Narkoba dan Wajah Buruk Demokrasi



Oleh: Nur Elmiati S.Pd

Dulu negeri ini berhasil mengusir para penjajah karena memiliki para pejuang yang memiliki jiwa yang tidak gentar melawan dan mengusir musuh. Tapi sekarang berbeda 180°, di negeri ini justru banyak yang bermental penyakit. Salah satu penyakit yang tak terelakkan adalah terjangkit narkoba.

Polisi menetapkan tiga Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Ternate, Maluku Utara, sebagai tersangka kasus narkoba di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Ketiganya membeli sabu dari perempuan I seharga Rp 300 ribu. (detiknews.com, 27/05/2024).

Sementara itu, aparat Polda Kepulauan Riau menggagalkan upaya penyelundupan narkotika jenis sabu cair sebanyak 13,2 liter. Sabu cair ini diduga akan dibawa ke luar wilayah provinsi setempat melalui Bandara Internasional Hang Nadim Batam. (Kompas.com, 30/04/2024).

Miris sekali melihat fakta memilukan kondisi negeri hari ini. Peredaran narkoba tak pernah usai bahkan terus meningkat. Padahal negeri ini memiliki institusi pencegahan narkoba, dimana sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1971 dibentuk Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 untuk menanggulangi enam permasalahan nasional yang menonjol, salah satunya yaitu penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Tahun 1999 Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999, lalu pada tahun 2002 BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002. Hingga terbentuklah Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kota/Kabupaten (BNK) dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007.

Narkoba adalah masalah klasik yang terus menggerogoti kehidupan sampai detik ini. Terbukti sudah 53 tahun berdirinya lembaga pengentasan narkoba, tapi kasus narkoba tidak berkurang sedikit pun justru semakin bertambah dan merajalela. Indonesia Drugs Report 2022 yang dirilis oleh Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional (Puslitdatin BNN) mengatakan bahwa prevalensi jumlah penduduk usia 15-65 tahun terpapar narkoba pada 2021 setidaknya sejumlah 4,8 juta jiwa.

Ini baru yang tercatat dalam data, lantas bagaimana yang tidak tercatat? Tentu semakin banyak layaknya fenomena gunung es. Namun, kita tidak bisa pungkiri fakta mengerikan bahwa narkoba semakim subur dari waktu ke waktu.

Ditambah lagi sistem yang diterapkan hari ini adalah sistem demokrasi liberalisme, yang memiliki tsaqofah dasar yang melegenda dan ini dikenal dengan empat prinsip kebebasan yang diabadikan oleh peraturan pemerintah atas nama Hak Asasi Manusia (HAM).  Salah satu prinsip kebebasannya adalah kebebasan berperilaku.

Maka wajar banyak sekali yang mengidap penyakit konsumtif narkoba, karena sejatinya sudah terjangkit liberalisme sehingga negara juga kesulitan dalam mengatasi narkoba. Amerika Serikat sebagai negara adidaya juga tidak luput dari tingginya kasus narkoba. Bahkan di Amerika Serikat ada tempat khusus yang dikenal dengan kota zombie di Philadelphia dengan angka narkoba yang tinggi.

Berbeda dengan Islam, Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna. Tentu Islam punya pandangan tersendiri terkait dengan narkoba. Dalam Islam hukum narkoba adalah haram karena termasuk ke dalam zat yang bisa memabukkan atau menghilangkan kesadaran bahkan dapat merusak akal manusia. Islam dalam maqashid syariahnya memerintahkan untuk menjaga akal. Karena akal merupakan anugerah dari Allah yang membedakan manusia sekaligus penanda lebih mulianya manusia dengan makhluk ciptaaNya yang lain.

Oleh karena itu, Islam tidak akan mentolerir segala bentuk produksi, konsumsi, maupun distribusi terkait dengan narkoba. Negara yang menerapkan Islam secara kaffah akan menutup rapat pintu-pintu masuk narkoba. Negara juga tidak akan mengambil perdagangan bebas atau perdagangan internasional jika ternyata terbukti bahwa perdagangan tersebut mendatang mudharat.

Jika ada yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba baik sebagai produsen, disributor atau konsumen maka sanksi yang diberikan adalah ta’zir yaitu hukuman yang kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim). Bisa berupa hukuman cambuk, penjara, bahkan hukuman mati tergantung dengan tingkat kejahatan yang dilakukan. Negara yang menerapkan Islam secara kaffah akan menerapkan sistem hukum sedemikian rupa untuk mencegah dan membasmi segala bentuk perbuatan yang melanggar syariat Allah, termasuk narkoba. Karena sistem hukum dalam Islam berfungsi sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir artinya sebagai pencegah/menimbulkan efek jera. Dan jawabir artinya sebagai penebus dosa di akhirat kelak. Dua fungsi ini hanya akan terlaksana pada negara yang menerapkan Islam secara Kaffah.

Wallahu'alam bi Ash-Shawwab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak