Rupiah Melemah, Ekonomi Indonesia Jadi Payah



Oleh : Ratih Ulfah, S.Ag

Pelemahan rupiah makin kuat. Dilansir dari BBC berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate  (JISDOR) sejak Selasa 16 April 2024, nilai tukar dolar AS atas Rupiah mencapai Rp16.000. Peneliti dari makro ekonomi di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), Teuku Riefky menyampaikan bahwa pelemahan rupiah ini dikhawatirkan akan membuat harga barang impor semakin tinggi termasuk bahan baku industri dalam hal ini Indonesia mengimpor 90% bahan baku industri, hal ini akan memicu inflasi yang berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat.

Faktor Penyebab Melemahnya Rupiah

Ada banyak faktor yang berpengaruh pada melemahnya nilai rupiah. Diantaranya disebabkan oleh konflik Timur Tengah, yaitu konflik Israel dan Iran baru-baru ini. Kepala Ekonom Bank Permata, Joshua Pardede menyampaikan bahwa Konflik yang terjadi di Timur Tengah meningkatkan ketidakpastian global yang menyebabkan para investor menarik dana dari aset-aset yang beresiko tinggi, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. (BBC News Indonesia)

Selain itu, para pakar menilai faktor lain karena sikap The Fed bank sentral AS yang tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada level tinggi untuk mengatasi laju inflasi AS sehingga hal ini disebut sebagai hal yang sangat berpengaruh bagi pelemahan nilai rupiah.

Namun, sebab yang paling utama faktor melemahnya nilai rupiah ini adalah ketergantungan Indonesia sebagai negara berkembang  pada dolar sebagai mata uang dunia. Jelas saat ini AS sebagai pengendali mata uang internasional yang mengontrol nilai tukar mata uang negara lainnya termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan dominasi AS sebagai negara pengusung kapitalisme global, yang bisa dengan sangat mudah mempengaruhi kondisi ekonomi negara lain. Sayangnya dominasi dolar AS ini tidak begitu disadari sebagai senjata hegemoni yang ampuh secara global saat ini. Artinya Indonesia dan negara berkembang lainnya akan terus berada di bawah ketiak AS. Hal ini dibuktikan dengan egoisnya The Fed, bank sentral AS.

Dampak Melemahnya Rupiah

Melemahnya nilai rupiah tentu sangat berpengaruh bagi masyarakat yang menjadikan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran sehari-hari. Pelemahan rupiah ini akan membuat harga barang impor melonjak, sedangkan Indonesia mengimpor sekitar 90% bahan industri dalam negeri. Tentu hal ini sangat berat bagi Indonesia untuk mengimpor bahan baku industri ini di tengah melemahnya nilai rupiah. Jikapun Indonesia memaksa untuk mengimpor sebagaimana biasanya, maka akan berdampak pada meningkatnya biaya produksi. Sehingga mengakibatkan pengusaha menaikan harga barang yang berdampak bagi masyarakat.

Dampak lainnya ialah karena konflik Israel dan Iran dikhawatirkan akan mengganggu rantai pasok minyak global. Terutama jika Iran memblokade Selat Hormuz yang merupakan jalur pengiriman minyak yang terpenting di dunia. Ini akan berimbas pada naiknya harga minyak dunia. Sedangkan Indonesia statusnya sebagai negara pengimpor minyak.

Naiknya harga minyak dunia akan berdampak pada naiknya ongkos produksi produk energi seperti LPG dan BBM. Yang pastinya seperti biasa naiknya BBM dan LPG akan berpengaruh pada kenaikan harga produk lain karena sebagai sumber utama untuk produk lain. Yang ujungnya akan berdampak secara langsung kepada masyarakat.

Selain itu, melemahnya nilai rupiah juga akan memicu terjadinya inflasi yang berdampak melemahnya daya beli masyarakat. Padahal perekonomian Indonesia setengahnya bergantung kepada nilai konsumsi rumah tangga. Jika daya beli masyarakat menurun, maka kegiatan ekonomi bisa terhambat dan imbasnya,  melemahnya pertumbuhan ekonomi. Jikalau tidak ditangani dengan serius, dampak pelemahan rupiah ini akan terus terjadi dan dirasakan oleh berbagai pihak sehingga menyulitkan kondisi ekonomi rakyat dalam berbagai aspek.

Sistem Mata Uang Emas Sebagai Solusi Islam

Dalam sistem ekonomi Islam, negara Islam menerapkan sistem mata uang emas dan perak. Sebagaimana sejak masa Rasulullah Saw, telah lama digunakan sistem mata uang emas dan perak (dinar dan dirham). Mata uang emas dan perak ini relatif stabil sepanjang zaman dan aman dari krisis atau inflasi.

Inflasi terjadi, bisa karena faktor mata uang yang nilainya bisa berubah seperti sistem mata uang saat ini. Jika perubahan nilai mata uang tersebut karena nilai intrisiknya, maka untuk menjaga stabilitas mata uang sehingga inflasinya nol, tidak ada cara lain kecuali dengan menggunakan standar mata uang emas dan perak.

Nilai tukar dinar dan dirham pada masa Rasulullah Saw hingga sekarang tetap sama, sehingga tidak mengalami inflasi. Misalkan,  satu ekor kambing pada masa Rasulullah Saw. harganya 1 dinar maka sekarang juga harganya tetap 1 dinar sehingga tidak terjadi yang namanya Inflasi.

Penutup

Hegemoni AS sebagai Negara yang berideologi kapitalisme saat ini menyebabkan ketergantungan dunia pada mata uang AS. Padahal jika semua negara berhenti pada dolar AS, maka ekonomi AS akan hancur. Karena penggunaan uang kertas yang sama sekali tidak ada nilainya ini diibaratkan seperti jantung yang terus memompa dan mengalirkan darah  dalam tubuh yang justru terus menumbuh suburkan penjajahan kapitalisme global.

Hal ini tidak akan bisa terselesaikan jika negara-negara saat ini terus berkiblat pada AS, padahal Islam punya sistem pemerintahan yaitu khilafah rasyidah yang akan menerapkan sistem ekonomi berbasis Islam dengan sistem mata uang dinar dan dirham yang bisa mensejahterakan seluruh manusia, dan menyelesaikan seluruh permasalahan ekonomi global saat ini. Saatnya kaum muslim bersatu dan mencontoh Rasulullah Saw. dalam mengatur negara dengan syariat yang berasal dari Allah Swt yang menciptakan seluruh manusia.

Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak