Darurat Judi Online, Efek Domino Kapitalisme


Oleh : Norma Rahman, S.Pi (Guru)

Menang ketagihan, kalah penasaran. Beginilah perilaku orang yang gemar memainkan judi. Ibarat narkoba, judi akan menjadi candu bagi orang yang memainkannya. Hingga habis semua harta, mereka tidak akan pernah berhenti main judi.

Fenomena judi online faktanya masih menjadi permasalahan kompleks yang terjadi di negeri ini. Permasalahan ini kian hari menjadi marak. Terbukti judi online tidak hanya menjerat orang dewasa, tapi anak di bawah umur juga bisa terpengaruh adanya judi online. Data terbaru menyebutkan bahwa kasus judi online telah merebak pada lembaga pendidikan dan pemerintahan.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan ada belasan ribu konten phishing berkedok judi online menyusup ke situs lembaga pendidikan dan pemerintahan. Ada sekitar 14.823 konten judi online menyusup di lembaga pendidikan dan 17.001 temuan konten menyusup ke situs pemerintahan dan lembaga pendidikan. Seperti diketahui, phising adalah kejahatan digital atau penipuan yang menargetkan informasi atau data sensitif korban. (sumber : cnbc/23/05/2024)

Lebih lanjut Budi menjelaskan dari pihaknya kini sudah melakukan berbagai pencegahan dan melakukan pemblokiran konten judi online. Setidaknya ada 1.904.246 konten Judi online. Sementara dari dari pihak Otoritas Jasa Keuangan, Budi menerangkan juga sudah melakukan pemblokiran 5.364 rekening yang terafiliasi judi online, dan 555 e-wallet yang diajukan ke Bank Indonesia untuk ditutup.

Kemenkominfo juga menyebutkan bahwa mayoritas korban peredaran judol adalah anak muda di bawah 17 tahun. Tercatat empat orang bunuh diri akibat terjerat judol. Seorang mahasiswa Cianjur, misalnya, tertangkap mengedarkan ganja dengan motif untuk membayar pinjol dan judol.

Indonesia menjadi negara tertinggi di dunia atas jumlah pemain judolnya. Berdasarkan data Kominfo, pemain judol di Indonesia sudah mencapai 2,7 juta. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencatat perputaran uang judol pada 2023 mencapai Rp327 triliun, meningkat tiga kali lipat dari 2022 (Rp104,4 triliun). Pada 2024 diprediksi jauh lebih besar lagi.


Telaah Akar masalah

Kemajuan teknologi dalam kehidupan kapitalisme terbukti membawa banyak dampak negatif, terutama bagi anak-anak yang masih belum dewasa dan belum mampu menggunakan teknologi secara bertanggung jawab. 

Ponsel yang seharusnya digunakan untuk mempermudah komunikasi dan media pembelajaran bagi pelajar, pada zaman sekarang ini justru banyak digunakan untuk judi online, seperti yang dilakukan oleh para pelajar yang terlibat aktivitas haram tersebut. 

Judi online menjadi berkembang pesat dikarenakan cara memainkannya yang sangat sederhana dengan keuntungan yang besar secara cepat. Keuntungan adalah salah satu alasan utama para pelajar tertarik sehingga terlibat langsung dalam permainan judi online tanpa perlu melakukan usaha berat dan melelahkan. Keuntungan yang ditawarkan dalam permainan judi online memang sangat menarik dan beraneka ragam. Ini karena pada perhitungannya terdapat kelipatan ganda yang sangat besar dari jumlah taruhan yang dipasang jika bisa menang. Jika kalah pun, si pelaku akan mencoba bermain lagi karena diiming-imingi uang banyak jika menang.

Sebagai generasi yang inginnya serba instan, judi online akhirnya menjadi jalan pintas bagi pelajar yang ingin cepat dapat uang. Apalagi jika sifat hedonistik sudah mewarnai karakter mereka. Kehidupan ekonomi yang terus menghimpit akibat penerapan sistem kapitalisme, juga menjadi media yang menyuburkan mereka untuk mencari keuntungan berlipat secara cepat. 

