Pupuk Subsidi, Langka Dan Sulit Dijangkau Petani
Penulis Kurnia, SE
Bagi petani pupuk adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi .
Ibaratkan manusia yang tidak bisa terlepas dari nasi.
Dalam pembelian pupuk ada 2 versi, yang pertama pupuk bersubsidi dan pupuk nonsubsidi.
Bagi masyarakat terjadi kegalauan dalam membelinya, mau membeli yang nonsubsidi namun harus berpikir dua kali dengan harga yang sangat tinggi,. Disisi lain mau membeli yang katanya bersubsidi dengan harga lebih murah dari nonsubsidi, namun itu hanya mimpi, karena sangat jarang pupuk tersebut sampai di petani.
Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi cukup dipersulit karena memiliki cukup banyak persyaratan. Dan Masyarakat semakin galau dibuatnya.
Beberapa hari yang lalu secara kebetulan mendengar perbincangan masyarakat perihal sulitnya mengakses pupuk bersubsidi, hingga petani merasakan bagaimana mereka dipersulit untuk mendapatkan pupuk bersubsidi ini.
Seandainya diberikan cuma cuma, mungkin wajar saja kalau harus melewati berbagai syarat, namun faktanya untuk mendapatkannya pun petani juga tetap harus mengeluarkan uang sendiri alias beli.
Ini adalah salah satu dari keresahan masyarakat dalam memenuhi pupuk untuk tanaman mereka. Tentunya hal ini juga dirasakan oleh semua petani yang ada di negeri ini. Kesulitan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi.
Pupuk subsidi tentunya menjadi harapan para petani untuk mendapatkannya. Namun, faktanya tidak sesuai dengan harapan para petani. Meskipun pemerintah menambah alokasi pupuk subsidi pada tahun 2024 dari semula 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Namun, para petani mengaku belum sepenuhnya bisa mereka dapatkan.
Kepala Pusat Pembenihan Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) Kusnan mengatakan tambahan alokasi pupuk subsidi pemerintah belum ada realisasi yang berarti. Ia menyebut, petani masih kesulitan untuk memperoleh pupuk subsidi. (Nasional Kontan, 18/4/2024)
Selain sulit mendapatkan pupuk subsidi, para petani yang mendapat alokasi subsidi pupuk juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang tata cara penetapan alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian.
Dalam peraturan tersebut, petani yang berhak mendapatkan alokasi subsidi pupuk adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan) yang menggarap lahan maksimal dua hektar dan menggunakan kartu tani (untuk wilayah tertentu). (antaranews.com/20/4/2024)
Semua kesulitan yang dirasakan para petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi adalah sebab dari peraturan hidup kapitalisme yang memberi bantuan untuk rakyatnya setengah hati.
Padahal, subsidi atau bantuan kepada rakyat adalah tanggungjawab penguasa. Dalam sistem kapitalisme demokrasi, penguasa tidak sepenuhnya melayani rakyat.
Inilah fakta hidup di dalam sistem kapitalisme. Dimana yang paling berperan dalam membuat aturan adalah dikembalikan kepada manusia.
Di dalam sistem ini yang menjadi standar adalah kemaslahatan. Atau pijakannya adalah untung rugi. Bahwa aturan yang dibuat memang lebih mengedepankan keuntungan korporasi daripada kepentingan rakyatnya sendiri. Dan inilah kapitalisme itu sendiri. Kepentingan kapitalis di atas segalanya.
Pun kalau ada bantuan yang diberikan kepada rakyat, tidak pernah merata. Hanya yang memiliki akses yang mudah mendapatkannya. Sementara yang gagap teknologi atau petani yang tinggal di daerah terpencil akan sangat sulit mendapatkan pupuk bersubsidi ini. Berlakulah siapa yang punya link atau dialah yang dapat. Akibatnya kesejahteraan pun tidak merata.
Jangankan sejahtera, bahkan bantuan yang diberikan kadangkala salah sasaran. Orang yang sejatinya berhak mendapatkan bantuan malah tidak kebagian, disisi lain orang yang tak layak untuk di berikan bantuan justru menikmati bantuan tersebut. Bantuan tidak merata, rakyat kian meratap.
Prinsip penting peraturan dan pelayanan publik dalam Islam adalah penguasa harus kembali kepada fungsinya yang shahih yaitu sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyat. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW : "Imam ( Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya", HR Ahmad dan Bukhari.
Di dalam melayani rakyat negara tidak boleh ada aspek bisnis. Negara tidak boleh sama sekali mengambil keuntungan dari rakyatnya.
Negara akan terus mendorong produksi pertanian agar berjalan maksimal. Dan penerapan sistem Islam akan menjamin rakyatnya untuk melakukan usaha pertanian mereka secara optimal.
Terlebih lagi petani memiliki posisi strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat.
Negara sebagai penjamin rakyatnya termasuk dalam hal pertanian akan memberikan modal bagi rakyatnya yang memiliki kendala dari sisi pemodalan.
Penguasa di sini memberikan modal bukan untuk mencari keuntungan melainkan memberikan pelayanan kepada rakyat yang membutuhkan. Karena penguasa memiliki kewajiban atas kesejahteraan rakyatnya.
Karenanya, untuk keluar dari persoalan ini negara harus beralih pada solusi alternatif yaitu kembali pada sistem Islam. Sistem Islam adalah sistem yang berasal dari Allah yang insya Allah bukan hanya jadi solusi alternatif tapi juga solutif yang akan menuntaskan seluruh persoalan umat termasuk dalam hal penyediaan pupuk bagi petani. Di samping itu penerapan sistem Islam yang kaffah juga adalah bentuk ketaatan dan pelaksanaan kewajiban sebagai hamba yang taat pada penciptanya. Dan tentunya akan melahirkan kebaikan serta keberkahan bagi rakyat dan negara.
Wallahu A'lam bissawwab.
Komentar
Posting Komentar