Remisi Napi, Solusi Sistem Rusak Mustahil Ciptakan Efek Jera
Remisi Napi, Solusi Sistem Rusak Mustahil Ciptakan Efek Jera
Oleh: Sarlin, Amd. Kep
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (kemenkumham) memberikan remisi khusus (RK) bagi narapidana dan pengurangan masa pidana (PMP) khusus bagi anak binaan yang beragama Islam dalam rangka idul Fitri 1445 Hijriyah. Dilansir siaran pers Direktorat Jenderal permasyarakatan kemenkumham, penerima RK dan PMP khusus idul Fitri 1445 berjumlah 159.557 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 158.343 narapidana menerima RK dengan rincian 157.366 orang mendapat RK 11(langsung bebas). KOMPAS.com, Kamis (11/4/2024)
Remisi di berikan kepada para napi sebagai hadiah, karena para napi telah berbuat baik dan memenuhi semua aturan selama dalam lapas. Apalagi disebutkan juga bahwa kebijakan remisi tersebut mampu menghemat anggaran biaya makan napi hingga Rp 81.204.495.000. bisnis. tempo.co.id, Selasa (9/4/2024).
Mencermati fenomena remisi ini, jelas tidak akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan, tetapi justru menimbulkan masalah baru. Jumlah kejahatan semakin banyak dengan bentuk yang makin beragam, sadis dan mengerikan. Meskipun para napi telah berbuat baik dan memenuhi aturan yang ditetapkan di lapas. Lantas, bagaimana mungkin para pelaku kejahatan itu layak mendapatkan remisi, cukupkah kelakuan baik mereka selama di lapas menjadi standar bagi tobat nasuhah mereka?
Berdasarkan itu semua, pemberian vonis hukuman tidak semestinya kompromistis dengan HAM, khususnya ketika vonisnya berupa hukuman mati. Pemerintah pun harus memformat sistem hukum dan peradilan yang tegas sehingga tidak rawan terjadi jual beli hukum.
Oleh sebab itu, pemerintah harus memiliki pertimbangan yang lebih baik sebagai solusi penanganan narapidana daripada sekadar pemberian remisi. Ini karena tindak pidana adalah kejahatan yang tidak patut ditoleransi, kecuali sudah mendapatkan hukuman setimpal dan pelakunya bertobat dengan tobat nasuhah. Masalahnya lagi, hukuman produk harin ini adalah sistem sekuler mustahil membuat jera pelaku kejahatan. Hukuman di sistem saat ini lebih berpeluang dikompromikan demi mengurangi masa hukuman, bahkan pelakunya bisa bebas dari jerat sanksi.
Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem peradilan dan sanksi Islam. Ketegasan sistem Islam dalam memberantas kejahatan tidak terlepas dari sifat sistem sanksinya, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum bisa tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama.
Selain itu, jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Sistem Islam pun menjamin penyelenggaraannya sistem sanksi yang ditetapkan syariat Islam dengan adil dan amanah dalam setiap penetapan aturannya.
Sistem Islam juga menyuburkan ketakwaan dalam diri setiap individu sehingga memudahkan proses hukum pada pelaku. Dengan ketakwaannya, pelaku tidak akan tahan berlama-lama menyimpan kesalahan, alih-alih menimpakan konsekuensi hukuman kepada orang lain yang bisa ditumbalkan. Dirinya justru meyakini bahwa hukuman di akhirat akan lebih dahsyat. Jadi, pelaku akan menyerahkan diri pada pihak berwenang dan mengakui kesalahannya. Dirinya pun rida dengan sanksi yang harus ia terima.
Kesejahteraan masyarakat dalam sistem Islam di jamin oleh negara, baik jaminan langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat mengurangi faktor resiko terjadinya kejahatan. Demikian pula sistem pendidikan Islam mampu mencetak individu yang beriman sehingga jauh dari kemaksiatan. Demikianlah kebaikan ketika sistem Islam ditetapkan. Manusia akan hidup dengan aman karena kejahatan sangat minim. Wallahu alam bisawab.
Komentar
Posting Komentar