Live Bullying, Buah Busuk Sekulerisme

 


Oleh : Nur Miftahul Jannah Nasrah

(Pemerhati Masalah Ibu dan Generasi)


Kabar mengejutkan beredar di media sosial terkait aksi pembullyan dan perundungan yang diduga dilakukan sekelompok remaja perempuan terhadap seorang remaja putri di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim). Bahkan, aksi tersebut disiarkan secara live melalui media sosial pada Rabu 22 Mei 2024. Berdasarkan informasi yang beredar, kejadian diduga berlangsung di Jalan Siraj Salman, Samarinda. Korban pun diduga merupakan warga Loa Buah. Setelah video aksi pembullyan tersebut viral, muncul pula video lain yang memperlihatkan adegan penganiayaan terhadap korban. (sekaltim.co 23/5/2024).


Menyikapi hal ini, bagaimanapun, perundungan adalah tindakan kejahatan. Namun, jika perundungan dilakukan secara terbuka, bahkan disiarkan live, ini jelas menggambarkan bahwa kejahatan tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang buruk, sebaliknya dianggap “wajar dan keren”. Sikap ini menunjukkan adanya kesalahan dalam memandang keburukan, yang mengindikasikan adanya gangguan mental. Tidak heran, pelaku perundungan malah bangga dengan tindak kriminalnya sehingga merasa perlu untuk merayakan tindakan kejahatan itu. Aksi perundungan seperti kasus pelaku tersebut pun tampak tidak jera kendati sudah pernah masuk bui. Akibatnya, pada saat yang sama, perundungan pun makin parah dan marak.

Perilaku bullying jelas buah busuk dari arah pandang serba bebas dan serba boleh. Ini semua tidak terlepas dari restu sistem buruk sekularisme yang menjadikan suasana dan standar kehidupan sangat jauh dari aturan Islam. Kita semua tentu sepakat bahwa perundungan juga salah satu jenis tindakan kezaliman. Dalam Islam sendiri, perilaku zalim sangat tegas hukumannya. Tidak hanya itu, perundungan juga merupakan dampak sistemis dari banyak faktor, yakni lemahnya ketakwaan individu, rapuhnya keluarga, rusaknya sistem pendidikan, masyarakat yang permisif dan jauh dari kepedulian massal untuk amar makruf nahi mungkar, serba bebasnya media massa, aparat yang lamban, serta sistem sanksi yang tidak tegas.


Islam memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi perundungan yang dalam hal ini terdiri atas tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai.

Individu yang bertakwa lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan perbuatan. Keluarga yang terikat dengan syariat Islam secara totalitas akan melahirkan orang-orang saleh yang enggan berlaku maksiat. Hanya saja, keluarga tersebut tentu tidak bisa berdiri sendiri. Mereka membutuhkan lingkungan tempat tinggal yang nyaman bersama masyarakat yang kondusif.

Masyarakat tersebut juga harus memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam, demikian pula landasan terjadinya pola interaksi di antara mereka. Kondisi ini membuat mereka tidak asing dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan bersikap individualistis karena mereka meyakini bahwa mendiamkan kemaksiatan sama seperti setan bisu. Masyarakat juga tempat terlaksananya sistem pendidikan, yang tentu saja harus sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga menghasilkan generasi berkepribadian Islam.

Terakhir, yakni negara yang menerapkan aturan Islam kaffah sehingga mampu mewujudkan sanksi tegas bagi tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. 

Allah Taala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, ‘Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?’ Mereka menjawab, ‘Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Rabb kalian dan supaya mereka bertakwa.’ Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya. Kami katakan kepadanya, ‘Jadilah kalian kera yang hina.’” (QS Al-A’raf [7]: 164—166). Wallahualam bissawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak