Ketahanan Pangan hanya Harapan di Sistem Kapitalisme

 


Oleh : Sri Idayani

(Aktivis Dakwah) 


Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyiapkan anggaran senilai Rp 124,4 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 untuk memperkuat ketahanan pangan. "Ketahanan pangan menjadi perhatian dari Presiden terpilih. Kami mengalokasikan Rp 124,4 triliun, " kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers RAPBN 2025 di Jakarta, Jumat. Anggaran itu bakal digulirkan untuk sisi pra-produksi, produksi, distribusi, pemasaran hingga konsumen, Jumat (16 Agustus 2024).


Ketahanan pangan merupakan masalah penting bagi negara, karena menyangkut urusan rakyat. Kebutuhan pangan merupakan hal dasar bagi keberlangsungan manusia. RAPBN 2025 yang dialokasikan untuk ketahan pangan apakah dapat mengurai akar permasalahan atau menambah masalah baru.


Media Indonesia - Presiden Joko Widodo memaparkan anggaran ketahanan pangan di Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 hanya sebesar Rp 124,4 triliun. Pengamat Pertanian Syaiful Bahari melihat nominal itu sama sekali tidak mencerminkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional. Sebagaimana diketahui, anggaran ketahanan pangan di APBN 2025 diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan, perbaikan rantai distribusi hasil pertanian, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi petani, Jumat (16 Agustus 2024).


Keputusan pemerintah dalam menyiapkan anggaran senilai Rp 124,4 triliun pada RAPBN 2025 untuk memperkuat ketahan pangan, menunjukkan ketidaksiapan negara dalam memperkuat ketahanan pangan apalagi mewujudkan kedaulatan pangan. Anggaran ketahanan pangan di APBN 2025 memang diperuntukkan demi peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan.


Sektor pertanian nasional seharusnya dapat dijadikan sebagai sumber ketahanan pangan justru terabaikan. Pemerintah semestinya memperbaiki produktivitas pertanian. Sebab sektor pertanian kian hari makin terpuruk. Mulai dari pengadaan bibit padi yang tidak memadai sehingga hasilnya kurang maksimal. Pupuk subsidi yang sulit didapatkan, bahkan pupuk subsidi yang didapat hanya digunakan untuk beberapa jenis tanaman saja. Penanggulangan hama yang lambat membuat hasil panen tidak maksimal. Hasil panen nasional yang kurang maksimal ini membuat pemerintah melakukan impor komoditas pangan.


JAKARTA, investor.id - Majelis Perwakilan Rakyat meminta pemerintah agar mengurangi impor, sehingga ketahanan pangan Indonesia terjaga secara konsisten. Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan upaya tersebut dilakukan dengan cara memperkecil jumlah impor komoditas pangan. "Untuk menghindari risiko krisis pangan pada masa yang akan datang, kita perlu menyiapkan strategi besar untuk menciptakan 'kedaulatan pangan' Indonesia, bukan sekadar 'ketahanan pangan', yang acap kali mengandalkan impor bahan-bahan pangan dari luar negeri," papar Bambang, Jumat (16 Agustus 2024).


Impor merupakan jalan pintas pemerintah untuk menjaga ketahan pangan. Padahal hal tersebut bukanlah keputusan yang bijak, sebab dengan adanya impor akan menekan harga hasil panen nasional. Negara seharusnya serius dalam menangani masalah ketahanan pangan dengan perencaan strategis pada sektor pertanian, daripada bergantung pada impor. Sektor pertanian yang berkembang akan menjaga ketahanan pangan, bahkan membentuk kedaulatan pangan tanpa melakukan impor serta dapat mengekspor komoditas pangan. Jika impor dilakukan oleh negara hanya akan menguntungkan pada segelintir oknum yang berperan di balik proses impor tersebut. Tentu ini akan menjadikan penyalahgunaan wewenang, serta menjadikan lahan basah.


Hal ini yang sedang terjadi sebab sistem kapitalisme yang digunakan. Karena cara pandang kapitalisme yang materialis menggunakan kekuasaan untuk mencari keuntungan bukan mensejahterakan rakyat. Tentu hal ini berbeda jika sistem islam yang digunakan oleh negara dalam mengatur segala urusan, sebab negara bertanggung jawab atas rakyat serta menjadikan negara sebagai raa'in atau pengurus urusan umat. Seperti dalam hadis Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalaam bersabda "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" (HR. al-Bukhari).


Negara akan mencari solusi atas permasalahan yang terjadi dan mengurainya dimulai dari produksi pangan itu sendiri. Di awali dengan sektor pertanian yang akan dikelola dengan baik dan tepat sehingga akan menghasilkan panen yang berlimpah. Petani akan diberi bibit berkualitas, pupuk bersubsidi serta biaya perawatan yang terjangkau. Negara juga akan mengontrol pendistribusian pangan sampai pada rakyat secara merata dengan harga yang terjangkau oleh rakyat. Sehingga tidak ada wilayah yang kekurangan bahan pangan. Seperti yang pernah terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khatthab saat terjadi paceklik di wilayah Hijaz, beliau mengirim surat kepada gubernurnya di Mesir dan Kufah untuk mengirim bantuan. Sehingga semua wilayah dapat hidup sejahtera, hal ini yang akan terjadi jika sistem islam yang diterapkan.


wallahu a'lam bishawab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Generasi Sadis, Buah Penerapan Sekularisme

Generasi Sadis Produk Sekularisme

Palak Berkedok Pajak