Pinjol Merajalela??
Oleh: Wiwik Afrah, S.Pd (Aktivis Muslimah)
Gagal bayar tepat waktu utang pinjol melonjak pada Februari atau menjelang Ramadan. Industri teknologi finansial pembiayaan atau fintech lending pun merugi. Kredit macet atau tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari yang biasa disebut TWP 90 pinjol naik dari Rp 1,78 triliun pada Januari menjadi Rp 1,8 triliun pada Februari.
Persentasenya 2,95% dari total pinjaman. Pinjaman yang masih berjalan di platform pinjol naik 21,98% secara tahunan alias year on year (yoy) menjadi Rp 61,1 triliun pada Februari. Banyaknya masyarakat yang meminjam uang ke pinjol disebabkan oleh tingginya kebutuhan masyarakat. Tingginya kebutuhan hidup, sedangkan pendapatan tidak naik, menjadikan masyarakat memilih “jalan ninja”, yaitu meminjam uang pada pinjol. (Katadata, 2/4/2024)
Pinjol menjadi pilihan masyarakat karena syaratnya mudah dan prosesnya cepat. Namun, di balik itu ada bahaya yang mengintai, yaitu suku bunga yang sangat tinggi. Sebenarnya masyarakat tahu bahwa bunga pinjol sangat tinggi, tetapi mereka tetap meminjam uang ke pinjol karena desakan kebutuhan.
Tingginya kebutuhan hidup masyarakat disebabkan tidak adanya jaminan dari pemerintah terkait dengan kebutuhan pokok masyarakat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Harga pangan maupun papan (properti) terus naik sehingga menguras pendapatan masyarakat. Selain itu, kesehatan dan pendidikan juga dikomersialkan sehingga mahal. Di sisi lain, kenaikan upah (jika ada) tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga barang.
Bahkan sejak tahun lalu terjadi gelombang PHK secara global sehingga banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Lepas tangannya pemerintah dari memenuhi kebutuhan masyarakat menjadikan beban hidup masyarakat makin berat sehingga mereka terpaksa “lari” ke pinjol untuk mendapatkan dana segar demi memenuhi kebutuhan hidup. Sebentar lagi Juni—Juli adalah waktunya kenaikan sekolah, kebutuhan dana akan membesar untuk membayar biaya pendaftaran sekolah baru atau daftar ulang di sekolah lama. Bisa dipastikan, permintaan terhadap pinjol akan meningkat lagi.
Sejatinya, pinjol bukanlah solusi hakiki atas kebutuhan dana masyarakat. Pinjol berbasis riba sehingga menjerat nasabah dengan bunga yang tinggi. Bukannya menyelesaikan permasalahan kebutuhan, pinjol justru menyedot dana peminjam untuk membayar bunga yang tinggi. Selain itu, banyak kasus antara peminjam dengan penagih utang sehingga berujung konflik, depresi, bahkan bunuh diri. Miris, keberadaan pinjol yang berdampak buruk ini justru mendapatkan restu dari penguasa. Hanya pinjol ilegal yang dilarang oleh penguasa. Sedangkan pinjol legal dibiarkan merajalela.
Hal ini menunjukkan jauhnya pemerintah dari fungsi riayah/pengurus. Alih-alih melindungi rakyat dari bahaya pinjol, penguasa malah memfasilitasi rakyat untuk mengambil pinjol yang jelas-jelas ribawi. Pinjol adalah solusi palsu dari ideologi kapitalisme yang tidak menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah sehingga kehidupan yang sudah susah menjadi makin ambyar. Itulah sebabnya, solusi ini tidak layak kita ambil, bahkan harus kita tinggalkan.
Allah Swt. telah menegaskan keharaman riba sehingga jika dilanggar akan menghasilkan kerusakan di muka bumi.
Keharaman riba telah tersurat sejak belasan abad yang lalu pada firman Allah Swt., “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah: 275). Adapun solusi yang sebenarnya atas permasalahan beban hidup masyarakat adalah adanya riayah (pengurusan) dari negara. Sayangnya, negara di dalam kapitalisme tidak memosisikan dirinya sebagai pe-riayah urusan rakyat, tetapi justru menjadi pelayan bagi para pengusaha kapitalis oligarki. Keduanya bersimbiosis untuk memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadinya.
Sungguh berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam yang melakukan riayah terhadap rakyatnya. Khilafah akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Untuk kebutuhan dasar pribadi, yaitu sandang, pangan, dan papan, negara memenuhinya secara tidak langsung, yaitu dengan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat yang wajib bekerja, yaitu laki-laki dewasa. Negara akan merevitalisasi pertanian, perdagangan, dan industri sehingga bisa menyerap banyak tenaga kerja.
Sedangkan kebutuhan dasar kolektif, yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara memenuhinya secara langsung yaitu dengan menyediakan ketiganya secara gratis dan berkualitas tinggi. Negara akan mengambil alih kekayaan alam yang terkategori milik publik seperti tambang sehingga dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kemaslahatan rakyat.
Khilafah akan membiayai semua kebutuhan rakyat dari baitulmal yang bersumber dari 15 pos pemasukan negara meliputi fai, kharaj, jizyah, kepemilikan umum, zakat, dan lainnya. Dengan demikian, ada dana yang cukup untuk menyejahterakan rakyat.
Adapun bagi rakyat yang lemah secara fisik dan tidak memiliki kerabat yang menafkahinya, Khilafah akan memberikan padanya santunan yang rutin sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak. Inilah solusi hakiki atas tingginya beban hidup masyarakat, bukan pinjol.
Wallahualam bisshowab.
Komentar
Posting Komentar