Hilangnya Keadilan, Ditengah Maraknya Pembunuhan Dikalangan Pemuda
Hilangnya Keadilan, Ditengah Maraknya Pembunuhan Dikalangan Pemuda
Selvy Octaviani, S.E
Aktifis Dakwah
Baru-baru ini, kasus pemerkosaan hingga Pembunuhan Vina kembali menggemparkan dunia maya. Karena kisahnya dijadikan sebuah Film dengan harapan kasusnya dapat kembali di usut tuntas demi sebuah keadilan dan tidak ada lagi kasus seperti vina lainnya. Kasus kematian yang sudah berlalu 8 tahun ini tepatnya 2016 lalu di Cirebon, ternyata masih menyisakan luka. Sebab, dari 11 orang pelaku yang merupakan geng motor. Baru 8 orang yang tertangkap dan 3 orang lainnya hilang tanpa jejak hingga hari ini. Berdasarkan penyelidikan kepolisian, dalang dari peristiwa tersebut ada diantara tiga pelaku yang menghilang. Bahkan dari informasi yang ada, salah satu pelakunya adalah anak dari orang penting.
Kasus Vina seharusnya semakin menyadarkan kita, sudah 8 tahun peristiwa itu berlalu. Nyatanya hingga saat ini makin banyak saja kasus pembunuhan yang terjadi di tengah masyarakat. Bahkan, pelakunya sudah ada dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa, seakan tak lagi mengenal usia. Untuk melakukan aksi kejahatan hingga pembunuhan. Mirisnya, banyak kasus yang tidak terusut dan pelakunya masih bebas berkeliaran. Sedangkan yang tertangkap tidak merasakan efek jera karena hanya mendapatkan hukuman penjara.
Ancaman hukuman bagi pelaku tidak setimpal dengan tindak kejahatannya, hanya sekedar dipenjara, bahkan realisasinya bisa sangat ringan. Banyak kasus menguap begitu saja jika publik tidak mengawal ketat. Hanya dengan modus pemberian sejumlah uang terhadap keluarga untuk berdamai, kasus bisa “hilang” tanpa penyelesaian secara hukum. Bahkan, seperti kasus Vina tadi, pelaku yang bapaknya merupakan orang penting, bisa dengan mudah membungkam kasus yang ada. Hal ini menjadikan tidak adanya efek jera bagi pelaku dan itulah yang menjadi acuan bagi pelaku kejahatan selanjutnya untuk berbuat jahat. Karena adanya ketidaktegasan hukum.
Buruknya pengaturan sistem pergaulan pada masyarakat sehingga membuat kehidupan remaja menjadi bebas, mudahnya laki-laki dan perempuan bergaul satu dengan lainnya. Hingga budaya pacaran yang menjadi awal masuknya pintu zina. Tidak heran ketika kasus pemerkosaan hingga pembunuhan dapat terjadi lewat buruknya sistem pergaulan yang ada.
Buruknya pengaturan media massa. Pornografi-pornoaksi banyak bergentayangan di internet. Siapa pun mudah saja mengakses konten porno melalui ponselnya. Hal itu bisa menjadi faktor pendorong pelaku melakukan aksi kekerasan seksualnya.
Buruknya sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan kita begitu jauh dari agama (sekuler) sehingga output-nya adalah orang-orang yang mengabaikan agama. Mereka tidak peduli halal-haram, juga tidak takut neraka, apalagi mau merindukan surga. Mereka merasa bebas berbuat apa saja tanpa peduli terhadap syariat. Akibatnya, terwujudlah masyarakat liberal sehingga memunculkan beraneka macam tindak kejahatan.
Solusi Islam, Tegas!
Kondisi ini jelas tidak boleh dibiarkan. Harus ada tindakan konkret untuk memutus rantai kejahatan, yaitu mengganti sistem sekuler dengan menerapkan sistem Islam. Sistem Islam berasaskan akidah Islam sehingga keimanan dan ketakwaan menjadi dasar penyelesaian setiap masalah.
Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan pribadi bertakwa sehingga tidak akan mudah bermaksiat. Sistem pergaulan Islam memisahkan antara kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali ada keperluan yang dibenarkan syarak. Tidak akan terjadi interaksi khusus antara laki-laki dan perempuan nonmahram selain dalam ikatan pernikahan. Seperti larangan pacaran, larangan berkhalwat (berdua-duaan) dan larangan campur baur antara laki-laki dan perempuan.
Sistem media massa dalam Islam mencegah adanya konten pornografi-pornoaksi sehingga tidak ada rangsangan yang bisa mendorong terjadinya kekerasan seksual. Konten yang di sajikan adalah konten berbau edukasi yang akan menjadikan masyarakat cerdas. Serta konten yang akan semakin menumbukan ketakwaan individu.
Adapun perkosaan atau rudapaksa (ightisabh) bukanlah hanya soal zina, melainkan sampai melakukan pemaksaan atau ikrah yang perlu dijatuhi sanksi tersendiri. Imam Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al-Istidzkar menyatakan, “Sesungguhnya, hakim atau kadi dapat menjatuhkan hukuman kepada pemerkosa dan menetapkan takzir kepadanya dengan suatu hukuman atau sanksi yang dapat membuat jera untuknya dan orang-orang yang semisalnya.”
Hukuman takzir ini dilakukan sebelum penerapan sanksi rajam. Adapun ragam takzir dijelaskan dalam kitab Nizhamul Uqubat, yaitu bahwa ada 15 macam takzir, di antaranya adalah dera dan pengasingan. Demikianlah,
Adapun dengan pembunuhan dengan sengaja. Akan mendapatkan sanksi yang berat, karena sudah direncanakan oleh pelaku. Hal ini diatur dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 178-179. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa sanksi pelaku pembunuha yang disengaja adalah kisas, yaitu hukuman yang sama dengan perbuatan yang dilakukannya.
Karena perbuatan nya berupa pembunuhan, maka pelaku juga akan sanksi hukuman mati. Adanya hukuman ini tentu akan meringankan pelaku dari keluarga korban yaitu membayar diat kepada keluarga korban atau walinya. hanya dengan penerapan Islam kafah dalam wadah Khilafah, kekerasan seksual terhadap anak bisa tercegah dan tersolusi hingga ke akarnya. Wallahualam.
Komentar
Posting Komentar