Ironi Kesejahteraan Guru
Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I
(Pemerhati Masalah Sosial)
Sebagai bagian dari peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) ke-65 beberapa waktu lalu, perhatian terhadap kesejahteraan guru menjadi sorotan utama. Pasalnya, pemerintah masih memiliki PR besar dalam hal pengangkatan guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang ditargetkan mencapai 1 juta pada 2024.
Di kota Samarinda, pada akhir tahun 2023, sebanyak 782 guru honorer yang telah diangkat menjadi PPPK. Namun, mereka masih mengkhawatirkan nasibnya. Sebab, para guru honorer ini belum menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan PPPK-nya. Untuk mendapatkan kejelasan itu, Persatuan Guru Honorer Kota Samarinda menemui Wali Kota Samarinda, Dr H Andi Harun untuk menjalin komunikasi dan bertanya tentang kepastian status serta tugas yang akan mereka laksanakan (Pid.samarindakota.go.id, 22/04/2024).
Andi Harun menjelaskan, menjadi PPPK artinya merupakan bagian dari ASN, dan akan mengemban tugas dan tanggung jawab yang sama seperti ASN. Begitu pula dengan hak menerima gaji serta Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Sedangkan mengenai Surat Keputusan (SK) pengangkatan PPPK yang belum diterima, dijelaskan masih dalam proses Tanda Tangan Elektronik (TTE), namun hal itu tidak mempengaruhi kepastian, dimana per tanggal 1 April 2024, para tenaga guru honorer (782 orang) yang telah dinyatakan lulus sebagai PPPK akan tetap mendapatkan haknya (gaji dan TPP).
Nasib Guru Kian Merana
Diangkat menjadi guru PPPK menjadi impian setiap guru honorer dengan harapan meningkatnya kesejahteraan hidup mereka. Selama ini, para guru honorer terutama di Kaltim, masih mendapatkan gaji yang jauh dari kata layak. Hal tersebut tentu tak setimpal dengan peran dan kontribusi mereka dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga, pengangkatan guru PPPK memberikan angin segar bagi pengajar honorer yang telah setia mendedikasikan hidupnya untuk mengajar selama bertahun-tahun.
Namun sayangnya, formasi guru PPPK masih belum menampung keseluruhan tenaga guru honorer di Kaltim. Diketahui, guru honorer di Kaltim memiliki jumlah yang banyak hingga mencapai 7.000 guru. Bahkan, pemenuhan guru di Kaltim sendiri masih kekurangan 3.000 orang lagi (Seputarfakta.com, 06/10/2023).
Meskipun, di tahun ini pemerintah akan menambah formasi guru PPPK dalam rangka mengakomodasi kebutuhan guru di berbagai daerah, terutama daerah-daerah terpencil, tetap saja nasib guru honorer masih tak menentu. Sebab mereka harus mengikuti berbagai syarat dan seleksi yang tidak mudah. Maka tak heran, jika selama ini ada guru honorer yang telah lama mengabdi bahkan sudah berusia senja harus menanggung rasa kecewa lantaran tidak lolos saat bersaing dengan guru-guru honorer yang lebih muda darinya.
Beginilah realitas sistem pendidikan dalam kapitalisme. Pengangkatan guru honorer menjadi PPPK menegaskan buruknya sistem hari ini dalam menyediakan layanan pendidikan bagi rakyat. Kesejahteraan yang mereka harapkan hanya sebuah ironi. Padahal, tugas dan tanggung jawab semua guru, baik berstatus PNS, honorer, dan PPPK adalah sama yaitu mencerdaskan generasi. Namun apalah daya, negara seakan tak perduli dengan nasib para pencetak generasi ini. Bahkan, mereka tak segan membedakan perlakukan dan pemberian gaji.
Seperti yang terjadi pada guru honorer di negeri ini. Mereka telah mencurahkan tenaga dan pikiran untuk mendidik para siswa siswinya, namun seringkali usaha yang mereka lakukan tidak dihargai oleh pemerintah. Begitupun gaji yang diterima tidak sebanding dengan usaha yang mereka lakukan. Tak ayal, terkadang mereka harus kerja sampingan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Karena itu, selama sistem pendidikan masih berbasis kapitalisme, maka nasib guru akan semakin merana.
Islam Menjamin Kesejahteraan Guru
Dalam Islam, negara wajib menyediakan pendidikan untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Kesempatan pendidikan secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin. Hal ini karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat.
Negara Islam juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Negara juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru. Para guru dijamin kesejahteraannya tanpa ada pembedaan antara guru honorer dan non honorer.
Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah Islam, diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqah ad-Dimasyqi, dari al-Wadhi’ah bin Atha, bahwa ada tiga orang guru di madinah yang mengajar anak-anak, Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Bila saat ini harga per gram emas Rp900.000 berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp57.375.000. Begitu pun masa Shalahuddin al-Ayyubi, gaji guru lebih besar lagi. Di dua madrasah yang didirikannya, yaitu Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah, gaji guru berkisar antara 11-40 dinar. Artinya, apabila dikurs dengan nilai saat ini, gaji guru adalah Rp42-153 juta.
Adapun terkait pembiayaan pendidikan dalam negara Islam akan diambil dari baitul mal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Seluruh pemasukan negara, baik yang dimasukkan di dalam pos fai’ dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan.
Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi maka negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitul mal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, maka negara meminta sumbangan sukarela dari kaum Muslim. Jika sumbangan kaum Muslim juga tidak mencukupi, maka kewajiban pembiayaan untuk pos-pendidikan beralih kepada seluruh kaum Muslim.
Dengan demikian, negara Islam akan mampu menjamin kesejahteraan para guru. Bukan hanya menerima gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan dalam mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Karenanya, hanya dalam sistem Islamlah guru begitu diperhatikan dan dimuliakan, sementara kapitalisme menyisakan derita berkepanjangan bagi mereka. Wallahua'lam bishshawab
Komentar
Posting Komentar