Lingkungan juga bisa menjadi pemicu para pelajar terlibat judi online. Awal mereka mengenal judi online adalah pengaruh lingkungan sekitar ataupun hasil belajar dari teman ke teman. Ajakan, rayuan, penawaran, bahkan tekanan agar bisa berpartisipasi dalam permainan judi online tersebut, berasal dari teman-teman sekitarnya, termasuk dari berbagai promosi di gadget mereka sendiri. 

Belum lagi kondisi keluarga yang tidak harmonis. Ayah dan ibu yang sibuk bekerja demi bisa bertahan di zaman kapitalisme ini, melalaikan perhatian kepada anak-anaknya. Kekecewaan dan ketidaknyamanan di rumah juga bisa menjadi pelampiasan para pelajar untuk terjun ke dunia judi online. Parahnya, mereka tidak memperhatikan halal-haram dari kegiatan yang membius dan menggurita itu, padahal setiap aktivitas yang melanggar aturan Allah pastilah haram. 

Selain merupakan tindak kriminal, dampak buruknya pun nyata. Akibat ketagihan judi online, tidak jarang pelajar yang berani menyalahgunakan biaya sekolah atau SPP-nya untuk bisa mengadu untung lewat mesin slot online. Bahkan, ada pelajar yang tega menjual ponsel orang tuanya untuk dipakai bermain judi slot dan yang sejenisnya. Kalau sudah senekat ini untuk perkara yang haram, apakah bisa menjadi generasi harapan bangsa?


Cara Islam Membentengi Generasi

Fakta kerusakan generasi makin ngeri tatkala pelajar menjadi pelaku judi. Inilah salah satu potret buruk sistem kehidupan sekuler yang meminggirkan agama (Islam) sebagai pengatur kehidupan. Islam cenderung dilupakan dan terlupakan ibarat aturan usang dan terbuang.

Nyatanya, sepanjang sejarahnya, sistem dan peradaban Islam telah sukses mencetak generasi gemilang dengan segudang prestasi dunia dan akhirat. Islam telah berhasil mendidik generasi qurani, bukan generasi pecandu gim atau judi. Secara gemilang, Islam sukses membentengi generasi dari kemaksiatan. Apa rahasianya?

Pertama, menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Dalam aspek keluarga, orang tua harus mendidik anak-anaknya menjadi hamba Allah yang taat, tidak bermaksiat, dan gemar beribadah. Anak-anak harus mengenal jati dirinya sebagai hamba Allah Taala. Inilah tugas orang tua dalam mendidik anak-anak menjadi generasi saleh dan salihah.

Kedua, masyarakat yang berdakwah, yakni masyarakat yang terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan menoleransi perilaku maksiat di sekitarnya. Hal ini akan turut mendukung suasana keimanan di tengah masyarakat, yang menjadi tempat anak-anak tumbuh dan berkembang. Dengan begitu, anak-anak akan terjaga dari perilaku buruk dan menjadi pelajar taat.

Ketiga, negara menerapkan sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam yang akan membentuk pola pikir dan pola sikap pelajar sesuai arahan Islam. Pelajar akan memiliki standar perbuatan berdasarkan Islam. Bukan hanya kesenangan materi, tetapi mereka akan memilih aktivitas yang Allah ridhai.

Negara akan menutup setiap akses judi online bagi seluruh masyarakat. Negara juga akan melarang konten-konten yang memuat keharaman atau yang tidak mengedukasi masyarakat untuk taat. Tidak ada ruang bagi kemaksiatan dalam sistem Islam.

Selain itu, negara memberi sanksi hukum yang memberi efek jera bagi setiap pelaku kriminal dan kemaksiatan. Negara juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dengan tiga kemudahan, yakni mudah dalam harga, mudah mencari nafkah, dan mudah mengaksesnya. Sehingga, tidak ada lagi alasan terlibat judi online karena masalah ekonomi.

Walhasil, tiga pilar penting ini tidak akan optimal berjalan tanpa penerapan sistem Islam kafah. Dengan penerapannya, akan terwujud individu bertakwa, masyarakat berdakwah, dan negara yang amanah dalam menjalankan perannya. Wallahu alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak