Tumpukan Makanan di tengah Kemiskinan dan Kelaparan?


 


Oleh : Atikah Zahro

Kabar yang mencengangkan ketika melihat banyaknya tumpukan sampah akibat sisa makanan, baik luar negeri maupun dalam negeri. Seperti yang dicatat oleh World Resources Institute (WRI), emisi gas rumah kaca dari sampah makanan menyumbang 8% dari emisi global dan gas yang dihasilkan ialah gas metana. Gas ini lebih berbahaya dari karbon dioksida dalam meningkatkan pemanasan global.
Indonesia termasuk dalam darurat sampah makanan. Tahun 2021 badan pengelola sampah nasional mencatat bahwa sampah sisa makanan di Indonesia mencapai 46,35 ton dalam skala nasional. Ini lebih besar dari sampah plastik yaitu 26,27 ton. (unnes.ac.id, 13/06/2024)

Sampah makanan ini dibagi menjadi dua bagian yaitu sampah yang dihasilkan dari makanan yang berlebihan dari konsumsinya yang kita kenal ’’left over’’ dan yang kedua ialah ‘’food waste’’ yaitu sampah yang dihasilkan dari makanan yang telah melewati rantai pasokan makanan hingga menjadi produk akhir, berkualitas baik dan layak dikonsumsi namun tetap tidak dikonsumsi dan dibuang.

Gaya hidup masyarakat tentang left over dan food waste ini membuat negara berpotensi mengalami kerugian besar. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat, potensi kerugian yang didapat oleh negara akibat sisa makanan food waste mencapai 213 T sampai  551T pertahun. Angka ini setara dengan 4 sampai 5 persen produk domestik bruto Indonesia. (tirtoid, 03/07/ 2024)

Padahal kalaulah sisa makanan yang masih layak dikonsumsi itu dimanfaatkan dengan benar, maka tidak hanya menyelamatkan ekonomi negara, akan tetapi akan membuat kebutuhan energi terpenuhi dan emisi gas rumah kaca akan menurun.

Walaupun ada rencana Bappernas meluncurkan peta jalan rencana aksi nasional ekonomi sirkular Indonesia 2025 sampai 2045, serta  pengelolaan makanan dan sisa pangan dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan menuju Indonesia emas 2045. Pertanyaannya, apakah agenda tersebut mampu menyelesaikan persoalan pengelolaan sisa makanan dan pangan?

Perlu kita ketahui bahwa Food waste ini menjadi problem dunia yang sangat erat kaitannya dengan konsumsi yang berlebihan oleh masyarakat. Sifat konsumsi yang berlebihan ini ialah buah dari penerapan  sistem kapitalisme sekuler. Maka tidak heran sampah makanan yang menumpuk hari ini terus bertambah dan masyarakatnya merasa biasa saja ketika membuang makanan. Makanan yang diproduksi secara besar- besaran tidak selamanya habis terjual. Mengingat banyaknya produksi makanan lain yang terus bertambah. Jika tidak mampu diserap oleh pasar, tentu akan mengalami kadarluasa. Sehingga makanan kadarluasa ini otomatis dibuang.

Mirisnya, di saat masyarakat banyak mengalami kelaparan dan kemiskinan, namun di sisi lain banyak makanan yang kadarluasa dibuang.
Lebih mirisnya, tidak hanya makanan yang dibuang, namun juga bahan pokok seperti beras dan jagung. Sementara banyak masyarakat yang mengalami kemiskinan bahkan kemiskinan ekstrem yang tidak mampu membeli beras dan jagung untuk makan. Sungguh ini merupakan watak sistem kapitalisme, dimana mereka lebih suka pangan tersebut dimusnahkan daripada dikonsumsi oleh warga miskin.

Sangat jauh berbeda dengan Islam. Islam. Melalui sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam,
akan melahirkan masyarakat yang memiliki kepribadian Islam. Mereka akan  menghargai makanan yang merupakan rezeki yang diberikan oleh Allah.
Islam pun mengajarkan masyarakatnya untuk memiliki sifat zuhud  yang salah satu wujudnya ialah tidak berlebih-lebihan dalam hal makanan. Islam juga mengajarkan untuk tidak bersikap mubazir terhadap makanan. Syariat terkait makanan ada dalam penerapan Islam secara kaffah di bawah naungan khilafah.

Khalifah akan mengatur industri untuk memproduksi makanan sesuai dengan kebutuhan pasar. Jika ada yang dilihat memproduksi melewati batas atau sampai membuangnya, maka khalifah akan memberikan sanksi tegas.

Khalifah juga akan mendistribusikan bahan makanan pada warga yang membutuhkan. Sehingga tidak ada lagi rakyat miskin atau pun kelaparan. Pada saat yaang sama, khalifah akan menyediakan dana besar di Baitul Mal untuk memastikan tiap warganya terpenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan makanan secara layak. Dengan begitu tidak ada lagi warga yang kelaparan dan pangan yang menumpuk dan terbuang sia sia.

Terakhir, khalifah juga akan memfasilitasi warganya yang memiliki kelebihan makanan supaya mereka sedekahkan kepada warga yang miskin. Dengan mekanisme syariat Islam ini, persoalan makanan yang menumpuk di tengah kemiskinan dan kelaparan akan mampu diselesaikan secara tuntas.

Wallahu'alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak