Judi Online, Maksiat Membawa Mafsadat dalam Rumah Tangga
Oleh : Ummu Hayyan, S.P. (Pegiat Literasi)
Di era digital, ujian rumah tangga luar biasa besar. Kemaksiatan mudah sekali masuk rumah. Pelakunya adalah anggota keluarga, hingga menimbulkan mafsadat bagi rumah tangga.
Salah satu kemaksiatan itu adalah judi online.
Judi online menjadi pemicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Dalam banyak kasus, pelaku judi dengan paksa menguasai harta korban. Misalnya melakukan pengisian judi slot melalui gawai dan rekening istri. Lalu, di banyak kejadian, pelaku menjual atau menggadaikan barang pasangan. Selain ketagihan judi online, biasanya pelaku juga akan terjerat pinjaman online.
Judi bahkan menjadi penyebab perceraian. Adapun provinsi dengan kasus perceraian terbanyak akibat judi adalah Jawa Timur, disusul dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Angka perceraian di Bojonegoro, Jawa Timur, tinggi pada awal 2024 ini. Mirisnya, penyebab tingginya angka perceraian ini adalah suami yang kecanduan judi online. Pengadilan Agama Bojonegoro membeberkan, dilansir dari detikJatim, sejak Januari hingga April, tercatat ada 971 pasangan suami istri yang mengajukan proses cerai.
Dari total 971 pasutri yang mengajukan cerai, rerata berusia 20-30 tahun dan telah menjalani pernikahan selama 7-8 tahun. Kebanyakan, mereka baru dikaruniai satu anak dan belum memiliki rumah. Ada 179 perkara istri gugat cerai suami yang kecanduan judi online.
Bukan hanya di Bojonegoro, angka perceraian di Lamongan, Jawa Timur, masih terbilang cukup tinggi. Sudah ada 114 perkara cerai gugat yang tercatat di Pengadilan Agama Lamongan. Alasan perceraian didominasi faktor ekonomi, yang salah satunya lantaran suami kecanduan judi online.
Bergeser ke Jawa Barat, Pengadilan Agama Cianjur mencatat ratusan pasangan bercerai gegara judi online. Bahkan, dalam salah satu perkaranya, suami menceraikan istrinya yang menghabiskan uang Rp 1 miliar diduga untuk judi online.
Staf Humas Pengadilan Agama Kelas 1A Cianjur Ahmad Rifani mengatakan, selama periode Januari hingga Juni 2024, tercatat 1.800 perkara gugatan perceraian. Ironisnya, dalam setiap 20 kali sidang yang dijalaninya setiap hari, terdapat 2 atau 3 kasus perceraian yang dipicu judi online.
detikJabar.com (Rabu, 19 Juni 2024)
Namun tak hanya suami yang kecanduan judi online, para istri juga terbius judi yang menjanjikan kekayaan semu. Bahkan sampai ada suami yang menceraikan istri gara-gara kecanduan judi online hingga menghabiskan uang Rp.1 miliar. Bayangkan, seorang ibu bisa-bisanya terlibat judi dengan nilai miliaran.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan 3,2 juta warga Indonesia teridentifikasi bermain judi online. Mereka adalah pelajar hingga ibu rumah tangga. Keluarga seperti apa yang akan dihasilkan dari judi online? Sudahlah uang yang didapat haram, kecanduan judi online sudah pasti melalaikan tanggung jawab dan kewajiban semua pihak.
Walhasil, keutuhan keluarga dipertaruhkan akibat judi online (Judol). Pelaku judol juga kerap kali melakukan pinjol jika terdesak membutuhkan uang. Lilitan utang mencekik pemain judol dan juga menambah beban ekonomi keluarga. Konflik rumah tangga tidak terelakkan dan berakhir dengan perceraian. Judi online (judol) pun bisa memiskinkan pelakunya dan menghancurkan keluarga.
Nyatanya, judol tumbuh subur dalam negara sekuler kapitalisme. Bahkan, ada ide dari kalangan pejabat untuk mengambil pajak dari judol. Sebelumnya juga ada seorang kepala daerah yang memanfaatkan perjudian sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.
Islam dengan tegas melarang perjudian. Firman Allah Taala, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Upaya untuk mengatasi judol dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, melakukan pembinaan dengan pemikiran Islam di tengah umat untuk membentuk ketaatan kepada Allah Taala. Kedua, mengedukasi masyarakat bahwa harta harus dicari dengan jalan yang halal, bukan jalan yang haram. Semestinya mencari keberkahan, bukan kuantitasnya. Ketiga, memberikan sanksi tegas yang dijatuhkan kepada bandar judi maupun orang yang bermain judol.
Hukum yang tegas menjadi preventif, membuat orang takut terlibat dalam judi apa pun bentuknya. Semua solusi di atas hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang bertakwa dalam sistem Islam.
Wallaahu A'lam bish-shawwab
Komentar
Posting Komentar