TAKBIR IDUL FITRI 2024, WARNING BUAT PENGUASA
Oleh: Ibnu Rusdi (Pemerhati Sosial dan Politik)
Sidang Itsbat penentuan 1 Syawal masih berlangsung. Menurut jadwal Kemenag RI, pengumuman 1 Syawal akan dipublish pukul 19.05 (Kompas.com, 09 April.2024). Apakah Ramadhan versi pemerintah dicukupkan 29 hari sehingga Rabu, 10 April sudah Hari Raya Idul Fitri. Ataukah bulan Puasa masih perlu "diistikmal" karena hasil sidang Itsbat membuahkan keputusan tanggal 1 Syawal masih hari Kamis besoknya.
Di tengah masyarakat, terjadi fenomena yang menyelisihi tradisi "menunggu pengumuman pemerintah". Ba'da shalat Maghrib berjamaah di masjid dan mushalla-mushalla Selasa, 09 April malam itu, takbir menyongsong Idul Fitri telah berkumandang dari beberapa lokasi.
Jika dibuatkan narasi empatiknya, seolah-olah takbiran itu ekspresi kemandirian. Mendeklarasikan kekuatan keyakinan perihal waktu: "Allahu Akbar. Allahu Akbar. Ini malam Idul Fitri. Kita tidak perlu menunggu hingga nanti. Apapun keputusan penguasa, besok kita tetap berhari raya!"
Kaum Muslimin, para penguasa dan warga Muslim mereka, mendapatkan pelajaran berharga dari fenomena ini. Takbiran mendahuli pengumuman Itsbat Syawal setidaknya mendeskripsikan beberapa perkara.
Satu, masyarakat memiliki saluran informasi yang lebih dari satu pintu. Jika sebelumnya mereka menunggu keputusan negara, hari ini ada saluran alternatif. Perkembangan informasi dari sosial media menjadi salah satu kompetitor bagi memasuki ruang dengar masyarakat banyak.
Dua, keputusan Itsbat yang diterbitkan penguasa dalam banyak peristiwa sering berbeda dengan 'arus baru' yang mendominasi publikasi sosial media. Kebiasaan berselisih waktu ini secara berangsur membentuk opini publik. Yakni, pemerintah ada di satu pihak. Sementara 'arus baru' berada di pihak lainnya. Padahal, penguasalah sejatinya pemilik otoritas satu-satunya yang mengikat warganegara.
Tiga, 'arus baru' tidak mempublikasi perkara keputusan Hilal itu sekedar misi perbedaan. Melainkan mendetail sejak awal bagaimana adopsi Syar'i perihal penentuan Hilal. Masyarakat bisa dengan mudah mengikuti diskursus pemahaman yang beredar dan sharing argumentasi di tengah-tengah mereka. Pada gilirannya, mereka akan mendapatkan perspektif yang lebih rasional untuk dijadikan sandaran kecenderungan.
Empat, kesimpulan publik paska Idul Fitri atau Idul Adha, acapkali bersifat koreksi atas penentuan yang dianggap keliru oleh hadirnya fakta besaran dan posisi bulan setelah hari ketiga atau keempat lebaran. Mereka menyepakati seruan dari saudara mereka, "Lihat, itu bulan. Ini sudah tanggal empat, bukan lagi tanggal tiga. Ternyata lebarannya si Fulan lebih tepat!"
Walhasil, masyarakat berulang dihadapkan pada fakta perbedaan yang membuka peluang mereka bergeser kiblat. Keputusan penguasa seringkali terlambat untuk memastikan tanggal Syawal sementara posisi bulan satu hari telah mendahului dari penetapan Itsbat.
Fenomena takbiran Syawal 2024 selayaknya menjadi permakluman bagi penguasa. Bahwa sebagian masyarakat tidak lagi sepenuhnya menyerahkan diri pada keputusan mereka. Dan pilihan keputusan dengan standar Nasionalisme memang bukan satu-satunya. Bahkan, secara faktual tidak lebih baik daripada standar global manakala perkara yang diperbincangkan adalah perkara agama yang karakternya universal.@
•••••••••••
Komentar
Posting Komentar