BAGI-BAGI ALAT KONTRASEPSI, MENGKONFIRMASI PERMISIVISME
Oleh: Inge Oktavia Nordiani
Semakin ke sini tampak arah tujuan pendidikan jauh panggang dari api. Salah satu amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat mulia ini tentu menjadi kewajiban semua pihak. Namun pihak yang seharusnya dijadikan uswah tampak justru memberikan luka.
Ya. Baru-baru ini ramai pro dan kontra tentang kinerja pemimpin kita Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya. Bak kado pahit kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) nomor 17/23 tentang Kesehatan. Dalam kutipan pasal 103 ayat 4 tertulis, bahwa pelayanan kesehatan reproduksi selain meliputi deteksi dini penyakit, pengobatan rehabilitasi dan konseling mencakup pula penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi. Kritik pun dilayangkan oleh beberapa ormas terkait peraturan pemerintah ini . Tidak lama setelah itu, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) menanggapi kritikan DPR mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar. Menurut mereka aturan tersebut tidak berarti ditujukan untuk semua remaja. Aturan itu hanya ditujukan untuk remaja usia subur yang sudah menikah dan memang membutuhkan alat kontrasepsi.
Dalam setiap upaya kebijakan yang menuai pro dan kontra selalu menyisakan penjelasan penuh keyakinan agar seakan-akan kebijakan tersebut menjadi baik. Mereka lupa bahwa pada pasal 109 ayat 3 diatur bahwa pelayanan kontrasepsi hanya dilakukan terhadap dua kelompok, yakni pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang beresiko. Pasangan usia subur pastinya adalah mereka yang telah menikah, lalu siapakah yang dimaksud dengan kelompok usia subur yang beresiko? Hal inilah yang mengundang kecurigaan bahwa yang dimaksud adalah para pelajar dan remaja yang belum menikah tetapi aktif melakukan seks di luar nikah. Artinya bisa ditafsirkan menurut PP ini mereka juga berhak mendapatkan pelayanan pemberian alat kontrasepsi.
Sebagai negeri yang mayoritas muslim seharusnya pemimpin melindungi aqidah dan kehormatan umatnya, bukannya memfasilitasi pembagian alat kontrasepsi. Peristiwa ini seakan mengkonfirmasi budaya hidup permisivisme. Budaya hidup permisivisme adalah turunan dari solusi ideologi sekulerisme liberalisme yang diadopsi oleh negeri ini. Negara sekuler liberal menjamin kebebasan individu termasuk kebebasan hak reproduksi yang salah satunya adalah seks di luar nikah untuk mencegah kehamilan dan infeksi penyakit menular seksual. Masyarakat didorong dan difasilitasi dengan pelayanan alat kontrasepsi ini merupakan racun, bukan obat.
Atas dasar hidup inilah yang membuat negara tidak punya daya untuk mencari akar penyebab yang sebenarnya. Padahal mudah saja untuk menghentikan itu semua, yaitu memutus mata rantai menuju seks bebas, berupa formalisasi bagaimana pengaturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Namun seperti ada alat pemberat yang menjadi beban negara untuk melakukan hal tersebut. Sehingga ibarat senjata makan tuan, permasalahan yang terjadi tidak menemukan solusi hakiki. Justru menambah variasi masalah baru. Rasulullah Saw telah memberikan rambu-rambu di dalam hadits yang berbunyi:
"Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan pada suatu masyarakat dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar wabah penyakit tha'un (penyakit mematikan) dan penyakit-penyakit lainnya yang tidak ada pada orang-orang terdahulu." (HR Ibnu Majah).
Sungguh, sejatinya rakyat yang masih sensitif terhadap kebenaran hakiki ingin menjerit dengan kondisi ini. Keinginan untuk hidup tentram terhalang oleh kebijakan yang curang. Begitulah ketika solusi yang dicari adalah solusi manusia. Sejatinya pemimpin mengambil aturan dari Ilahi yang tidak menyisakan keraguan di dalamnya.
Maka, umat Islam seharusnya bergerak. Memperjuangkan kembalinya aturan Ilahi tersebut, dalam tataran sistem kehidupan. Wallahua'lam bisshowab.[]
Komentar
Posting Komentar