Negara Miskin, Buah Sistem Ekonomi Kapitalisme
Oleh : Asma dzatin nithaqoin
Negara Indonesia adalah negara yang sangat makmur. Apa pun yang ditanam akan tumbuh saking suburnya. Meski demikian, kemiskinan masih menghantui masyarakat. Meskipun dikatakan, akhir-akhir ini angka kemiskinan dinyatakan menurun.
Dilansir dari media cnbcindonesia.com (07/07/2024) Jumlah orang miskin di Indonesia terus mengalami penurunan. Namun hal ini terjadi di tengah rendahnya standar tingkat garis kemiskinan yang diberlakukan. Demi mencapai mimpi menjadi negara maju, angka kemiskinan merupakan salah satu indikator yang harus menjadi fokus pemerintah. Sayangnya, selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, penurunan kemiskinan memang berkurang tapi tidak terlalu signifikan.
Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir,” ujar Kepala Badan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan. (menpan.go.id, 05/07/2024)
Pemerintah Indonesia menargetkan, penurunan angka kemiskinan mencapai 6,5-7,5 persen. Pada realitanya, target yang dicanangkan pemerintah ternyata angka penurunan kemiskinan di Indonesia belum tercapai (rri.co.id, 03/07/2024).
Pejabat mengklaim kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia menurun. Padahal marak PHK dimana-mana, kenaikan harga barang, daya beli menurun dan lain-lain. Pernyataan pemerintah ini ibarat mimpi di siang bolong, sebab kenyataannya masyarakat masih dibayang-bayangi oleh kemiskinan yang merajalela. Sebab sistem ekonomi yang diterapkan di negara ini adalah kapitalisme-liberalisme. Dimana keuntungan lebih diutamakan. Riba termasuk pinjol dihalalkan, judol dibiarkan, sedangkan rakyat terus dibebani dengan kenaikan pajak dan pungutan seperti Tapera. Yang lebih mirisnya lagi kekayaan alam di negeri ini justru diserahkan dan dikuasai oleh swasta dan asing untuk dieksploitasi. Di sisi lain kesenjangan ekonomi semakin dalam. Kalau kita flashback pada tahun 2022, terdapat 16 juta lebih rakyat Indonesia menurut FAO yang mengalami kelaparan, kemudian menurut data Kemenkes ada sekitar 7 juta anak mengalami gizi buruk.
Lalu bagaimana bisa sebuah negara dinyatakan negara berkembang atau pun maju, sedangkan sebagian besar masyarakatnya hidup dalam kemiskinan. Masih banyak rakyat yang hidup serba kekurangan dan mata pencaharian yang tidak menentu. Bahkan di kota masih banyak para pemulung yang mengais rezeki hanya mengandalkan rongsokan, sedang di desa ketimpangan ekonomi makin meraja lela. Adapun petani dipersulit dalam memperoleh pupuk, bibit dan lain-lain, bahkan harga hasil pertanian tidak sepadan dengan modal.
Dari fakta tersebut menunjukkan kepada kita bahwa sejatinya negara dan para pemangku kekuasaan tidak sungguh-sungguh menangani atau mengeliminasi kemiskinan dengan kebijakan yang nyata, tapi hanya sekedar bermain angka-angka bukan pada fakta yang reel. Negara seakan-akan bermain ramalan dengan nasib rakyat sedangkan di lapangan jauh dari yang dibayangkan.
Kalau kita melihat dari kekayaan alam di negara ini sungguh luar biasa banyaknya. Mulai dari batu bara, minyak bumi sampai tambang emas, belum lagi aset-aset negera yang lainnya, yang katanya dikelola untuk kepentingan rakyat. Namun, pertanyaannya, kenapa masyarakat masih hidup dalam kemiskinan yang tiada henti?
Sistem Kapitalisme meniscayakan adanya kemiskinan apalagi dengan peran negara hanya sebagai regulator, menjadikan rakyat diabaikan sementara pengusaha di anak emaskan. Bukti nyatanya, banyak aset negara yang telah beralih kepemilikan menjadi milik perorangan, sehingga pemasukannya pun tidak lagi masuk ke kas negara. Bahkan Satu persen orang super kaya menguasai hampir separuh kekayaan nasional. Beginilah jika hidup dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme.
Berbeda dengan Islam. Islam menetapkan negara sebagai raa’in (pengurus) yang wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan individu per individu melalui berbagai kebijakannya. Negara akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap rakyat.
Komentar
Posting Komentar