Pajak THR Memberatkan Rakyat


Oleh: Dewi Putri, S.Pd

Di tengah kegembiraan masyarakat yang menerima tunjangan hari raya (THR) ada kabar yang tidak enak didengar.

Dikutip dari detik.com 28/03/2024, Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan pada pekerja swasta akan dikenakan pajak. Bagi pegawai swasta tersebut dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai Pasal 21. Pemotongan ini dilakukan langsung perusahan kemudian disetorkan ke kas negara. Penghitungan pajak dilakukan dengan metode tarif efektif rata-rata (TER) mulai 1 Januari 2024.

THR yang akan diterima oleh para pekerja swasta akan dikenakan pajak pengahsilan (PPh) sesuai dengan pasal 21 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (UU Pp). Para penerima THR akan langsung dipotong PPhnya oleh para perusahaan untuk kemudian disetor dan akan masuk di kas negara. Hal ini dikarenakan adanya pajak THR bagi para pekerja swasta yang ditanggung oleh masing-masing pekerja, berbeda dengan ASN yang pajaknya di tanggung oleh pemerintah.

Pada mekanisme yang baru, potongan PPh dihitung tiap bulannya. Dengan demikian potongan PPh pada bulan Maret atas pemasukan yang mencakup THR jadi lebih besar dibandingkan dengan Februari yang tanpa THR.
Akan tetapi bagi para pekerja, besarnya pungutan pajak pada bulan Maret saat menerima THR jelas sangat terasa beratnya, dikarenakan naiknya harga pangan serta banyak harga yang melonjak dibandingkan pada bulan-bulan sebelumnya.
Sedangkan THR ini adalah sesuatu yang sangat diharapkan demi memenuhi kebutuhan apatah lagi ada kebutuhan Lebaran seperti mudik, membeli kebutuhan sembako dll. Dengan demikian adanya potongan pajak yang melonjak ini akan membuat berkurang THR yang diterima.

Dengan adanya penerapan pungutan pajak atas THR, ini merupakan praktik perekonomian sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, pajak merupakan pemasukan utama negara. Ini merupakan hal yang wajar dan nampak sekali besarnya penerimaan pajak yang dibandingkan dengan penerimaan dari sumber lainnya.

Mirisnya lagi hasil uang pajak ini akan digunakan untuk pembangunan dan layanan publik ternyata tidak bisa dinikmati secara gratis dan bebas oleh masyarakat. Terbukti, bahwa dengan adanya layanan pendidikan dan kesehatan kian mahal dan mencekik rakyat. Untuk menikmati hasil pembangunan infrasttuktur pun berupa jalan  tol, kereta cepat, dan fasilitas layanan lainnya, rakyat harus membayarnya.

Sangat berbeda dengan kondisi yang ada di dalam sistem Islam yakni khilafah Islamiyah. Sistem pemerintahan Islam tidak menjadikan pemasukan utama dari pajak, sebaliknya sistem Islam banyak memiliki pemasukan.

Pos pendapatan negara Islam (khilafah) itu banyak meliputi, fa'i dan kharaz, harta ghanimah, status tanah, jizyah, dan akan dipunguti pajak oleh negara apabila kas dalam Baitul mall itu menipis, itupun hanya dipungut pada yang memiliki harta yang melimpah.

Dalam kepemilikan umum pun negara memilki banyak seksi yakni dari seksi listrik, migas, pertambangan, seksi laut, perairan, sungai, mata air, hutan, padang rumput serta aset-aset yang dimiliki khusus oleh negara dan untuk keperluan khusus.

Khalifah akan berupaya untuk tetap mengoptimalkan pendapatan dan pengelolaan yang berasal dari sumber daya alam dan lainnya seperti kharaj, jizyah. Itu semua adalah pos pemasukan dalam sistem Islam.

Pajak di dalam sistem Islam hanyalah pemasukan yang bersifat insidental yang tidak terus menerus,  pajak hanya ditarik dari orang kaya ketika kas negara kosong, juga pada kebutuhan yang mendesak dan harus cepat dipenuhi, dengan demikian pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara .

Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya, tiap-tiap masyarakat mendapatkan hak yang sama, bukan THR yang satu kali setahun yang hanya memberikan pada mereka yang berhak menerima THR, khilafah akan memberikan keamanan, fasilitas  kesehatan gratis dan layanan pendidikan yang berkualitas. Tidak perlu masyarakat mengeluarkan uang untuk mendapatkan fasilitas dan layanan kesehatan. Khilafah juga akan menerapkan sistem upah mengupah yang adil yang merata serta mendapatkan upah sesuai hasil pekerjaan.

Serta berbagai fasilitas layanan publik seperti transportasi, kesehatan, pendidikan, BBM, gas semua kebutuhan didapatkan dengan harga yang murah dan terjangkau. Beginilah ketika kebijakan dan sistem ekonomi Islam yang diterapkan maka rakyat akan mendapatkan kesejahteraan yang terus menerus bukan hanya THR yang setahun sekali dimana akan dipotong dengan pungutan pajak lagi.

Wallahu'alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak