Ibu Tega Jual Anak, Dampak Kehidupan Keluarga Kapitalisme Sekuler

Ibu Tega Jual Anak, Dampak Kehidupan Keluarga Kapitalisme Sekuler

Oleh: Febriani Safitri, S. T. P

 

Seorang ibu rumah tangga berinisial SS 27 tahun ditangkap karena menjual bayinya 20 juta rupiah melalui perantara di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan area, Kota Medan, Sumatera Utara. Diketahui, SS menjual bayinya 20 juta rupiah dan MT rencananya diupah 3 jutaan rupiah. Alasan SS karena kesulitan ekonomi sementara si pembeli bayi ini karena memang belum memiliki anak oleh aparat kepolisian. Mereka ditindak dan diberi sanksi berdasarkan pasal terkait jual beli anak. (Kompas.com, 14/08/24) 

Seharusnya kasus ini tidak hanya dilihat dari segi pelanggaran hukum semata. Sudah tidak terhitung lagi berbagai kasus dengan faktor impitan ekonomi mengakibatkan hilangnya akal sehat dan matinya naluri keibuan kasus ibu yang menjual bayinya seharga 20 juta rupiah hanya sebagian kecil kasus yang terjadi di masyarakat. Terlebih apabila supporting system menjalankan peran sebagai orang tua juga tidak berjalan baik karena sama sama miskin atau individualistis.

Kondisi tersebut semakin menguatkan alasan menjual buah hati sendiri. Selain itu, berbicara masalah ekonomi keluarga erat pula kaitannya dengan kemampuan seorang suami dalam memberi nafkah. Saat ini para laki laki begitu sulit mendapatkan pekerjaan terjadi di mana mana persaingan bisnis tidak sehat, karena UMKM harus bersaing dengan pengusaha bermodal besar diri yang sama.

Perampasan lahan yang merampas ruang hidup masyarakat terjadi di berbagai tempat ekonomi semakin sulit. Sebab penguasa tidak menjamin kesejahteraan rakyat. Sementara negara terus memalak rakyat atas nama pajak realita ini setidaknya mencerminkan beberapa hal. Pertama, impitan ekonomi bukan masalah personal, namun problem masyarakat. Kedua negara jelas mengabaikan tugasnya mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya, khususnya dalam penyediaan lapangan kerja bagi suami

Sikap demikian erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan saat ini. Sistem ekonomi kapitalisme yang berorientasi materi membuat cara pandang apapun dilihat dari untung rugi termasuk hubungan penguasa dengan rakyat. Penguasa lebih mencintai para Kapital karena investasi mereka bisa mendatangkan keuntungan sementara jika penguasa mengurus rakyat, mereka harus mengeluarkan anggaran.

Karena itu, tidak mengherankan aroma kebijakan penguasa kapitalisme senantiasa bersifat kapitalistik. Tak hanya terkait masalah ekonomi, kasus ibu SS dan sejenisnya juga mencerminkan gagalnya sistem pendidikan membentuk pribadi yang bertakwa. Sistem pendidikan dengan asas sekularisme kapitalisme membuat agama dipisahkan dari kehidupan. Sehingga, generasi tidak bisa menghentikan perbuatan mereka berdasarkan hal haram pahala dosa baik buruk sesuai syariat agama.

Generasi dididik menjadi pribadi yang material oriented sehingga akan melakukan apapun demi bertahan hidup. Meski harus menjual anak, hal ini adalah hasil penerapan sistem sekulerisme kapitalisme dalam kehidupan. Sangat berbeda dengan sistem islam dalam mengurus rakyat. Sistem islam menetapkan peran negara sebagai rain atau pengurus. Rasulullah Saw bersabda, "imam atau khalifah adalah ra'ain atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. Dengan demikian, tugas negara sebagai pemimpin memang wajib mengurus kemaslahatan rakyat termasuk menjamin kesejahteraan mereka. 

Islam memiliki sistem ekonomi yang menyejahterakan rakyat melalui berbagai mekanisme, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan secara luas, negara akan mengembangkan sektor riil baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, tambang industri maupun meningkatkan volume perdagangan, pengelolaan harta, harta, kepemilikan umum seperti hutan laut. Tambang tidak dengan mekanisme kontrak karya dengan perusahaan asing.Tetapi dengan aturan syariat di mana negara berdaulat penuh atas pengelolaan sumber daya alam agar hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Dengan mekanisme tersebut, penyerapan tenaga kerja bisa dipastikan akan sangat besar karena sumber daya manusia dalam negeri dapat bekerja di berbagai sektor. 

Dengan demikian, masalah ekonomi dalam keluarga bisa terselesaikan secara tuntas. Seorang suami dipastikan dapat memenuhi nafkah keluarga. Dengan maruf sebab mendapat jaminan pekerjaan. Di sisi lain, islam juga memiliki sistem pendidikan yang akan membentuk kepribadian islam. Sistem pendidikan dalam islam diberikan secara gratis untuk semua masyarakat. Sementara negara menetapkan kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah islam hingga terbentuk kepribadian Islam dan kemampuan menjalani kehidupan dalam diri generasi. Dengan kebijakan seperti ini dapat dipastikan insan insan yang ada di masyarakat menjadi insan mulia. Yang senantiasa mengaitkan perbuatan mereka dengan syariat menjadi orang orang yang kuat dalam mengarungi kehidupan. 

Ditambah media juga diarahkan untuk mendukung keimanan konten konten tidak sesuai akidah islam seperti konten mengumbar aurat, penyebaran ideologi kapitalisme, ide sekulerisme dan faham liberalisme dan sejenisnya akan dilarang tayang. Hanya konten edukatif mencerdaskan umat dan menambahkan kekaguman terhadap islam saja yang diperbolehkan tayang. Jika aturan ini diterapkan dalam institusi kehidupan bernegara, maka masyarakat akan mendapatkan keberkahan hidup khusus fungsi keluarga terwujud secara optimal. Wallahu'alam





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak