Investasi China di Indonesia, Benarkah Solusi Ketenagakerjaan?

 


Oleh: Fatimah (Aktivis Dakwah)


Gulung tikarnya sejumlah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), hingga menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), sudah terjadi sejak 2019 atau saat sebelum merebaknya Pandemi COVID-19 di tanah air.


Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, PHK di pabrik-pabrik TPT ini mulanya sebagai langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan. 


Namun, beberapa diantaranya tetap tak bisa bertahan meski telah melakukan PHK. Akibatnya, pabrik tersebut tutup hingga menambah daftar karyawan yang harus kehilangan pekerjaannya.


Industri tekstil merupakan usaha padat karya yang belakangan justru bertumbangan, satu per satu perusahaan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja alias PHK massal.


Salah satu yang dituding sebagai biang kerok adalah banjir produk impor khususnya berasal dari China, tetapi teranyar mitra dagang Indonesia itu menjanjikan investasi di sektor tekstil.


Di tengah gelombang tersebut, Menko Maritim dan Investasi mengungkapkan adanya keinginan perusahaan tekstil asal China menanamkan modal. Dia menyingkap rencana investasi itu berupa pendirian dua pabrik di Kertajati, Jawa Barat dan Sukoharjo, Jawa Tengah.


Industri tersebut bakal beroperasi di Indonesia, dan membuka lapangan kerja hingga 108.000 pekerja yang juga bakal mendapatkan fasilitas tempat tinggal di asrama. Luhut mengatakan pemerintah bakal responsif terhadap kendala yang dihadapi oleh industri yang mau melakukan investasi.



Pemerintah menerima Investasi asing sebagai solusi untuk mengatasi banyaknya pengangguran. Padahal fakta selama ini  bangkrutnya industri tekstil adalah karena rendahnya daya beli produk tesktil dari dalam negeri akibat dari murahnya harga produk tekstil yang di impor ke dalam negeri.


Investasi asing nyatanya tidak menjadi solusi apalagi upah buruh yang rendah, dan berbagai kebijakan tenaga kerja sesuai dengan UU Cipta kerja.


Banyaknya karyawan pabrik tekstil yang di PHK bahkan sampai adanya pabrik tekstil yang tutup seharusnya menjadi acuan bagi pemerintah dalam mencarikan solusi pasti untuk masalah tersebut. 


Bukannya menerima Investasi asing sebagai solusi yang nantinya akan menyebabkan kerugian pada negara. Investasi asing sejatinya merupakan alat menguasai ekonomi negara lain.  Nasib akan makin parah ketika SDA Indonesia juga masih dikuasai asing.  Dan negara lepas tangan akan nasib rakyat. 


Didalam Islam melakukan Investasi harus sesuai prinsip dan syariat agama, dan tidak melakukam unsur yang diharamkan. Dalam konsep ini, keuntungan didapatkan dari bagi hasil atau nisbah, yang mana baik pemodal maupun pengelola akan sama-sama merasakannya.


Tidak hanya keuntungan, metode bagi hasil ini juga menjadikan pemodal dan pengelola sama-sama merasakan kerugian yang mungkin terjadi.


Sementara Investasi asing yang sekarang menggunakan sistem ekonomi kapitalis menguntungkan lebih banyak penanam modal dibandingkan negara yang menerima investasi dan kerugian yang diterima lebih banyak negara yang menerima investasi dibandingkan yang berinvestasi. 


Paradigma pembangunan dalam islam bukanlah kapitalistik, namun  paradigma industri berat.  Hal ini akan mendorong terbukanya industri lain yang startegis yang akan membuka lapangan pekerjaan secara nyata.


Islam mengatur bagaimana hubungan dengan luar negeri termasuk dalam bidang perdagangan. Hubungan diplomatik dalam Islam diterapkan dalam berbagai cara, seperti menghindari konflik, meningkatkan kerja sama, menghormati perbedaan, dan menerapkan keadilan. 


Oleh karena itu, negara-negara akan dapat membangun hubungan diplomatik yang lebih baik dan saling menguntungkan dengan menggunakan prinsip-prinsip ini. Tidak ada sistem yang berlaku adil selain sistem Islam yaitu khilafah.


Ketika sistem islam diterapkan maka apa yang menjadi kekhawatiran ummat sekarang akan terealisasikan dengan baik. Dengan khilafah seluruh peraturan dalam hidup akan diatur berdasar pada syari'at islam.


Wallahu'alam bishowab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak