PHK Membuka Keran Kemiskinan

 

Oleh : Sri Idayani

Aktivis dakwah


Jakarta, CNBC Indonesia - PT Sepatu Bata Tbk (BATA) terpaksa harus menyetop pabrik produksi di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Sebanyak 233 pekerja harus menerima kenyataan pahit yaitu terkena PHK massal. Fenomena ini merupakan kelanjutan dari banyaknya pabrik di sektor padat karya yang tutup di provinsi Jawa Barat. Hal ini diakui Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Disnakertrans Jawa Barat Firman Desa dalam Evening Up CNBC Indonesia, Selasa (7/5/2024).


Kondisi ekonomi saat ini yang tidak stabil menjadi salah satu penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK). PT Sepatu Bata Tbk (BATA) merupakan salah satu pabrik besar yang ada di Indonesia juga mengalami ketidakstabilan yang pada akhirnya akan terancam tutup, seperti pabrik-pabrik yang sudah tutup sebelumnya. Dampak dari pemutusan hubungan kerja (PHK) akan menambah parah kondisi ekonomi di masyarakat. Rakyat yang sudah terbiasa bekerja dan menerima gaji bulanan, kini harus putar otak untuk memenuhi kebutuhan hidup.


Dilansir dari Liputan6 Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) buka suara terkait nasib ratusan karyawan pabrik sepatu Bata yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Menyusul pabrik Bata tutup di kawasan Purwakarta, Jawa Barat. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, perusahaan terkait wajib memberikan hak-hak terhadap pekerja sesuai dengan aturan berlaku. Salah satunya terkait aturan mengenai pesangon, Senin (6/5/2024).


Pekerja yang terkena imbas pemutusan hubungan kerja (PHK) dari PT Sepatu Bata Tbk (BATA) memang mendapat pesangon sesuai dengan aturan dan masa kerja yang berlaku. Namun apakah hal tersebut cukup jika di bandingkan dengan kondisi saat ini yang sulit mendapat pekerjaan kembali. Apalagi jika yang terkena pemutusan hubungan kerja ( PHK) adalah karyawan yang sudah lama bekerja. Tentu dengan usia yang sudah tidak produktif lagi, sulit mendapat pekerjaan karena terkendala usia dan tenaga yang ada sudah tak mampu bekerja berat.


Rakyat yang seharusnya di urus dan di layani negara dalam pemenuhan kebutuhan hidup, kini harus berjuang sendiri. Dampak dari pemutusan hubungan kerja (PHK) akan menambah angka kemiskinan. Negara yang di gadang-gadang menjadi negara maju dan berdaya saing, justru tidak mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Rakyat seolah di tekan untuk tetap pada garis kemiskinan, sedangkan para pemilik modal yang terus menikmati hasilnya.


Negara seharusnya menjamin ketersediaan lapangan kerja untuk rakyat. "Imam itu adalah pemimpin dan dia dimintai pertanggungjawaban atas org yang dia pimpin (HR. Bukhari dan Muslim)"


Di antara tugas ri'aayah negara adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara yang memiliki kemampuan, tetapi tidak mendapat pekerjaan. Bahkan nafkah atas orang fakir yang tidak memiliki kerabat yang mampu menafkahinya, menjadi tanggung jawab negera. Tidak seperti saat ini, negara abai dalan pemenuhan tanggung jawabnya terhadap rakyat.


Dalam daulah islamiyah, negara memiliki berbagai sumber pemasukan dalam mengentaskan kemiskinan. Di antaranya ghanimah, anfal, fa'i, kharaj, jizyah, khumus kemudian hasil tambang, laut dan juga hutan serta yang lainnya. Pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz sampai tidak ada kaum muslimin dari negari khilafah itu yang mau menerima zakat. Sementara yang berzakat berjumlah banyak, hal tersebut menggambarkan kesejahteraan umat manusia saat itu. Selama 13 abad islam di adopsi sebagai ideologi oleh khilafah islamiah dan membuktikan perekonomian ketika itu berkembang dengan pesat.


WalLaahu a'alam bi ash-shawaab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak