Nilai Tenaga Kesehatan di Mata Kapitalisme


 Nilai Tenaga Kesehatan di Mata Kapitalisme

Oleh : Sitti Kamariah

(Pemerhati Masalah Sosial) 


Pemecatan 249 tenaga kesehatan atau nakes tengah jadi sorotan dan telah diberitakan oleh beberapa media. Mereka dipecat oleh Bupati Manggarai NTT Herybertus GL Nabit usai demonstrasi penyampaian aspirasi yang dilakukan ratusan nakes tersebut. 


Sebelumnya sekitar 300 nakes honorer dari 25 puskesmas berunjuk rasa di Kantor Bupati Manggarai pada 12 Februari 2024. Aksi serupa juga dilakukan di DPRD Manggarai pada 6 Maret 2024. Mereka menuntut surat perintah kerja (SPK) diperpanjang dan kenaikan gaji agar setara dengan upah minimum kabupaten (UMK). Aspirasi lainnya meminta penambahan kuota seleksi PPPK 2024, dan sebagainya.


Tuntutan para nakes non-ASN tersebut didasari pada kenyataan bahwa selama ini hanya mendapat upah Rp400 ribu—Rp600 ribu per bulan. Para nakes menilai upah itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dan juga ternyata para nakes non ASN itu belum digaji sejak Januari 2024.


Sangat disayangkan dengan apa yang terjadi. Bukannya mendapatkan perhatian oleh pemerintah setempat untuk diperjuangkan apa yang sepatutnya menjadi haknya, namun yang terjadi malah dicampakkan dengan pemutusan kontrak kerja. Upah sekitar Rp600 ribu per bulan tentu tidak cukup untuk kebutuhan hidup ditengah gempuran meroketnya harga - harga barang kebutuhan pokok. Bahkan upah tersebut masih sangat jauh dari UMR. Gaji UMR pun sebetulnya masih tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini  yang serba naik harganya. 


Beginilah buah hasil dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini tidak mampu menjamin kesejahteraan para tenaga kesehatan.  Sistem ini telah mendoktrin manusia menjadi individu materialistik, sehingga pemimpin pun telah melupakan tugasnya untuk peduli pada rakyatnya. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan seharusnya menjadi pelayan rakyat, namun dalam sistem kapitalisme yang terjadi rakyatlah yang menjadi pelayan untuk mengenyangkan penguasa. 


Sistem kapitalisme terus memperlebar kesenjangan kesejahteraan antara rakyat dan peguasa-pengusaha. Rezim penguasa memandang rakyatnya hanya sebagai nilai ekonomi untuk komersialisasi dan bisnis. Kombinasi penguasa dan pengusaha telah berhasil untuk memiskinkan negara dalam menyejahterakan rakyat. 


Negara dalam sistem kapitalisme mengabaikan hal-hal penting yang harusnya menjadi prioritas utama untuk di urus, seperti keamanan, pendidikan dan juga kesehatan. Para tenaga di bidang tersebut seharusnya mendapat perhatian besar untuk disejahterakan lebih dahulu karena merekalah pembangun peradaban. Namun fakta pahit yang terus kita lihat dalam penerapan sistem sekuler kapitalisme saat ini, dimana rakyat semakin kurus dan penguasa semakin gemuk . 


Akan berbeda apabila sistem Islam yang diterapkan dalam kehidupan dan tata kelola negara. Dalam pandangan Islam, kesehatan adalah kebutuhan pokok publik yang wajib dijamin negara secara langsung melalui fungsinya sebagai raa’in (pengurus persoalan umat) dan junnah (pelindung publik) dari segala perkara yang akan membahayakan hak-hak mereka terhadap pelayanan kesehatan. Sehingga negara akan menyediakan layanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma alias gratis namun tetap berkualitas. 


Dalam sistem Islam, khalifah akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kesejahteraan pada tenaga kesehatan dan rakyatnya. Para tenaga kesehatan akan diberi upah yang mencukupi kehidupan mereka. Guru saja dimasa khalifah Umar bin Khattab diupah sebanyak 15 Dinar jika dirupiahkan sekitar 50 juta. Tentu para nakes akan diberi upah yang terbaik, mengigat mereka kerjanya lebih beresiko dibanding guru. Dengan demikian maka kesejahteraan nakes akan tercapai, sehingga para nakes pun akan bahagia melayani pasien sepenuh hati karena adanya jaminan kesejahteraan oleh negara untuk hidupnya.


Dalam sejarah juga telah membuktikan bagaimana kesehatan dalam pemerintahan Islam dahulu yang sangat baik dalam melayani rakyat. Sepanjang sejarahnya, pemerintahan Islam membangun banyak rumah sakit yang berkualitas untuk melayani rakyat secara gratis. Rumah sakit pertama dalam peradaban Islam dibangun atas permintaan Khalifah Al-Walid (705-715 M) pada era Khilafah Bani Umayah. Pada masa berikutnya beragam rumah sakit di berbagai kota dibangun dengan fasilitas yang bermutu. Bahkan sebagian dilengkapi sekolah kedokteran dan perpustakaan yang lengkap. Untuk melayani warga di pedalaman, para khalifah membangun rumah sakit keliling. Ini terjadi seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). 


Bentuk jaminan kesehatan bagi rakyat dalam Islam itu memiliki empat sifat. Pertama: Universal. Artinya, tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat. Kedua: Bebas biaya alias gratis. Rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Ketiga: Seluruh rakyat bisa mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Keempat: Pelayanan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh platform seperti halnya JKN atau BPJS. Negara menanggung semua biaya pengobatan warganya.


Pemberian jaminan kesehatan seperti itu tentu membutuhkan dana sangat besar. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariat. Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak, gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai, berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat. Pun untuk memberikan gaji besar bagi para tenaga di lingkungan kesehatan juga cukup. 


Kegemilangan capaian sistem kesehatan Islam itu tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi dan politik Islam, berupa penerapan syariat Islam secara menyeluruh dan total. Hanya Islam yang memberikan perhatian dan penghargaan tertinggi pada kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, melebihi aspek apapun termasuk ekonomi. Nilai manusia tidak bisa dibandingkan dengan materi. Negara wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya bukan menjadikan rakyat sebagai ladang bisnis seperti sistem kapitalisme saat ini. 


Penerapan seluruh syariat Islam, termasuk di bidang layanan kesehatan, adalah harga mati.  Semua itu merupakan tuntunan sekaligus tuntutan syariah Islam, tidak bisa ditawar-tawar. Hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah pemerintahan sistem Islam yang dicontohkan dan ditinggalkan oleh Nabi saw., lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi selanjutnya. Inilah yang harus diperjuangkan dan menjadi tanggung jawab oleh seluruh umat Islam.


Wallahu a'lam bishowab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak