebagai komitmen untuk melindungi hak-hak anak di Indonesia patut diapresiasi. Tapi pertanyaannya, apakah MOU tersebut mampu menjadi solusi atas masalah anak hari ini? Atau hanya solusi tambal sulam saja?

Lihat saja kemiskinan yang berujung pada stunting maupun gizi buruk yang banyak menimpa anak saat ini. Sejatinya disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme, sistem bathil ini mengagungkan kebebasan termasuk dalam berekonomi. Hal ini berdampak pada eksploitasi SDA yang merupakan kepemilikan publik di negeri-negeri muslim. Parahnya kekayaan negeri ini dikuasai oleh segelintir orang yang disebut oligarki kapitalis, sementara rakyat hidup dalam penderitaan kemiskinan yang tidak berujung. Belum lagi harga kebutuhan pokok menjadi mahal akibat liberalisasi ini, anak-anak hidup jauh dari kesejahteraan dan ini menyebabkan munculnya persoalan-persoalan lain seperti anak harus bekerja, anak putus sekolah, anak jadi korban kekerasan dan masih banyak lagi.

Negara sendiri menjadi miskin karena hanya mengandalkan pajak dan utang luar negeri, tidak memiliki dana untuk pembiayaan layanan pendidikan dan kesehatan untuk rakyat. Padahal negeri ini melimpah kekayaan alamnya, tapi karena pengelolaannya yang salah maka rakyat menjadi korban, termasuk anak-anak yang harus kehilangan hak-hak mereka.

Negara merasa sudah memberikan layanan pendidikan terbaik dengan menggratiskan biaya sekolah, padahal itu-pun hanya sampai pada tingkat menengah dengan kualitas pendidikan yang masih jauh dari kata cukup. Pendidikan dan kesehatan dalam sistem bathil saat ini dipandang sebagai objek komersial. Tidak heran dikapitalisasi bagi para korporasi untuk membuka sekolah-sekolah swasta yang bersaing dan justru lebih baik dari sekolah-sekolah negeri untuk mendapatkan keuntungan. Begitu juga dalam bidang kesehatan semuanya sama dikapitalisasi. 

Ini membuktikan negara dalam penerapan sistem kapitalisme berlepas tangan terhadap pengurusan rakyatnya, abai dan tidak peduli. Sementara di sisi lain justru sibuk membuat regulasi yang mementingkan kepentingan para pemilik modal.

Kapitalisme berbeda jauh dengan sistem Islam dalam menjamin hak-hak anak. Islam adalah solusi terbaik untuk memecahkan problematika yang menimpa umat hari ini. Karena Islam tidak hanya sebatas agama tetapi juga sistem kehidupan yang memiliki solusi sistemik dalam mengatasi problem perlindungan hak-hak anak.

Dalam hal kepemilikan. Islam mengatur pembagian kepemilikan yakni kepemilikan Individu, umum, dan negara. Pembagian ini sangat penting agar tidak ada hegemoni dalam bidang ekonomi, seperti penguasaan individu atau swasta atas barang tambang, gas, hutan, jalan umum dan sebagainya.  Begitu pun dengan sektor pendidikan dan kesehatan tidak bisa dikuasai oleh individu karena merupakan kebutuhan dasar publik.

Sistem ekonomi Islam akan menjamin seluruh rakyat, termasuk anak terpenuhi semua kebutuhan dasarnya. Tidak hanya itu sistem terbaik ini akan memberikan kesempatan seluruh rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Negara dalam Islam yaitu khilafah akan hadir sebagai penanggung jawab urusan rakyatnya, termasuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Karena negara wajib memenuhi kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan juga kesehatan dan keamanan.

Adapun dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan negara akan memberikan kemudahan masyarakat untuk mendapatkannya, seperti: harga terjangkau, kemudahan lapangan pekerjaan serta kemudahan dalam mengakses kebutuhan tersebut.

Dalam hal pendidikan, kesehatan dan keamanan negara harus memenuhinya secara gratis tanpa memungut biaya, tidak ada komersialisasi dan kapitalisasi dalam tiga kebutuhan tersebut. Semua itu mudah dipenuhi oleh negara karena pemasukan negara dengan konsep ekonomi Islam sangat berlimpah, maka hadirnya negara yang akan menjalankan mekanisme sempurna menjadi hal penting karena hadirnya akan dapat menjamin kesejahteraan anak sepanjang hidupnya termasuk terpenuhinya layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas yang memadai. Itulah sebenarnya yang dibutuhkan oleh anak sebagai generasi penerus dan pembangunan peradaban yang cemerlang.

Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak