Pinjol Potret Buram Sistem Kapitalisme
Oleh: Aulia Manda, S.Pd (Aktivis Dakwah)
Gagal bayar tepat waktu utang pinjol melonjak pada Februari atau menjelang Ramadan. Industri teknologi finansial pembiayaan atau fintech lending pun merugi. Kredit macet atau tingkat wanprestasi lebih dari 90 hari yang biasa disebut TWP 90 pinjol naik dari Rp 1,78 triliun pada Januari menjadi Rp 1,8 triliun pada Februari.
Persentasenya 2,95% dari total pinjaman. Pinjaman yang masih berjalan di platform pinjol naik 21,98% secara tahunan alias year on year (yoy) menjadi Rp 61,1 triliun pada Februari. “TWP 90 tetap terjaga di 2,95%,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan & Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan Maret 2024 secara virtual. (Katadata, 2/4/2024).
Januari 2024 yang dipublikasikan OJK pada Senin (25/3/2024), total kredit macet atau tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP 90) P2P lending mencapai Rp 1,78 triliun. Jumlah ini naik 27% dari tahun lalu sebesar Rp1,40 triliun. (CNBC Indonesia, 4/4/2034).
Tingginya kebutuhan hidup masyarakat yang serba mahal dan tidak dijamin pemenuhannya oleh negara membuat mereka berusaha untuk memenuhinya dan mengambil jalan pintas yang memang sengaja di sediakan oleh Negara. Salah satu yang disediakan pemerintah adalah pinjol. Mereka terpaksa memilih jalan pinjol karna tidak adanya pilihan yang lain disamping mereka terdesak oleh faktor ekonomi yang paling mendasar adalah kebutuhan pokok mereka.
Pengeluaran hidup lebih banyak ketimbang pemasukan, dimana hari ini lapangan pekerjaan semakin sempit dan terus bertambahnya PHK Massal yang membuat masyarakat mogok kerja dan tak berpenghasilan. Yang mengakibatkan mau tidak mau, suka tidak suka mereka terpaksa untuk pinjol padahal mereka tahu pinjol memiliki bunga yang sangat tinggi.
Padahal pilihan ini adalah pilihan berbahaya karena adanya riba. Bahkan banyak diantara masyarakat yang tak mampu lagi membayarnya. Sungguh pinjol ini tak lepas dari sistem kehidupan yang kapitalistik. Bukannya negara memberikan kemudahan bagi rakyat tapi sebaliknya. Negara menjadi hilang fungsi menjadi riayatul ummah artinya mengurusi semua urusan ummat termasuk memenuhi kebutuhan pokok, sandang papan dan menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya, malah menjadikan masyarakat kambing hitam untuk mendapatkan keuntungan di dalamnya. Sangat jelas pinjol bukanlah solusi atas permasalahan masyarakat hari ini yang ditawarkan oleh pemerintah dan tentu sangat berbeda di dalam Islam.
Islam menetapkan Negara menjamin kebutuhan rakyat dengan akses sumber ekonomi yang halal, seperti akses mudah lapangan pekerjaan, gaji yang layak, hingga pinjaman halal negara dan santunan negara ketika kekurangan dll.
Negara menjaga Masyarakat untuk terikat syariat, tidak terjerumus dalam pola kehidupan konsumtif dan konsumerisme meski hidup dalam taraf kehidupan Masyarakat tinggi.
Sistem sekuler berbeda dengan sistem islam, yang menjadikan masyarakat sebagai tempat menyiapkan calon pemimpin umat.
Dalam Islam sistem ekonomi Islam mengharamkan riba. Sistem Islam bukan hanya sekedar sistem ekonomi syariah, yang sebenarnya masih mengandung bermacam riba tetapi selalu terpoles cantik sehingga tidak kita sadar sebagai riba.
Jerat pinjol yang semakin bertambah jelas akibat mereka minim literasi sistem ekonomi Islam. Padahal sangat jelas bahwa pinjol itu haram hukumnya menurut syariat Islam, baik pinjol legal maupun ilegal, berdasarkan 2 (dua) alasan sebagai berikut:
Pertama, terdapat riba, yaitu tambahan yang dipersyaratkan dalam akad pinjaman (qardh) dalam 3 (tiga) bentuknya, yaitu bunga, denda, dan biaya administrasi. Ketiga bentuk tambahan yang disyaratkan (ziyâdah masyrûthah) ini tidak diragukan termasuk riba yang telah diharamkan dengan tegas dalam syariat Islam. Firman Allah Swt.,
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(QS al-Baqarah : 275)
Kedua, terdapat bahaya (dharar) yang dialami oleh peminjam, yaitu setidaknya ada tiga macam bahaya; (1) penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan teror; (2) penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan (3) bunga yang tinggi (khususnya pinjol ilegal).
Padahal syariat Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya (dharar) dalam segala bentuknya, sesuai sabda Rasulullah saw.,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
”Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirâr).” (lâ dharara wa lâ dhirâra). (HR Ahmad)
Kesimpulannya, meminjam uang melalui pinjol hukumnya haram, baik pinjol yang legal maupun yang ilegal, baik yang bunganya sedikit maupun yang besar. Semuanya haram dan semuanya dosa besar.
Wallahualam bisawab.
Komentar
Posting Komentar