Kriminalitas Anak Kian Marak dalam Sistem Sekuler - Kapitalisme
Oleh : Ummu Hayyan, S.P.
Berita anak-anak menjadi pelaku kriminal bukan lagi hal yang asing. Seperti yang terjadi di Sukabumi. Pelajar SMP berusia 14 tahun menjadi pelaku utama pembunuhan dan sodomi terhadap bocah laki-laki berinisial MA, 6 tahun. Pelaku mengaku pernah menjadi korban pencabulan atau sodomi. sukabumi.id.
Kasus serupa juga terjadi di pondok pesantren Raudhatul Mujawwidin, Jambi. Santri berinisial AH (13) menjadi korban penganiayaan seniornya AR (15) dan RD (14). Penganiayaan itu berujung pada kematian si korban. Menurut keterangan pihak berwajib, motif penganiayaan tersebut karena pelaku tidak terima korban menagih utang senilai sepuluh ribu rupiah. detik.com.
Dua kasus tersebut hanyalah sebagian dari ribuan kasus kriminalitas yang dilakukan oleh generasi.
Kapitalisme Mencetak Generasi Kriminal
Fakta ini tentu membuat kita miris. Namun inilah output generasi hasil pendidikan sistem kapitalisme. Sistem yang berorientasi pada dunia. Orang tua hanya menganggap dirinya sebagai pihak pemberi materi. Mereka merasa cukup jika anak-anak sudah diberi pakaian, makanan, mainan, disekolahkan di tempat favorit dan sejenisnya. Sementara itu, orang tua juga hanya mengejar materi. Karena tekanan ekonomi, ayah dan ibu sibuk bekerja. Akhirnya, anak-anak tidak mendapat pendidikan yang benar di rumah.
Sementara di sekolah, anak-anak diarahkan oleh kurikulum sistem pendidikan kapitalisme yang berorientasi materi dan minim nilai agama. Alhasil, anak-anak terus diarahkan untuk mengejar prestasi tanpa ada bimbingan akhlak dan ketaatan.
Ditambah lagi, sistem sanksi kapitalisme tidak membuat pelaku kejahatan jera. Jika pelaku kriminal anak-anak (usia di bawah 18 tahun), mereka diadili dalam peradilan anak-anak yang tidak membuat si anak jera.
Mekanisme Islam Menjaga Generasi
Berbeda dengan sistem Islam tatkala menjaga generasi dari kehancuran dan kerusakan. Islam memiliki mekanisme konkrit untuk mencetak generasi yang berkualitas. Baik dari segi keimanan, moral akhlak dan pengembangan potensi diri. Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu dan sudah terbukti menghasilkan generasi berkepribadian Islam bukan kriminal. Keberhasilan ini tidak lepas dari akidah Islam. Generasi berkepribadian Islam akan menjauhi kemaksiatan secara sadar. Mentalitas demikian akan mampu mencegah perilaku keji. Bahkan akan terlahir generasi yang siap dan mampu mengemban amanah besar.
Islam juga memberi perhatian khusus kepada keluarga. Islam memandang keluarga sebagai pondasi awal sebuah peradaban. Islam mewajibkan ibu menjadi sekolah pertama, pendidik pertama bagi anak-anaknya. Didikan seorang ibu yang berlandaskan syariat Islam, akan membentuk anak-anak sholih dan sholihah. Ayah sebagai qowwam (pemimpin) dalam keluarga. Sinergitas ayah dan ibu memberi dampak sangat besar terhadap pendidikan anak.
Keamanan anak-anak akan terjamin karena Islam memiliki sistem sanksi yang tegas. Pelaku kejahatan akan diberi sanksi selama mereka sudah baligh dan dilakukan dalam keadaan sadar. Islam tidak mengenal pembatasan usia berdasarkan umur. Seperti usia di bawah 18 tahun dikategorikan anak-anak. Jika anak sudah baligh, maka dia dihukumi sebagai mukallaf. Sekalipun usia mereka masih 15 tahun, ketika mereka sudah baligh, maka sanksi Islam berlaku bagi mereka.
Penganiayaan berujung pembunuhan akan mendapat sanksi qishash. Pelaku sodomi mendapatkan _had liwath_ yakni dijatuhkan dari tebing atau tempat tinggi di daerah tersebut. Sanksi Islam akan menimbulkan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa pelaku). Penerapan sanksi akan menumpas bersih pelaku kejahatan.
Konsep-konsep demikian akan terwujud jika keluarga, masyarakat dan negara menerapkan sistem Islam secara Kaffah dalam kehidupan.
Wallaahu a'lam bish-shawwab
Komentar
Posting Komentar