UKT Mahal, Pelajar Miskin Berprestasi Terganjal
Oleh : Supiati
Beberapa pekan belakangan ini kita dihebohkan dengan polemik soal kenaikan Uang Kuliah Tunnggal (UKT). Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan juga konten-konten kreator bersuara untuk menolak kenaikan UKT.
Meskipun pada akhirnya setelah Menbudristek Nadiem Makarim dipanggil oleh pak Jokowi, beliau pun mengumumkan bahwa kenaikan UTK tahun ini dibatalkan. Nadim Makarim juga akan mengevaluasi permintaan kenaikan UKT dari sejumlah PTN. Menurut Nadiem Makarim kenaikan UKT harus mempertimbangkan asas keadilan (Tribunnews.com, 27/05/2024).
Sayangnya, keputusan pembatalan kenaikan UKT ini hanya bersifat sementara. Menurut pengamat pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan, beliau mengatakan pembatalan kenaikan UKT hanya bersifat sementara, kemungkinan tahun depan UKT akan kembali naik, karena pembatalan ini tidak menyelesaikan akan masalah mendasar (Nasional tempo, 30/05/2024).
Bersamaan dengan mencuatnya polemik kenaikan UKT, beredar pula berita tentang siswi berprestasi atas nama Siti Aisyah yang lulus seleksi masuk Perguruan Tinggi melalui jalur prestasi di Universitas Riau (UNRI). Namun karena dia berasal dari keluarga yang tidak mampu dan ayahnya hanya pekerja serabutan, akhirnya tidak ada kesanggupan untuk membayar biaya kuliah dan memilih mundur. Ternyata dia tidak sendiri, temannya yang lulus melalui jalur yang sama pun memilih mundur karena mahalnya UKT.
Itu hanya salah satu contoh dampak dari mahalnya UKT. Maka jika di tahun-tahun mendatang UKT ini terus dibiarkan naik, lantas bagaimana nasib calon mahasiswa-mahasiswa baru yang memang berasal dari keluarga tidak mampu. Padahal mereka adalah siswa-siswa berprestasi yang memang sangat ingin menempuh pendidikan tinggi.
Dengan demikian, jika dilihat kebijakan terkait UKT jelas bertolak belakang dengan konsep bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Seharusnya jika kita mengacu pada konsep itu, maka pendidikan itu harus disupport penuh oleh negara.
Mengapa bisa ada drama kenaikan UKT?
Sebenarnya suara-suara penolakan terkait UKT ini harusnya bisa menyadarkan penguasa bahwa kebijakan soal UKT telah menimbulkan kegaduhan dan menyusahkan rakyatnya yang ingin menempuh pendidikan tinggi.
Ini semua tidak terlepas dari sistem yang diterapkan hari ini yakni Kapitalisme Sekulerisme yang standarnya adalah manfaat belaka. Sehingga tidak heran, pendidikan pun menjadi ajang komersialisasi, menjadi ajang bisnis sehingga rakyat harus merogoh kocek lebih dalam untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Karena kebijakan UKT ini terbit melalui Permendikbud nomor 55 tahun 2013 tentang biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal pada PTN di lingkungan Kemendikbud. Adapun UKT di atur dalam Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024.
Sementara pihak pemerintah saat memberikan feedback terhadap suara penolakan rakyat soal kebijakan UKT ini, pemerintah malah menyatakan bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier dan bahkan berencana mengeluarkan kebijakan student loan. Ini tentu bukanlah solusi yang tepat. Sebab ketika masuk di dunia kerja baik menjadi ASN ataupun di perusahaan-perusahaan swasta, maka persayaratannya setidaknya harus S1, ini tentu saja akan menyulitkan rakyat untuk bersaing di dunia kerja.
Bagaimana Islam Memandang Soal Pendidikan?
Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi seluruh warga nrgara. Ada anjuran untuk menuntut ilmu yakni melalui hadits nabi SAW :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah )
Melalui hadits ini dapat disimpulkan, bahwa pendidikan adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Ada yang hukumnya fardhu Ain yakni mempelajari ilmu agama Islam dan juga yang hukumnya fardhu Kifayah yakni mempelajari ilmu sains, matematika dan lain-lain. Maka dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah kebutuhan primer bukan tersier dan dalam hal ini Islam memiliki konsep yang jelas.
Pertama, Islam mewajibkan agar pemimpin menerapkan aturan Islam secara kaffah yang mana landasan bernegaranya adalah aqidah Islam.
Kedua, pemimpin atau khalifah akan menerapkan sistem ekonomi dan pendidikan Islam. Dari sini nanti akan jelas sumber-sumber pembiayaan pendidikan itu akan diambil dari mana.
Ketiga, Islam menggratiskan pendidikan sehingga tidak akan lahir kebijakan Student Loan ataupun yang lainnya. Siapa pun, baik yang kaya maupun miskin bisa mengakses pendidikan, tidak perlu memikirkan soal biaya dan hanya perlu fokus pada pendidikannya saja.
Keempat, kurikulum pendidikannya adalah kurikulum pendidikan Islam. Dimana aqidah Islam sebagai landasannya sehingga nantinya akan membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Pola pikir dan pola sikapnya adalah Islam. Maka ketika lulus, mereka akan mengabadikan hidupnya tidak hanya untuk bekerja namun juga bagaimana agar menjadi manusia yang bermanfaat.
Kelima, negara akan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya sehingga ketika lulus kuliah terutama yang laki-laki tidak menganggur. Dengan konsep ini, maka generasi emas yang kita maksud bisa kita raih bahkan kita bisa maju sebagai peradaban yang gemilang tidak hanya soal akhirat saja namun di bidang sains dan teknologi pun kita menjadi yang tidak terkalahkan.
Wallahu a’lam.
Kedua, pemimpin atau khalifah akan menerapkan sistem ekonomi dan pendidikan Islam. Dari sini nanti akan jelas sumber-sumber pembiayaan pendidikan itu akan diambil dari mana.
Ketiga, Islam menggratiskan pendidikan sehingga tidak akan lahir kebijakan Student Loan ataupun yang lainnya. Siapa pun, baik yang kaya maupun miskin bisa mengakses pendidikan, tidak perlu memikirkan soal biaya dan hanya perlu fokus pada pendidikannya saja.
Keempat, kurikulum pendidikannya adalah kurikulum pendidikan Islam. Dimana aqidah Islam sebagai landasannya sehingga nantinya akan membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Pola pikir dan pola sikapnya adalah Islam. Maka ketika lulus, mereka akan mengabadikan hidupnya tidak hanya untuk bekerja namun juga bagaimana agar menjadi manusia yang bermanfaat.
Kelima, negara akan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya sehingga ketika lulus kuliah terutama yang laki-laki tidak menganggur. Dengan konsep ini, maka generasi emas yang kita maksud bisa kita raih bahkan kita bisa maju sebagai peradaban yang gemilang tidak hanya soal akhirat saja namun di bidang sains dan teknologi pun kita menjadi yang tidak terkalahkan.
Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar