Harga Gula Melangit, Ekonomi Kian Sulit
Oleh: Devi Ramaddani
(Aktivis Muslimah)
Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang bermanfaat sebagai sumber energi bagi tubuh. Gula juga sering digunakan sebagai penikmat tambahan makanan atau minuman. Namun sayang dengan berbagai manfaat gula tersebut, kini harganya mengalami kenaikan.
Dikutip oleh cnbcindonesia.com harga gula hari ini, Jumat (19/4/2024), terpantau melanjutkan kenaikan, bahkan pecah rekor. Harga rata-rata harian nasional di tingkat eceran naik Rp20 ke Rp18.090 per kg. Sepekan lalu, 12 April 2024, harga gula masih di Rp17.950 per kg. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20240419143113-4-531710/ini-biang-kerok-harga-gula-ugal-ugalan-hari-ini-tembus-rp18000--kg).
Menurut Direktur Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim, kelangkaan terjadi karena pelaku usaha kesulitan mendapatkan stok gula dari impor dan harga yang tinggi. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240419200829-92-1088295/kemendag-ungkap-biang-kerok-gula-langka-di-ritel-modern).
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, pemerintah harus segera membuat cadangan gula nasional. Dengan begitu, kata dia, pemerintah bisa dengan cepat melakukan intervensi jika harga gula di dalam negeri bergejolak. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20240419125640-4-531671/petani-tebu-desak-pemerintah-buruan-tumpuk-stok-gula-ini-alasannya).
Amat disayangkan mahalnya gula karena tataniaga kacau sehingga memungkinkan adanya praktek permainan harga oleh ritel, penimbunan dan monopoli. Mirisnya solusi yang diberikan oleh pemerintah adalah pematokan harga dan membukan keran impor demi ketersediaan gula dipasar. Dampaknya, hingga kini mengakibatkan tidak stabilnya harga pangan baik stoknya maupun harganya.
Bukankah negara kita kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia? Namun masalahnya swasembada pangan belum menjadi prioritas. Kenyataannya jumlah petani dan luas lahan pertanian tebu kian berkurang karena alih fungsi lahan. Belum lagi kondisi pabrik-pabrik gula dari sisi teknologi tak memadai. Jadi kemampuan produksinya secara massal di dalam negeri ini tidak bisa maksimal, sehingga masih bergantung pada impor. Stabilitasi harga kian tidak menentu sebab yang mengendalikan harga bukan lagi penawaran ataupun permintaan melainkan para pihak pengusaha dan swasta.
Beginilah sistem kapitalisme, sistem ini memberi keuntungan kepada pihak pengusaha dan swasta yang lagi-lagi menimbulkan kerugian kepada rakyat. Belum lagi pemerintah yang hanya berperan sebagai regulator atau pembuat kebijakan tidak sepenuhnya mengurusi rakyat. Kebijakan pun sering kali didapati tidak pro kepada rakyat, jika ditemukan masalah bukan mencari solusi yang tepat malah mencari alasan.
Berbeda dengan sistem Islam, Negara secara penuh mengurus rakyat. Negara dalam Islam, wajib bertanggungjawab perihal pemenuhan pangan termaksud gula sesuai dengan ekonomi Islam. Pemastian pelaksanaan aspek hingga hulu ke hilir terdapat industri gula, mulai dari pengelolaan tanaman tebu sampai jaminan pembangunan pabrik gula dijamin oleh negara.
Imbasnya, Rakyat akan mudah mendapatkan kebutuhan pangan yang harganya terjangkau bahkan gratis. Kebijakan yang dibuat pula melarang praktek memainkan harga, penimbunan dan monopoli yang tentunya kinerja mereka diawasi secara menyeluruh agar tidak ada kecurangan.
Jika terjadi sesuatu pada ketersediaan gula, negara pun memberi subsidi kepada industri maupun rumah tangga rakyat, agar mereka mampu menstok gula sesuai kebutuhan. Jika memang harus impor gula, negara akan memastikan sifatnya sementara saja, sehingga impor tidak menjadi pembiasaan dan pembiaran di saat kebutuhan gula di dalam negeri harus terpenuhi.
Inilah jika tata niaga berkiblat pada sistem Islam. Komoditas gula dalam Islam akan berjalan dengan manis semanis rasa gula alami yang dihadirkan. Dan tentunya jika Islam diterapkan di muka bumi ini. Wallahu a'lam bish shawab.
Komentar
Posting Komentar